Piece Of Puzzle | Part 13 : Blue Eyes

Pasti lagi pada malam mingguan yaa? 😂

Karena aku masih single, jadi dirumah aja, nonton Shawn Mendes.. 😂😂😂😅

** Happy Reading **

Suasana pagi itu sangat cerah dibandingkan biasanya. Sinar mentari menyinari kota Paris dengan gagahnya. Dedaunan mulai menampakkan diri secara perlahan, melindungi ranting-ranting yang telanjang akibat musim dingin.

Ah, musim semi. Musim yang indah dan sangat Serena sukai. Namun, tidak untuk kali ini.

"Chef," panggil Bernice--salah satu cook helper--mendekat.

"Ada apa?" tanya Serena tanpa menoleh. Ia sedang memasangkan apron di pinggangnya, kemudian menggulung lengan bajunya hingga ke siku.

"Selamat untuk pertunangannya." Bernice tersenyum, membuat Serena yang sedang menggelung rambut panjangnya menoleh.

"Pertunangan?"

Bernice mengangguk.

Serena mendengus, ia menatap dirinya di cermin membenarkan beberapa helai rambut yang tak tertata rapih.

"Jangan bercanda. Aku bahkan tak setuju untuk bertunangan dengan siapapun. Lagipula, kau dengar berita ini dari siapa?" Serena melangkah ke lokernya kemudian mengambil pena dan pisau kecil lalu ia tempatkan di lengan atas bagian kirinya.

"Astaga Chef ... semua orang di sini juga sudah tahu tentang pertunanganmu. Aku yakin, bahkan semua orang di Paris juga sudah mengetahuinya," ucap Betrice mantap.

Serena menoleh, ia mengernyit bingung. "Apa maksudmu?"

"Loh, memangnya Chef tak tahu, kalau beritanya sudah tersebar di media cetak dan televisi?"

Serena menganga. Ia tak percaya dengan hal yang baru saja ia dengar.

"Wait! What??"

"Iya, bahkan di media sosial juga sudah tersebar. Ini, lihatlah." Betrice memberikan smartphone-nya dan langsung diterima oleh Serena.

BONNES NOUVELLES [11]

Pertunangan Perceval Louv Bennet dan Serena James Queen akan diadakan lusa, bertempat di salah satu hotel terbesar di kota Paris. Penyatuan dua keluarga konglomerat ini, memang sudah direncanakan jauh-jauh hari.

Tentu saja, kedua keluarga menyambutnya dengan baik. Mereka merupakan pasangan yang sangat serasi. Lihat saja, keduanya terlihat saling mencintai.'

Tenggorokan Serena tercekat, ia malas membaca berita itu lebih lanjut. Terlebih lagi ada foto dirinya bersama Perceval sedang berada di dalam mobil, dan itu kejadiannya kemarin saat Perceval menyentuh bibirnya. Astaga! Bahkan di foto ini mereka terlihat seperti sedang berciuman.

Serena menggeram frustrasi. Ia mengembalikan smartphone Betrice, melangkah menuju pintu kemudian menutupnya dengan keras.

"Sial. Sial. Sial!" umpat Serena. Ia sama sekali tak mengerti, mengapa berita itu bisa sampai tersebar ke media. Gadis itu menghentakkan kakinya dengan keras. Ia melangkah melewati mini bar dan bergerak menuju ruangan Perceval, tetapi langkahnya terhenti saat ia mendengar teriakan amarah dari meja kasir.

Serena mengernyit, ia berjalan mendekati meja kasir dan mendapati Perceval--ditemani Lucas tentu saja-- sedang memarahi salah satu cook helper-nya. Beberapa waiters berdiri tak jauh dari mereka sambil terus berbisik.

"Aku memperkerjakanmu bukan untuk bermalas-malasan seperti ini! Apa kau tak tahu, berapa banyak uang yang akan hilang dengan kau bertingkah seperti ini?!" sentak Perceval dengan wajah bengis. Ia mencengkeram kerah Adria hingga kancing atas bajunya terlepas.

Wajah Adria memucat, ia menunduk tak berani menatap mata atasannya.

"Ada apa ini?"

"Ah, Nona Serena. Dia--"

"Aku tak bertanya padamu." Serena menoleh menatap Lucas dengan tatapan dingin, membuat Lucas hanya bisa menelan saliva. "Aku bertanya pada Monsieur Bennet. Ada apa ini?" tanya Serena datar.

"Ini sudah pukul 8 lebih 10 menit, dan dia bahkan baru datang! Memangnya dia pikir, dia pemilik cafe ini?" Perceval melepaskan cengkeramannya dan mendorong Adria dengan kasar, hingga punggung pemuda itu menabrak sudut meja kasir. Adria terlihat meringis.

"Perceval!!" bentak Serena.

Perceval menegang.

"Kau berlebihan! Dia hanya terlambat 10 menit!"

"Di sini ada aturan dan dia tak bisa berbuat seenaknya!" Perceval menunjuk dada Adira dengan penuh amarah. "Kalau kau sudah bosan kerja di sini, kau bisa keluar. Aku tak butuh karyawan sepertimu," ucap Perceval dingin.

"Cukup!" geram Serena menepis tangan Perceval. Ia melangkah ke depan, mencoba melindungi Adria dari serangan-serangan Perceval selanjutnya.

"Kau membelanya?!"

"Aku tidak membelanya! Kau yang berlebihan!!"

"Aku tidak berlebihan!!"

"Kau menarik kerahnya dan kau mendorongnya!!" Serena menatap Perceval dengan tatapan tajam, tetapi sesaat kemudian tatapannya melembut. "Lagipula, dia sudah meminta izin padaku akan datang terlambat karena ibunya sedang di rawat di rumah sakit."

Perceval terdiam.

"Minta maaf padanya."

"Apa?!"

"Aku bilang, minta maaf!"

"Non!" Perceval menggertakan giginya, menyilangkan tangan di depan dada. Pantang bagi seorang Perceval harus meminta maaf pada seorang karyawan.

"Perceval!"

Tubuh Perceval kembali menegang. Ini kedua kalinya gadis itu memanggil nama depannya. Setiap gadis itu memanggil namanya, darahnya terasa berdesir.

"Perceval!"

Perceval terhenyak kaget. "A-apa?" tanya Perceval ragu.

"Aku bilang, minta maaf pada Adria!"

"Chef ... itu tidak perlu." Adria memegang tangan Serena dengan tatapan bersalah, membuat Perceval mendengus kesal.

"Lepaskan tangan kotormu dari Serena!" sentak Perceval membuat Adria dan Serena tertegun. "Berani sekali kau menyentuhnya, hah?!" Perceval mencengkeram kerah Adria, membuat Serena terhuyung ke samping.

"Apa kau gila?! Apa kau tak malu pada karyawanmu??" Serena menendang tulang kering Perceval membuatnya langsung meringis.

"Serena! Sakit!!"

"Aku tak peduli! Lucas, bawa dia ke ruangannya!"

Lucas yang sedari tadi diam saja, menoleh ke arah Perceval dengan ragu.

"Lucas!!"

"Ah ... b-baik, Nona." Lucas memapah Perceval dengan perlahan, menuju ke arah tangga.

Perceval sekilas menoleh, menatap Serena dengan tatapan sendu. Sedangkan yang ditatap hanya diam tanpa ekspresi.

Serena baru menyadari, jika kemarahannya tadi tentang berita pertunangannya terlupakan begitu saja.

☁ ☁ ☁

"Bagaimana kakimu?" tanya Serena sesaat setelah ia memasuki ruangan Perceval. Perceval sedang duduk di kursi kebesarannya sambil membaca beberapa file.

Jam makan siang sebenarnya sudah lewat dan saat ini ia sedang beristirahat. "Ah, aku bawakan makan siang, makanlah." Serena menaruh satu buah piring berisi sushi salmon dan segelas jus jeruk di atas meja.

"Apa ini?" Perceval bergidik saat melihat ikan salmon yang masih mentah berada di atas piring.

"Itu sushi, makanan khas Jepang. Coba saja."

Perceval terdiam, ia menatap sushi itu dengan ragu. Pasalnya ia memang tak pernah memakan makanan Asia. Apalagi yang mentah seperti ini.

"Mau aku suapi?"

Perceval mendongak kaget. Ia mengerjapkan mata, mencoba mencerna kata-kata yang baru saja ia dengar.

Serena tergelak. "Aku hanya bercanda. Mana mungkin aku mau menyuapi laki-laki arogan sepertimu," ucap Serena santai. Ia melangkah mendekati Perceval, kemudian berlutut tepat di sampingnya.

"E-eh, m-mau apa kau?" tanya Perceval gugup.

"Tarik celanamu."

Wajah Perceval tiba-tiba memanas. Darahnya lagi-lagi berdesir, membuat kerja jantungnya semakin menggila.

Perceval duduk dengan gelisah. Dengan posisi seperti ini, sungguh membuatnya merasa tak nyaman. Ia bisa melihat gadis itu dari atas dan entah mengapa ia terlihat begitu seksi.

"Apa yang kau pikirkan?! Dasar mesum!" Serena menyentil dahi Perceval dengan satu jarinya, membuat Perceval tersentak kaget.

"E-eh ... tunggu."

Serena menarik celana Perceval hingga ke lutut, memperlihatkan kakinya yang berbulu lebat. Serena berdeham, saat menyadari tulang kering kaki kiri Perceval sedikit membiru. Jangan salahkan dirinya, salahkan Perceval yang selalu bersikap arogan pada orang lain.

"Apakah sakit?" gumam Serena pelan.

"Hah?"

Kesadaran Perceval masih belum kembali sepenuhnya. Ia bingung dengan perubahan sikap gadis ini yang tiba-tiba, tetapi entah mengapa sikapnya ini malah membuat Perceval merasa nyaman. Bahkan rasanya, ia ingin jika waktu berhenti saat itu juga.

"Bukan apa-apa." Serena mengambil beberapa ice cube yang dimasukan ke dalam plastik lalu menutupnya. Ia mengompreskan es yang tadi ia bawa.

Rasa dingin langsung menjalari seluruh tubuh Perceval. Namun entah mengapa, hatinya malah terasa hangat. Jantungnya semakin berdebar, saat gadis itu mengoleskan sebuah cream ke tulang kakinya.
Y

a Tuhan! Alexa bahkan tak pernah memperlakukannya seperti ini.

"Sip. Selesai." Serena tersenyum hangat, kemudian mendongak.

Keduanya tertegun, saat iris mata cokelat Serena bertemu dengan iris mata biru Perceval. Jantung Serena semakin berdebar, saat Perceval dengan berani menepis jarak diantara keduanya.

Serena menahan napas. Otaknya menyuruhnya untuk bergerak, tetapi tubuhnya malah stuck di tempat. Wajahnya terasa semakin memanas, saat ia bisa merasakan deru napas Perceval di wajahnya. Dengan bodohnya perlahan gadis itu menutup mata, seiring dengan bibir Perceval yang hampir menyentuh bibirnya.

"Chef! Astaga!"

Serena membuka mata kaget. Ia tertegun saat wajah Perceval begitu dekat. Perlahan ia menunduk, mencoba menyembunyikan rona merah yang muncul di wajahnya.

Sedangkan Perceval dengan wajah cool-nya membenarkan letak duduknya seakan tak terjadi apa-apa.

"A-ah, maafkan aku, Chef ... aku harusnya tadi mengetuk pintu dulu," ucap Charles sedikit canggung dan sialnya itu malah membuat wajah Serena semakin memerah.

Serena berdeham, menggapai pinggiran meja dan mencoba berdiri.
L

ututnya terasa lemas sekali.

"Ada apa?" tanya Serena dengan nada sedikit bergetar.

"Itu ... itu ada-"

"Bicara yang jelas!" sentak Perceval tak sabar.

"Ada kekasihmu. Dia menunggu di bawah," jawab Charles cepat.

Perceval terdiam. Tangannya mengepal saat kata kekasih terdengar di telinganya. Enak saja. Setelah laki-laki itu meninggalkan Serena sendirian kemarin, dia ternyata masih punya muka untuk bertemu dengan gadis ini.

"Biar aku yang menemuinya." Perceval berdiri dengan cepat membuat Serena terlonjak kaget.

[11] : Berita besar

** Thank You *

Enjoy the part?? 😆😂
Semogaaa ya kalian menikmati part ini..

Eh, Victor dateng lagi.. 😂😂😂😅
Serenanya bakal milih Victor apa Perceval ya?Hehe. Galau deh 😅

Salam hangat,

Rifa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top