First Talk

<Female POV>

Entah mengapa Rere banyak melakukan kesalahan ketika kami belajar bersama sore itu. Bukan hanya di soal hitungan, Rere juga tampak tidak teliti mengerjakan soal-soal kimia organik. Dua bulan lagi dia akan menghadapi tes masuk PTN. Mungkin itu yang membuatnya makin stress dan malah sulit berkonsentrasi.

“Maaf ya kak ILma …” kata Rere dengan suara memelas.

Aku tidak tega jadinya. Aku hanya tersenyum dan berkata: “Jangan stress, Rere. Stres tidak membuatmu tambah pintar. Stres justru membuatmu hilang konsentrasi. Jangan pikirkan apakah kamu akan lulus atau nggak. Pikirkan aja cara supaya kamu bisa mengerjakan semuanya dengan benar. Kamu sudah melewati UAN yang menegangkan dengan nilai menakjubkan. Tes PTN ini jauh lebih gampang daripada itu.”

Rere mengangguk. Dia meminum es jeruknya untuk menjernihkan pikiran.

“Mungkin karena abis les fisika trus aku langsung les kimia kali ya kak, jadi otakku capek banget,” kata Rere.

“Kamu baru selesai les fisika?”

“Iya. Kak Ilma datang nggak lama setelah guru fisikaku pulang. Jadi aku baru sempat istirahat sebentar. Kalian tadi ketemu di depan rumah?”

Aku menggeleng. “Aku nggak ketemu siapa-siapa.”

“Padahal aku pengen banget kalian saling ketemu lho, jadi aku bisa comblangin kalian. Kalian kan sama-sama jomblo tuh.”

Rere tertawa-tawa meledek. Aku manyun-manyun dan menjitaknya.
Tidak perlulah Rere menjodohkanku dengan cowok manapun. Hatiku sudah terpaut pada kamu, Tampan. Jangan ingatkan aku bahwa kamu sudah punya pacar. Bisa melihatmu setiap pagi saja sudah membuatku cukup senang. Apalagi pagi ini kita akhirnya saling bicara setelah dua tahun aku hanya mencuri-curi pandang kepadamu. Kamu punya suara yang ramah dan membuatku meleleh. Dan kamu sudah menyelamatkanku dari siksaan dosen neraka. Kamu membawakan tas kainku yang berisi tugas-tugas dan makalah yang tertinggal di rak kereta. Hampir saja aku kehilangan semua tugas itu yang akan membawa petaka bagiku. Tidak mengumpulkan makalah itu, berarti aku tidak boleh ikut UAS Kimia Analisa. Tapi seperti kata orang: sengsara membawa nikmat. Gara-gara itu aku bisa bicara denganmu. Kau memang pangeran penolongku. Apa lain kali aku harus berpura-pura ketinggalan tas lagi supaya kau bisa mengembalikannya padaku dan kita bisa ngobrol lebih lama lagi? Hehehe.

*                       *                      *

<Male POV>

Hari ini aku benar-benar beruntung. Biasanya aku hanya bisa bertemu denganmu setiap pagi. Tapi pagi ini, aku bahkan berkesempatan menyapamu. Benarlah kata-kata bijak yang mengatakan bahwa jika kau sangat menginginkan sesuatu dan bertekad terhadapnya, alam akan berkonspirasi dan ikut membantumu. Itulah yang kurasakan pagi ini.

Di pagi yang indah tadi, kau tidak datang bersama pacarmu. Kuharap itu artinya kau sudah putus darinya. Dan ini pertama kalinya aku melihat kau jauh lebih mengantuk daripada yang pernah kuingat. Kau tampak tidur terlewat lelap di kereta. Aku sudah khawatir kau akan ketiduran dan tidak terbangun di stasiun kampus kita. Tapi syukurlah kau terbangun tepat waktu sebelum kereta kita berhenti di stasiun kampus. Sialnya, kau bangun terburu-buru dan melupakan tas kainmu yang kau letakkan di rak kereta di atas kepalamu. Dengan panik aku menyambar tas kain itu dan mengejarmu yang sudah lebih dahulu turun dari kereta.

Sebenarnya kau sarapan apa tiap pagi, Gadis? Langkahmu selalu saja panjang dan cepat. Aku hampir saja tidak bisa mengejarmu. Beruntung aku bisa menggapai bahumu sebelum kamu naik bis kampus. Ini pertama kalinya aku berhadapan sangat dekat denganmu. Tidak hanya mencium bau tubuhmu yang seperti bayi, aku bahkan bisa melihat tahi lalat kecil di dekat telingamu. Berdiri di hadapanmu membuatku gemetar.

Ketika kutunjukkan tas kainmu yang tertinggal di kereta, raut wajahmu berubah-ubah dengan cepat: kaget-panik-lega-dan … memerah? Aku suka melihat wajahmu yang kemerahan itu. Kau mengucapkan terima kasih dengan berlebihan, seolah aku sudah menyelamatkan hidupmu, padahal yang aku lakukan kan cuma mengembalikan tasmu. Dan aku tidak akan lupa suaramu saat mengucapkan terima kasih itu. Tidak seperti gumaman lagumu yang sumbang, suaramu terdengar sangat empuk dan ceria. Aku akan mengingatnya, seperti nyanyian nina-bobo ibuku saat aku masih kecil.

Hari ini memang hari keberuntunganku. Aku bahkan bertemu lagi denganmu di sore hari yang sejuk dan cerah. Mungkin kau tidak melihatku, karena seperti biasa, kau selalu berjalan sambil menunduk. Tapi aku yakin itu kau! Ketika aku pulang dari rumah murid lesku, aku melihatmu berjalan dan asik berguman-guman lirik lagu di i-pod hijaumu. Apa rumahmu memang di dekat rumah Gina? Lain kali harusnya aku menanyakan pada Gina apakah dia mengenalmu. Mungkin kalian bertetangga.

Eh, tapi bagaimana caraku menanyakan tentangmu pada Gina? Namamu saja aku tidak tahu. Siapa sebenarnya namamu, Gadis? Harusnya tadi pagi aku berani menanyakannya padamu kan? Bodohnya aku!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top