Chapter 2. Putus dengan Mulus

EMPAT kursi salah satu foodcourt di mal siang itu hanya terisi dua. Sisa dua lainnya kosong tak terduduki. Kursi itu melingkari meja kayu dengan ayam crispy dan softdrink di atasnya. Penghuni kursi itu adalah El. Sementara di seberang meja ada Farrah, pacar yang dengan izin Tuhan, akan segera menjadi mantannya.

"Kenapa milih kursi yang jumlahnya nggak dua aja? Apa akan ada tamu di makan siang kita?" tanya Farrah menganalisis kursi yang dipilih pacarnya sambil mengamati sekitar. Dia kesal El memilih meja besar yang harusnya cocok dihuni empat orang.

"Males cari kursi lain. Penuh semua. Tuh!" El menjawab acuh tak acuh. Mungkin pilihannya ini dianggap Farrah mubazir? Atau, barangkali dalam ramalan zodiak hari ini, bagi pasangan Gemini dan Aries dilarang kencan di kursi bermeja besar. Ah, bodoh amat.

Farrah mengembuskan napas keras sebagai tanda dia sedang berkompromi dan tidak ingin marah-marah. Lalu dia tersenyum sangat cantik. Namun, matanya yang bulat indah itu menatap El dengan curiga dan waspada.

"Ada apa ya, El, tiba-tiba pengin banget ketemu? Bukannya kamu lagi sibuk persiapan Penbar?"

Seperti biasa, ucapan Farrah selalu saja terdengar lembut dan menenangkan di telinga El. Namun, keputusan El saat ini sudah bulat. Dia tidak akan mundur lagi buat putus dengan Farrah, walau dia pasti akan sangat merindukan suaranya ini.

"Jujur, zodiakku bukan Aries, Farr. Tapi, Cappicorn. Bukannya, kamu hanya mau pacaran sama cowok berzodiak Aries?" 

Inilah senjata utama El yang didapat dari Javier untuk melepaskan diri dari belenggu Farrah. Sebuah rencana yang brilian, bukan? Bahkan, Javier memikirkan penipuan ini sudah jauh-jauh hari. Ah, El masih saja tidak percaya dengan kejeniusan Javier yang memintanya memalsukan zodiaknya dengan zodiak Tristan, kakaknya. 

El dan Javier sangat paham dengan Farrah yang percaya bahwa jodoh seorang Gemini seperti dirinya adalah cowok berzodiak Aries. Javier bahkan sudah menyelidiki mantan-mantan Farrah yang semuanya (termasuk El sebentar lagi) adalah orang-orang berzodiak sama, Aries. Ini membuktikan bahwa kecurigaan Javier benar. Lalu munculah gebrakan ide ini. El tak salah, selama ini menasbihkan Javier sebagai calon penulis buku misteri yang terkenal lintas zaman.

Tidak El duga, Farrah malah tersenyum menggemaskan mendengar pengakuannya.

"Nggak usah mengaku Cappicorn segala, El. Itu zodiak Kak Tristan, kan? Aku kan tahu tanggal lahirmu jauh sebelum kita jadian. Bahkan aku kan sering rayain ultah kamu. Kalaupun aku tidak pernah merayakan ulang tahun, data di TU sekolah bisa dicari, kamu lahir di tanggal berapa, bulan apa, dan zodiakmu pun bisa dilihat. Saranku, kalau mau nge-prank, tolong riset dulu," debat Farrah dengan santainya mematahkan alibi El untuk memutuskannya.

Bodoh! El mengutuk dirinya sendiri dengan ide Javier ini. Bisa-bisanya juga dia tidak berpikir dulu sebelum bertindak!

Farrah memang bukan perempuan yang begitu saja percaya bahwa posisi bintang dan planet mempengaruhi kehidupan manusia. Sebelumnya, dia telah menelusuri referensi sistem terorganisir yang muncul pada periode Babilonia Kuno ini. Bahkan, dia juga menerima pendapat para ilmuwan bahwa astrologi tidak akan pernah berhasil.

Namun, saat dibuat penelitian berupa survei oleh National Science Foundation menunjukkan bahwa 41% responden percaya bahwa astrologi adalah ilmiah. Persentase yang tidak terlalu buruk, menurutnya. Yang paling penting dari semua pertentangan itu adalah Farrah memiliki alasan tersendiri yang tidak pernah El tahu. Alasan yang membuat Farrah tetap ingin percaya pada horoskop dan menjadi peramal bintang di majalah sekolahnya hingga melambungkan namanya.

"Kalau gitu, baguslah. Sekarang kamu tahu alasannya kenapa aku sampai repot-repot bohong, kan?"

"Kamu benar-benar mau putus, El?" tanya Farrah dengan suara serak.

"Diputus juga boleh kok." Wajah El berusaha tampak malas dan tak bergairah untuk melanjutkan obrolan. Bahkan, dia berusaha untuk enggan menatap Farrah. Ya, baginya, mata bulat Farrah yang berbulu lentik itu seperti mata medusa yang bisa membuatnya beku tak berkutik di hadapannya. Bahaya!

Mata sendu Farrah kini mengilat penuh prasangka. "Atau jangan-jangan, kamu cari-cari alasan buat putus sama aku demi cewek lain?"

"Sumpah! Nggak ada cewek lain!" bentak El sudah tidak tahan.

Sejujurnya, satu tahun bersama Farrah adalah rekor pacaran terlama El. Tidak ada mantan-mantan pacarnya yang semenarik Farrah. Sekarang pun dia masih berat untuk putus. Dari dulu El terus mencari cara untuk mengakhiri hubungan ini dengan penuh keikhlasan. Baik dari hatinya, atupun dari Farrah. Itulah rumitnya. Dia mungkin bisa mengatasi kegalauannya sendiri. Namun, bagaimana cara membuat Farrah bisa ikhlas diputusin? Sebenarnya, dia tidak ingin Farrah terluka.

Sial! Farrah kini mulai meneteskan air mata. Suara isaknya terdengar samar-samar.

El bingung harus berbuat apa? Tangannya mengepal erat, mencoba menahan siksaan ini. Namun, dia tak sanggup. 

Fix, gue kalah.

El pun mulai mengambil napas dalam, mencoba sabar, dan terpaksa menatap mata Farrah yang sudah basah. Dia tersenyum "mengerti", lalu menggenggam jemari-jemari Farrah yang langsat dengan lembut dan perhatian. El mencoba menenangkan emosi kekasihnya yang mulai tak tertahan. Tangan mereka akhirnya bertaut, tetapi hati mereka ingin sebaliknya.

"Nggak ada siapa-siapa, Farr," ucap El hati-hati dan tulus dari hati. Dia ingin berhenti dari hubungan ini murni karena dia cemburu dengan horoskop. Mana bisa dia terus pacaran dengan cewek yang lebih mempercayai horoskop daripada pacarnya sendiri, bahkan dari takdir Tuhan.

"Kamu benar-benar sanggup ninggalin aku, El?" tanya Farrah masih sesekali sesenggukan. Perempuan ini benar-benar jenius. Senjata terkuatnya dikeluarkan tanpa jeda walau sebentar saja. Dia paham betul, El paling tidak bisa lihat seorang perempuan menangis.

El lalu mengambil tisu di meja, diusapkannya dengan lembut di lekuk mata Farrah yang sembab dan semakin sayu karena habis menangis. El berpindah dari mata kanan ke mata kiri Farrah dengan pelan dan hati-hati.

"Mungkin sudah saatnya kamu nggak percaya lagi sepenuhnya dengan ramalan bintang, Farr."

"Kalau aku mau belajar nggak percaya sama astrologi, apa kita bisa terus?" rengek Farrah begitu menyayat, membuat El sedikit oleng.

Namun sayang, El tidak bisa percaya lagi dengan janji-janji Farrah. Ucapannya itu murni dusta. Kalimat semacam ini sudah lebih dari dua puluh kali El dengar. El sudah bertekad hari ini tidak akan kalah lagi dari air mata Farrah.

"Kalau aku bikin syarat gimana?" tanya El tiba-tiba kepada Farrah.

Wajah cowok itu mendadak antusias. Mata sipitnya membelalak maksimal, tanda sedang memutuskan sesuatu. Saat El mengira hampir kalah dan gagal memutuskan Farrah, tiba-tiba secercah ide datang kepadanya. Kali ini, Tuhan sepertinya berpihak kepada keputusannya. Spontanitas yang dimilikinya selalu saja bisa diandalkan dan menyelamatkan.

"Dasar Aries!" keluh Farrah yang paham dengan kelakuan El yang sering memutuskan sesuatu dengan cepat dan tanpa perhitungan. Tak hanya sekali, dua kali, Farrahlah yang harus membereskan masalah akibat keputusan El yang terburu-buru dalam bertindak tanpa berpikir dulu.

"Kalau kamu bisa melakukan syarat dariku, Farr, kita nggak akan putus. Kita lanjut terus!" El kini menyengir. Cengiran yang tidak akan keluar dari wajah orang yang ingin memutuskan pacarnya.

"Apa syaratnya?" todong Farrah ingin tahu.

El masih menimbang-nimbang dengan rencananya ini. Otaknya yang tidak begitu pintar dibanding Farrah diperasnya mati-matian. Dia harus hati-hati, tidak terburu-buru, dan memikirkan sekali lagi saat akan melakukan sesuatu. Ya, satu tahun ini dia sudah belajar dan sering bertengkar dengan Farrah perkara ini.

"Nggak usah cemas gitu. Kamu tahu aku suka dengan tantangan, kan? Sebut aja." Farrah mulai tidak sabar.

"Syaratnya adalah kamu harus ikut aku Penbar ke Merbabu," lanjut El tegas dan percaya diri.

Wajah Farrah seketika pucat. Matanya menyipit menatap El kesal sekaligus marah.

"Bisa-bisanya kamu ngajak aku ke gunung, El? Aku memang pencinta alam, tapi aku nggak bisa ke gunung." Mata merah Farrah semakin menyala. Semacam ada trauma besar.

"Bagaimana?" kejar El kali ini merasa menang. Dia kini merasa lebih sedikit pintar dari Javier karena mendapat ide ini.

Farrah mengembuskan napas keras. Wajah paling masam terlihat.

"Percuma kayaknya aku pertahanin hubungan ini. Ternyata kamu nggak ngerti aku seratus persen, El," pungkas Farrah lalu beranjak pergi begitu saja.

Kini El hanya bisa melihat punggung Farrah yang menjauh. Rambutnya yang diikat ekor kuda tampak bergoyang-goyang karena jalannya yang cepat. Kaki jenjang itu melangkah gegas. El tahu Farrah ingin dikejar agar tidak pergi. Tapi, El sudah malas peduli.

"Meski aku mencintai alam, hal yang paling kuhindari adalah gunung. Entahlah, aku merasa tidak merasa nyaman dan aman di sana. Semacam bukan tempatku!"

Suara Farrah saat bermain Truth or Dare terngiang kembali di telinga El. Farrah percaya bahwa saat dia tersesat dan hampir hilang di pendakian awal, itu karena dia melanggar dan abai pada ramalan buruk yang sudah melarangnya untuk pergi. Sejak saat itu, Farrah kembali terobsesi dengan ramalan zodiak.

Namun, di sudut hatinya terdalam, El masih ragu. Apa Farrah benar-benar telah menyerah dengan hubungan mereka?! 

Jangan-jangan Farrah merencanakan gebrakan yang tak terduga?!


Lanjut di Chapter 3, yuk....

Thank you,

NaraX

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top