[3] Aquaphobia [Gumiya]
* Aquaphobia; rasa takut terhadap air.
~"~
“[y/n].” Kau terdiam tak bergeming, masih sibuk melekatkan pandanganmu pada lembaran novel yang sedang kau baca, tidak sedikit pun menghiraukan panggilan Gumiya. “[y/n].” Gumiya kembali memanggil, kini mengeraskan suaranya, mencoba membuat perhatianmu terarah padanya sepenuhnya. Namun tetap gagal. “Ya ampun [y/n], sampai kapan kau mau mengacangiku?” Gumiya bertanya, berkecak pinggang dengan perasaan kesal.
Laki-laki dengan surai yang diwarnai hijau gelap itu pun menghela nafas kasar, “Jadi novelmu itu lebih penting dari pada kekasihmu sendiri, ya?” Ia kembali bertanya, kini mengangkat sebelah alisnya. Kau melirik ke arahnya sebentar, kemudian kembali menyibukkan diri dengan novelmu, “Nggak kok.” Kau menjawab, tanpa sedikit pun melirik ke arah Gumiya kali ini.
Gumiya kembali menghela nafas, pasrah. “Terserah,” Responsnya, sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya, “Eh. Dari kemarin kamu belum mandi. Mandi gih, sana.” Laki-laki itu melanjutkan, membuatmu meletakkan novelmu ke meja dan menatapnya dengan serius, “Nggak mau.” Kau menjawab, sebelum meringis jijik dan kembali membuka novelmu, melanjutkan bacaanmu. “Pokoknya nggak.”
“Kenapa?” Gumiya mengernyitkan alisnya heran. Meski telah diberitahu alasannya olehmu berulang kali, ia tetap tidak mengerti, apa yang membuatmu sangat membenci mandi. “Sudah kubilang, aku benci air. Dingin.” Jawabmu, menghela nafas panjang, kini menjadi tidak terlalu fokus dengan bahan bacaan yang berada tepat di hadapanmu itu. “‘Kan bisa mandi pakai air hangat.” Gumiya menyahut, dengan seulas senyuman samar di wajah pucatnya.
“Hangat. Nggak mau.” Kau kembali menjawab, masih enggan menatap kekasih bersurai hijau gelapmu itu. Gumiya menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan, “Lha, kamu maunya gimana sih? Hangat nggak mau, dingin nggak mau. Apa mau kusiapin air panas aja supaya kamu mendidih sekalian di dalam bak mandi?” Ujarnya kesal, sambil memijat-mijat pelipisnya. Kemungkinan ia merasa kepalanya pening.
Kau memajukan bibirmu, “Jahat.” Sepatah kata yang keluar dari mulutmu itu justru membuat Gumiya terkekeh geli, “Ya ampun. Nggak usah sok imut begitu, deh. Kalo kamunya aja males mandi begitu, nggak bakal ada yang mau sama kamu.” Gumiya berkata dengan nada mengejek di sela-sela gelak tawanya. “‘Kan masih ada kamu.” Kau menjawab dengan asal, membalik lembar halaman novel yang sedang kau baca.
Tawa Gumiya mereda, membuat suasana hening. Tidak ada satu pun dari kalian yang berkata-kata, dan tidak ada suara apa pun kecuali suara baling-baling kipas yang berputar dan suara yang kau hasilkan dari membalik-balik halaman novelmu. “...Terus kalo aku tiba-tiba ninggalin kamu, gimana?” Gumiya yang tiba-tiba melontarkan pertanyaan melenyapkan kesunyian dalam ruangan, namun tidak berdampak apa-apa terhadapmu yang masih sibuk membaca.
“Kamu nggak akan ninggalin aku.” Kau menjawab dengan santai. “Kenapa kamu sebegitu yakinnya?” Tanya Gumiya, mengangkat sebelah alisnya dengan rasa heran. “Perkataanku selalu benar.” Kau kembali menjawab, dengan sebegitu santainya.
“Udahlah. Cepat mandi sana.” Gumiya kembali memaksamu. “Nggak.” Dan kau pun membalasnya hanya dengan satu kata singkat itu. “Kalo kamu nggak mau mandi, nanti aku mandiin.” Ancam Gumiya. Namun, kau terlalu serius membaca novel, sehingga tidak terlalu menghiraukan ucapannya, “Ya udah, terserah.” Sahutmu dengan asal, yang mana membuat Gumiya kembali menghela nafas, kemudian mengangkat tubuhmu ala bridal style, membuatmu menjatuhkan novel digenggamanmu karena terkejut.
“H-Hoi! Mau ngapain? Turunin!” Ujarmu, mengamuk memaksa Gumiya untuk menurunkanmu dengan rona merah gelap di wajahmu. “Sst. Diam,” Gumiya menjawab, sepertinya tidak terlalu menghiraukan protesanmu,
“Tadi kamu bilang ‘terserah’, ‘kan? Ya udah, aku mau mandiin kamu.”
—End—
Kubiarkan kalian menggunakan imajinasi kalian untuk lanjutan drabble satu ini. ( ͡° ͜ʖ ͡°)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top