Steal Me Away

OC x OC
Commissioner: Aisurori at Twitter

Art by Aisurori (Twitter)

Gadis itu membuka pintu kamarnya dan bertemu pandang dengan para pelayan yang sedang membersihkan ruangan.

"Keluar," perintahnya yang langsung dituruti. Ketiga wanita berseragam hitam dengan celemek dan hiasan kepala berenda putih itu langsung menunduk dan segera pergi, meninggalkan Sierra yang hanya berdiri dengan ekspresi tak terbaca.

Baru ketika pintu kamar tertutup, bahu gadis belia itu bergetar. Segala emosi yang selama ini dia tahan perlahan-lahan keluar tanpa bisa kendalikan. Tanpa memiliki tenaga untuk bergerak lebih jauh dari pintu, Sierra terduduk di lantai, membiarkan gaun birunya kusut. Dia tidak lagi peduli dengan tata krama atau etiket yang sudah ditanamkan sejak kecil.

Untuk apa?

Pada akhirnya dia tetap tidak memiliki kebebasan untuk menentukan nasib. Mata biru yang berkaca-kaca itu menyapu ruang tidurnya. Sebuah ruangan mewah dengan ranjang berkanopi dan berkelambu indah, meja rias berornamen, jendela besar bergorden lilac yang meloloskan cahaya musim semi, dan pintu menuju kloset yang berisi puluhan gaun-gaun indah.

Sebuah sangkar berlapis emas, tempat Sierra menghabiskan delapan belas tahun hidupnya dalam cengkraman sang ayah.

Namun yang paling membuatnya gelisah dan kecewa adalah berita yang baru saja dia dengar setengah jam sebelumnya.

Dirinya akan bertunangan dengan Earl of Barnette. Pria berusia enam puluh tahun dengan perut buncit dan gigi kuning. Sierra memeluk dirinya sendiri ketika mengingat napas busuk berbau minuman keras yang tercium saat tua bangka itu berbicara, mengucapkan kata-kata rayuan yang membuatnya ingin muntah. Saat Sierra memandang sang ayah meminta pertolongan, berharap semua ini hanyalah kelakar tak lucu, pria yang membesarkannya itu justru memberi kabar yang membuat dunia Sierra runtuh.

Gadis itu menutup matanya dan terisak pelan. Sebutir air mata turun di pipinya yang halus bagai porselen dan butir-butir lainnya menyusul, membasahi gaun sutra yang dipakai. Seluruh kekecewaan dan kesedihan akhirnya keluar tanpa bisa dibendung. Dia menyandarkan kepalanya yang terasa berat pada lutut, membiarkan rasa lelah merengkuhnya ke dalam mimpi, sambil berharap semua masalahnya akan lenyap ketika dia bangun nanti. Dia hanya ingin menghilang, menjadi tak kasat mata dan lepas dari penjara berbentuk mansion indah ....

"Miss Sierra, makan malam telah siap." Sebuah suara menyeret gadis itu kembali ke kenyataan, disusul dengan ketukan pelan di pintu.

Dia terlonjak bangun dan menghapus air mata yang mengering. Sambil mengambil napas, dia berdiri dan menegakkan tubuh sebelum menjawab dengan suara anggun tak bercela, "Aku tidak lapar, kembalilah."

"Baik, Nona Sierra."

Sierra mendengarkan langkah-langkah yang berjalan menjauh sebelum sikap sempurnanya kembali luntur, menyisakan seorang gadis yang lelah dan tak berdaya. Malam telah turun, cahaya rembulan menggantikan matahari. Tanpa sadar, gadis itu berjalan menuju ke jendela dan membukanya, merasakan semilir angin membelai wajah. Biasanya, Sierra akan duduk membaca buku sambil menikmati embusan udara segar musim semi di sana, menghabiskan waktu dengan lembaran-lembaran kertas yang menjadi sahabat sejak ibunya meninggal. Namun Sierra tahu, malam itu dia tidak sedang ingin bersama dengan tumpukan buku. Ada seseorang yang sedang dia tunggu. Seseorang yang senantiasa mengisi malam-malam sunyi hingga dia lupa bahwa dirinya hanyalah seekor burung dalam sangkar.

"Sierra! Tidak kusangka kau begitu merindukanku dan menunggu di sini!"

Sebuah suara riang membuat Sierra menoleh. Ketika dia melihat seorang pemuda berbaju serba hitam yang mendarat mulus di balkon, tanpa sadar gadis itu tersenyum. Seketika pemuda itu terpana. Biasanya, Sierra akan membalas kunjungannya dengan teguran agar berhati-hati atau mengomelinya karena mengganggu waktu gadis itu membaca.

"Ada apa?" tanya Robin seakan bisa membaca suasana hati Sierra, membuat senyum gadis itu luntur, kembali mengingat kejadian tadi sore. Sierra mengalihkan pandangnya ke arah bulan.

Raut wajah sang pemuda menjadi serius, menyadari sesuatu yang buruk mungkin telah terjadi pada gadis itu.

"Sierra?" panggil Robin lembut. Dia mengusap sisa-sisa air mata di pipi Sierra. "Ada apa?" ulangnya.

Gadis itu tidak menghindar ketika Robin mendekatinya. Ada rasa nyaman yang sama sekali tidak dia rasakan dari pria tua bangka yang akan menjadi tunangannya. Sierra menghela napas. Dia dan Robin telah menjadi akrab hingga Sierra mendapati dia bercerita begitu banyak pada pemuda misterius berambut hitam sepundak itu. Namun kali ini, bibirnya terasa berat. Hatinya seakan tidak rela untuk mengakui bahwa takdir buruk itu terjadi padanya.

"Aku ... akan ditunangkan ...." Akhirnya kata-kata itu keluar dari mulutnya.

Bahu Robin menegang. Alisnya berkerut tajam sementara mulutnya mengatup menahan emosi. Ada kemarahan dingin yang Sierra luputkan ketika gadis itu melanjutkan cerita sambil memandang langit.

"Dengan Earl of Barnette ...," lanjut Sierra muram. "Dua minggu lagi pertunangan itu akan diumumkan dalam pesta yang diadakan di manor Barnette dan aku tidak bisa menghindarinya. Aku ...."

Kata-kata Sierra mengecil hingga hilang tertiup angin di ujung kalimat. Matanya kembali berkaca-kaca. Dia berusaha menahan suaranya agar tidak bergetar, tapi tetap saja, dia terdengar seperti akan menangis.

"Bawa aku pergi, Robin." Sierra akhirnya menatap pemuda itu sambil tersenyum pedih. "Aku tidak mau menjadi burung dalam sangkar yang dijual pada pembeli yang bersedia membayar mahal."

Bahu Robin yang semula tegang, langsung turun. Mata coklatnya memantulkan kepedihan yang sama dengan yang terlukis di tatapan Sierra. Dia terdiam, yang diartikan oleh Sierra sebagai ketidaksetujuan. Gadis itu menundukkan kepala dan memeluk dirinya sendiri, menghancurkan harapan kecil yang sempat muncul dalam benaknya. Robin hanyalah seorang pencuri, sama sekali bukan lawan yang sepadan bagi seorang baron dan earl. Sierra juga tidak mau membayangkan Robin terluka karenanya. Tidak, lebih baik dia menghadapi masalah ini seorang diri. Sama seperti dia telah bertahan hidup selama lima belas tahun sejak satu-satunya orang yang mencintainya di rumah itu meninggal, dirinya pasti bisa menghadapi seorang suami yang tidak dia cintai.

"Lupakan, Robin," ucap Sierra akhirnya. "Aku hanya berharap, jika aku sudah pindah ke Manor Barnette, kau bisa mengunjungiku sesekali. Mungkin dengan demikian, aku bisa menemukan cara untuk bisa menerima pernikahan ini dengan lebih rela ...."

"Tidak," potong Robin. Dia meraih tangan kanan Sierra dan mengecupnya pelan. Sebuah senyum jahil yang familiar membuat Sierra tertegun. "Kau baru saja memberiku sebuah tugas yang tentu saja aku terima dengan senang hati. Aku, Robin Hood yang keren ini, akan mencurimu dari sini."

Sierra tertawa pelan. Tawa pertamanya sejak dia mendapatkan berita buruk itu. Dia menatap pemuda di hadapannya dengan kelegaan. Ketika Robin mengedipkan sebelah mata penuh percaya diri, Sierra tersenyum lebar. Dia tidak tahu apakah Robin akan berhasil atau tidak, tapi dia ingin mempercayai sang pencuri yang berkelakar bisa mencuri apa pun di dunia.


Namun selama dua minggu berikutnya, Sierra sama sekali tidak melihat tindakan nyata dari janji Robin. Pemuda itu bahkan tidak mengunjunginya lagi sejak saat itu, membiarkan Sierra sendirian menghadapi persiapan pertunangan yang lebih parah dari mimpi buruknya. Earl of Barnette memintanya memakai gaun berwarna merah tua dengan desain terlalu terbuka. Belum lagi tatapan pria tua itu seperti menelanjanginya setiap kali mereka bertemu, membuat Sierra merasa jijik. Ayahnya sama sekali tidak mencegah ketika Sierra berusaha dicium oleh tua bangka itu. Hanya dengan alasan bahwa dia tidak enak badan lah dia berhasil melarikan diri dari bencana tersebut.

Malam-malam berlalu dengan lamban dan menyakitkan. Sierra kehilangan nafsu makan dan keinginan tidurnya seakan lenyap. Gadis itu memilih duduk di dekat balkon, berharap hari itu Robin datang dan membawanya pergi, tapi bahkan ketika dia berjaga hingga subuh, bahkan bayangan pemuda itu tidak tampak. Seiring berjalan waktu, harapan Sierra terkikis. Ada malam-malam di mana dia merasa begitu kecewa dan marah pada Robin karena membuatnya percaya, namun ada malam-malam di mana rasa khawatir menumpulkan perasaan lainnya. Sierra tidak bisa membayangkan Robin tertangkap oleh ayahnya atau Earl.

Satu-satunya yang membuat Sierra lebih tenang hanyalah ayahnya tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia menangkap seseorang.

"Nona, Anda tampak pucat. Saya akan menambahkan riasan lebih banyak," ucap sang pelayan yang bertugas mendandani Sierra.

Gadis itu tidak menjawab dan hanya memandang cermin dengan kuyu. Malam sebelumnya dia sama sekali tidak terlelap, membuat kantung mata hitam menggantung kelam di bawah kelopak. Pipinya terlihat cekung dan bibirnya pucat. Tidak ada binar bahagia di mata birunya yang kusam. Sierra merasa kosong.

Bahkan di saat terakhir, Robin tidak menepati janjinya. Sierra merasa hidupnya sudah berakhir. Setelah hari ini, dia akan mematikan semua perasaannya, mungkin dengan demikian dia bisa melewati mimpi buruk ini dan suatu ketika akan terjaga. Mungkin ketika suaminya meninggal karena usia.

Sierra menertawakan dirinya dalam hati. Itu hanya harapan kosong.

Pada akhirnya dia tidak bisa melakukan apa pun dan hanya bisa menjalankan keinginan sang ayah.

"Sudah selesai," ucap sang pelayan puas memandangi kecantikan Sierra di cermin. Rambut platinum blondenya disanggul menampilkan lehernya yang jenjang turun hingga ke punggungnya yang terbuka. Seluruh noda kelelahan tertutup sempurna, hanya mata biru redup yang menandakan bahwa gadis itu enggan menjalani semua ini.

Bagaikan boneka, Sierra bangkit dari kursi rias dan keluar dari kamar. Dia naik kereta kuda ke kediaman Earl of Barnette bersama sang ayah yang terus berceloteh tentang keuntungan yang dia dapatkan dari pernikahan ini, membuat Sierra mual. Pria itu sama sekali tidak memandangnya sebagai manusia, hanya alat untuk memperluas koneksi bisnis. Sierra memandang ke luar jendela, mungkin jika dia melompat keluar dari kereta ini, segalanya akan berubah. Namun, lagi-lagi dia urung. Sierra tidak tahu, apakah itu karena dia masih berharap Robin datang dan membawanya pergi atau karena dia hanya terlalu takut.

Apa pun itu, Sierra tetap menjadi anak yang patuh hingga kereta berhenti di depan semua mansion besar dengan puluhan kereta kuda mengantri masuk. Sebagai bintang utama pesta, Sierra dan sang ayah mendapatkan jalur khusus. Kereta mereka melewati puluhan antrian tamu dan berhenti di depan pintu utama. Sierra turun dan di-escort menuju ruang pesta. Dia merasa risih dengan gaun merah yang dipakainya tapi tetap berusaha menampilkan sosok sempurna putri seorang baron.

"Calon pengantinku yang cantik!" sambut sang earl sambil tersenyum memamerkan gigi kuningnya yang tidak rata. Dia mengambil tangan Sierra dan mengecupnya erat, lebih lama dari yang seharusnya., membuat gadis itu berjengit. Ingin sekali dia menarik tangannya dengan jijik. Rasanya sungguh berbeda ketika Robin yang melakukannya. Si tua bangka itu menggiring Sierra masuk dengan tangan menyentuh punggung Sierra yang terbuka, membelai kulit Sierra dengan cabul membuat gadis itu bergidik. Sierra menutup mata menahan rasa ingin muntah. Dia hanya berharap malapetaka ini segera berakhir.

Earl of Barnette membawa Sierra menaiki tangga ganda yang juga menjadi podium. Dengan wajah penuh senyum memuakkan, dia mengetuk gelas sampanye dengan sendok kecil, menarik perhatian para tamu yang sedang berceloteh dan berdansa. Musik segera berhenti dan Sierra menjadi pusat perhatian. Di bawah tatapan ingin tahu semua orang, dia menghilang saja.

"Para tamu-"

"Duke of Woodrow memasuki ruang pesta!"

Earl of Barnette memandang seorang pria dengan rambut hitam sepundak yang diikat rapi dalam ikatan tunggal masuk. Bajunya berwarna putih, megah, lengkap dengan tanda jasa yang diberikan langsung oleh raja dan jubah ungu, menunjukkan posisinya sebagai kepercayaan istana. Wajah pria tua itu berubah dari terkejut, kesal lalu tersenyum menjilat. Sierra yang berdiri di sampingnya juga menatap tamu dadakan yang muncul itu. Sierra mengerjapkan mata beberapa saat. Dia pernah bertemu bangsawan itu beberapa kali tapi tidak menyangka sang duke datang di pesta ini..

"Maafkan ketidaksopananku. Aku mendengar kalau Earl of Barnette mengadakan pesta besar-besaran untuk mengumumkan pertunangannya dengan selir yang ke ... lima?" ucap sang duke membuat desas-desus memenuhi ruangan.

Sierra terkesiap, dia tidak pernah mendengar ini. Tangannya terasa dingin ketika dia memandang tua bangka di sampingnya. Matanya terbelalak tidak percaya. Tidak hanya dia harus menghabiskan sisa hidup bersama pria yang tidak dia cintai, dia juga tidak mendapatkan jaminan bahwa dirinya menjadi istri sah.

Gelegak amarah dan emosi naik dari dadanya, membuat mata birunya terasa panas. Dia memandang ke arah sang ayah yang tampaknya tidak terkejut dengan kenyataan ini. Ayahnya benar-benar menganggap Sierra hanya komoditas, membuat Sierra merasa bodoh karena selama ini percaya ayahnya setidaknya masih memiliki sedikit rasa sayang.

"Tapi sayang sekali, aku tidak merasa pesta ini adalah pesta yang layak, terutama bila sang calon tunangan adalah seorang gadis yang begitu cantik." Tatapan sang duke terarah pada Sierra sambil mengedipkan sebelah mata.

Kedipan itu membuat Sierra tertegun. Dia pernah melihat ekspresi itu.

"Maafkan saya jika pesta saya tidak seindah pesta-pesta di ibukota." Earl of Barnette melangkah turun dan memberi hormat pada bangsawan yang lebih berkuasa.

"Tenang saja, aku tahu bagaimana membuat pesta ini lebih meriah. Prajurit!"

Seketika dari belakangnya muncul selusin prajurit pribadi menerobos masuk dan segera mengamankan Earl of Barnette dan ayah Sierra. Lebih banyak prajurit lain datang dan mengendalikan situasi, menahan para pengawal earl. Dalam sekejap, suasana di ruang pesta itu menjadi senyap.

"Earl of Barnette dan Baron of Everhart, kalian ditangkap karena melakukan penjualan ilegal atas barang-barang yang dilarang oleh raja dan penggelapan pajak serta kelalaian dalam mengatur wilayah kalian. Sesuai dengan dekrit raja, kalian akan dibawa ke ibukota dan diadili menurut hukum yang berlaku, serta seluruh harta kalian akan dibekukan untuk diinvestigasi. Segala ucapan kalian dapat digunakan untuk memberatkan kalian."

Sang duke menjetikkan jari dan para prajurit membawa dua orang yang bersalah itu keluar beserta dengan mereka yang melawan. Untuk sesaat, keadaan di ruang pesta itu sunyi. Sierra memandang Duke of Woodrow tanpa berkedip. Hanya dengan satu kalimat, hidup Sierra berubah, keluarganya menjadi tahanan dan pertunangannya dibatalkan. Dia tidak tahu bagaimana nasibnya kelak.

Sebelum gadis itu mencerna apa yang terjadi, sang duke berjalan ke arahnya yang masih berdiri di tangga ganda sambil tersenyum percaya diri. Jantung Sierra berdebar kencang. Dia mengenal senyum itu tapi rasanya tidak mungkin jika dugaannya benar.

"Para tamu yang terhormat, hari ini tetap akan ada pesta pertunangan. Aku, Daniel Woodrow, melamar Sierra Everhart untuk menjadi istriku." Pemuda itu mengeluarkan kotak cincin dari saku belakang celana dan membukanya di depan Sierra.

Gadis berambut pirang itu hanya bisa mengerjapkan mata tidak percaya. Pada saat itu, Daniel mendekatkan bibirnya ke telinga Sierra membuat wajah gadis itu memerah merasakan embusan napas berbau mint itu.

"Bukankah sudah kubilang aku akan mencurimu?"

Sierra membelalakkan mata dan menahan napas. Hanya ada satu orang yang mengerti tentang pertemuan rahasia di malam hari serta janji yang hanya diucapkan oleh satu-satunya pencuri yang mencuri hatinya.

Gadis itu menoleh untuk memandangi wajah Daniel dan dia menemukan garis-garis wajah Robin.

"Maaf aku sedikit terlambat, perlu investigasi detil agar aku bisa menyeret ayah dan mantan calon tunanganmu ke penjara." Daniel menyematkan cincin berlian ke jari manis Sierra.

"Sa-saya belum setuju ...."

"Dalam pencurian tidak ada persetujuan," ucap Daniel sambil mengedipkan sebelah matanya membuat Sierra kembali kehilangan kata-kata.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top