7 : Monster Ular

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.

Hutan yang berada tidak jauh dari pelabuhan terlihat sangat menyeramkan. Hutan Oxs namanya. Sinar matahari tak lagi menyinari bumi, hanya kilatan warna oren yang berada di ujung barat. Tidak ada cahaya yang menembus kegelapan hutan, membuat luas hutan ini tidak diketahui.

Krak.

Dark.

Bram.

Mendongak ke langit, banyak burung berpergian pergi setelah mendengar itu, membunyikan suara mereka yang kecil menjadi riuh di cakrawala. Masih dengan perasaan tenang, ia mengikat kudanya di salah satu pohon yang berada di pinggiran hutan, Kallen mengawasi sekitar hutan dengan intens.

Bunyi-bunyian yang sangat ramai berada di sisi hutan yang dalam, jauh dari tengah-tengah hutan, apakah ada pertarungan di sana hingga terdengar sampai sini?

Menoleh ke belakang, beberapa orang yang berjalan menuju pelabuhan, atau ke dalam desa menatap dirinya penuh tanda tanya. Yang ia cari bukanlah penduduk melainkan Arden yang belum juga sampai ke hutan hingga saat ini. Mungkin sudah sepuluh menit ia menunggu di depan hutan.

"Guk!"

Lefko menggonggong agak keras ketika bunyi di dalam hutan kian nyaring, dengan segera ia peluk tubuh mungil anjing berwarna putih dan ia bawa pergi memasuki hutan. Kallen melangkahkan kaki masuk ke dalam hutan, tangan kanannya terjulur ke depan mengeluarkan kekuatan cahaya yang membuat kegelapan hutan sedikit tersingkap oleh cahaya dari tangan kanan Kallen.

Langkah Kallen terus menuju ke depan, mengarah pada jantung hutan, meski suara di pinggir lain juga membuatnya ingin tahu. Sepanjang perjalanan ia menuju tengah-tengah hutan, banyak binatang yang berhasil ia pandang, bunyi-bunyian yang mengerikan dari berbagai arah, serta adanya aura mengerikan yang muncul dari sisi kanan hutan.

Lefko yang berada di pelukan Kallen bahkan memilih menyembunyikan diri di celah-celah lipatan tangan pemiliknya.

Semakin dia masuk ke dalam hutan, semakin besar aura jahat yang ia rasakan, membuat Kallen harus berwaspada. Berkali-kali Kallen harus memutar badan menghadap seluruh arah mata angin demi menerangi bagian-bagian hutan yang gelap, tujuannya supaya ia mampu melihat apakah ada hal mencurigakan yang berada di sisinya.

Blark.

Langit berubah menjadi merah penuh petir, mata Kallen menatap arah cahaya mengerikan itu dari sisi kanan hutan yang paling dalam, ia yakin di dalam sana ada peperangan yang luar biasa hingga menciptakan efek sihir yang begitu mengerikan.

Brugh.

"Beeeh!"

"Sakit!"

"Kepalaku pusing!"

"Minggir dari atasku, sialan!"

Terkejut dengan suara-suara tak asing di belakangnya, Kallen membalik badan, menemukan kawanan Arden yang sedang tumpang tindih di atas tanah. Sepertinya Arden dengan ugal-ugalan membawa mereka di atas kudanya dan barusan kuda itu berhenti mendadak sehingga semua penumpang terjatuh terkecuali Arden.

Arden yang sedang membantu teman-temannya berdiri menatap langit dengan tatapan curiga, pelan-pelan ia memerhatikan Kallen yang juga fokus kepada langit yang terus berubah-ubah warna di petang hari.

"Sepertinya di dalam ada pertempuran, apa kita perlu memastikan?" tanya Arden kepada seseorang yang berdiri paling depan.

Ed berdiri dengan punggung condong ke depan. "Ini terlalu berbahaya, lebih baik kita tunda sampai besok pagi."

Sesungguhnya Ed takut dengan kondisi mereka yang berada di dalam hutan. Apalagi hutan ini terasa sangat jahat, meskipun Kallen mengaktifkan kekuatan cahaya dan hutan di sekitar mereka menjadi lebih terang, akan tetapi tetap saja tak bisa membuat Ed kehilangan rasa takutnya.

Kallen hanya melirik Ed yang sedang memprotes, kembali menghadap depan, mata tajam Kallen membelah suramnya hutan demi bisa memfokuskan dengan jalanan.

"Lebih baik kita ke tempat batu segel, tujuan kita hanya ke batu segel bukan berurusan dengan pertempuran. Ingat ucapan Tuan Gerald, kita menjalani misi yang dipenuhi rintangan, jika kita bisa menghindari rintangan itu akan lebih baik."

Setelah mendengarkan ucapan Kallen, mereka semua secara bersama-sama pergi ke tengah hutan, mendekati awal perjalanan mereka. Di tengah hutan nantilah perjalanan mereka yang sesungguhnya akan dimulai, oleh karena itu Kallen harus menyiapkan diri dengan apa yang ada di tengah hutan.

Batu bulat besar yang diikat oleh satu tali tambang berwarna cokelat dengan tulisan-tulisan kuno yang menempel pada batu, sudah dipastikan batu inilah yang disebut batu segel. Di sisi lain tidak ada bekas pertarungan sama sekali, pepohonan masih terjaga, dan tanah tidak menunjukkan goresan apapun.

Kallen menatap curiga tiap sudut hutan, ada yang tidak masuk akal!

Tangan Kallen dengan berani menyentuh permukaan batu dibarengi dengan Lefko yang melompat turun dan mengelilingi batu.

"Batu ini apa memiliki harga tinggi? Wah, teksturnya lembut!" Ed menyentuh permukaan batu dengan kedua telapak tangannya, wajah tampan Ed kini dipenuhi kebahagiaan.

"Apa akan kau jual ke pelelangan?" tanggap Byron dengan senyum miring, tentu saja yang ditanggapi Ed dengan anggukan.

Guncangan tanah mereka rasakan, serentak keenam iblis itu mencari pijakan untuk tetap mengokohkan diri.

Kallen tidak menemukan sesuatu untuk menahan tubuhnya, sehingga ia menancapkan kakinya semakin dalam ke dasar tanah menggunakan sihir tanahnya, dan ia bersiap akan mendapatkan kejutan mematikan.

Benar saja. Seekor ular besar berwarna gelap melilit sebuah pohon hingga rusak. Tinggi ular itu lebih dari menara mercusuar. Aura menekan dari ular itu membuat tujuh iblis dengan umur rata-rata masih delapan belas tahun itu tak bisa berkutik, aura itu lebih kuat dari siapapun, lebih mengerikan dari milik siapapun. Baru pertama kali ini mereka merasakan hal mengerikan di dalam hidup mereka.

Gary hampir jatuh tersungkur jika tidak ditolong Drake. Dia mengaku telah kalah sebelum berperang.

Sedangkan Ed berdiri kaku di tempat. Matanya menatap monster yang baru saja muncul di hadapan mereka. Tidak ada satu inci pada tubuhnya mau digerakkan. Ia seolah mati dalam kondisi berdiri, kondisi paling buruknya adalah saat ini, bahkan pelan-pelan kulitnya mulai memucat.

Jika diperhatikan lebih teliti, ular itu memiliki sisik berwarna biru tua, kepalanya bak dihiasi oleh mahkota duri, mata ular itu merah menyalak, ukurannya yang mampu memeluk gunung menakut-nakuti siapapun yang melihatnya. Dia tak hanya sekedar monster, Kallen bisa merasakan kekuatan tak masuk akal milik ular tersebut, jika boleh jujur mereka takkan bisa mengalahkan monster iblis ini.

"Apa kita harus melawan monster itu?!!" Ed menjerit dalam batin, matanya bergulir pelan menuju Cade dan Arden yang tak bergerak sama sekali. Keringat dingin bergerak cepat menuruni keningnya, Ed merasa hartanya takkan bisa menyelamatkan ia dari buruan hewan besar di hadapan mereka semua ini.

"A-apa i-tu iblis yang tersegel?" tanya Drake dengan nada yang bergetar tidak karuan, dia merasa takut hanya dengan merasakan aura jahat dari iblis ular itu. Kakinya bergetar hendak melangkah mundur, tetapi nalurinya berkata lebih baik diam daripada dimangsa ketika berusaha melarikan diri.

Arden tak menanggapi meski jarak berdirinya dekat dengan Drake, ia hanya bisa mendongak menatap takut pada monster ular.

Kallen berpikir keras. Apa yang harus ia lakukan? Menyerang atau kabur?

Ular itu mendekatkan wajahnya kepada sejumlah iblis di depannya. "Apa kalian yang telah mencuri Tuanku?!"

Suara besar mengerikan menggema, membuat tujuh iblis bernyali ciut. Terlebih Gary dan Ed ingin sekali pergi dari sini.

Tak mendapat balasan, monster ular tersebut segera bergerak cepat untuk mencari jawaban, membuat Kallen dan kawan-kawan segera berlari dengan kekuatan penuh, menghindari kejaran ular itu.

Kallen menatap sekeliling, anjingnya ikut berlari ketakutan bersama mereka, sekarang apa yang ia lakukan? Iblis itu bukan yang disegel, sepertinya iblis yang disegel telah dibawa oleh pemburu iblis yang dikatakan oleh pelayan kedai tadi.

Sial, Kallen tidak pandai berpikir mencari jalan keluar. "Kalian pergilah, biar aku yang menghadapi monster itu!" Namun, ia yakin dengan kekuatannya, bahwa ia bisa mengalahkan iblis ini, karena dari antara mereka bertujuh hanya dirinyalah yang memiliki kekuatan terbesar. Mungkin.

Arden berhenti melangkah, ia memutar balik tubuhnya menghadap Kallen yang sudah berhenti dan berhadapan dengan monster itu. Baginya sebagai calon raja iblis, tak seharusnya berlari seperti ini, tindakan Kallen yang begitu berani menyadarkan dirinya betapa ia tak berguna dengan kata-kata sangarnya mengenai impiannya.

Merasa membohongi diri sendiri dengan keinginannya, Arden berdecak keras memaki dirinya sendiri sebab tak seberani Kallen.

"Kita tidak bisa terus berlari, kita harus mengalahkan iblis itu!" seru Arden pada teman-temannya, mencoba menghapus rasa kecewa pada diri sendiri dengan menggunakan wajah datarnya.

"Kita harus kabur!" teriak Byron yang sudah berhasil menjauh.

"Kau gila? Kita akan mati jika melawan dia!" Wajah Ed begitu tertekan, matanya melotot tajam kepada Arden, dia kembali berjalan pergi tidak memedulikan perintah Arden.

Kallen tak begitu peduli dengan orang-orang yang berada di belakang punggungnya, entah akan membantunya atau pergi tanpa belas kasih, yang Kallen pikirkan adalah ia harus menghentikan iblis ini sebelum memasuki desa. Akan bahaya jika ular sebesar gunung ini memasuki kawasan warga.

Ular itu berhenti sejenak, menatap Kallen yang berdiri tegak seolah menentangnya. "Katakan di mana Tuanku berada! Berani sekali kalian---"

"Kami tidak tahu tuanmu berada, kami tidak memiliki urusan dengan tuanmu, kami datang ke sini karena kabar batu segel yang terlepas!" seru Kallen sambil menahan tekanan iblis itu yang semakin memberat, sungguh kekuatan luar biasa yang mampu membuat makhluk lain merasa sangat berat hanya karena auranya.

Iblis itu tak menanggapi. Dia tak mempercayai ucapan Kallen. Ekor besar yang ia punya digerakkan untuk menebang tubuh Kallen, tetapi sebuah kekuatan yang cukup besar berhasil mementalkan ekornya. Ular itu menyipitkan mata, berusaha terus menerjang kekuatan Kallen yang menahan dirinya.

Sebuah perisai sihir berwarna ungu Kallen keluarkan untuk menahan serangan ekor ular, kakinya menancap di tanah demi tak terpental ke arah belakang, menggeram menahan kekalahan Kallen terus memforsir seluruh kekuatannya pada perisai perlindungan. Matanya melirik ke samping, jika ada kesempatan lepas dari situasi ini, ia akan mengambil celah untuk kabur dan melawan.

Arden, Cade, Gary, Ed, Byron, dan Cade terdiam dengan mata silau melihat Kallen menahan sendiri serangan ular itu menggunakan kekuatan perisai sihir berwarna ungu yang sekarang menjadi perisai yang memancarkan cahaya. Membuat seluruh permukaan hutan yang mereka tepati saat ini terasa seperti sudah pagi.

Kallen menancapkan kaki di tanah, menahan ekor ular raksasa dengan menggunakan pedang cahaya yang ia ciptakan, ia merubah model bertahannya supaya bisa menyerang; sebab menunggu kesempatan untuk menyerang dari jarak jauh cukuplah sulit, kemudian berusaha untuk tidak jatuh sebab kekuatan ular jauh lebih besar darinya.

Arden melirik teman-temannya. Berteriak, "Aku tak tahu apa yang kalian pikirkan, tetapi jika kalian tidak ingin tanah lahir kalian dibumihanguskan oleh iblis itu, kita harus membantu Kallen!" Kemudian dia terbang menggunakan sayap api berwarna kuning keemasan, membuat teman-temannya merasa kagum dan mengikuti jejaknya.

"Dasar sialan! Kau berucap seolah-olah kita bukan iblis!" umpat Byron kepada Arden.

Kallen melompat jauh dari asalnya, menghindari ekor yang sudah tak bisa ia tahan, kepalanya mendongak demi menatap Arden yang sekarang memburu ular itu menggunakan kekuatan api pheonix. Mengusap peluh di wajahnya, Kallen tak bisa harus berdiam diri, ia berlari ke sisi lain, kemudian menyerang dari sisi lain menggunakan sihir golem tanah yang ia lapisi dengan zirah api dan besi.

Arden merengut tak suka, berkali-kali ia menyerang kepala ular menggunakan sihir paling besarnya hingga menimbulkan ledakan, tetapi kepala ular itu tidak pecah-pecah. Matanya melirik Kallen, baginya dia itu cukup luar biasa sebab mampu menggunakan banyak sihir dalam sekali waktu.

"Kalian tak bisa membunuhku hanya dengan menggunakan sihir kecil kalian," gerutu sang ular yang menatap bosan tujuh makhluk mirip kurcaci yang mengeroyok dirinya.

Dari Byron yang memiliki sihir cahaya berusaha menanamkan panah cahaya ke seluruh tubuhnya berharap akan tembus, pemilik elemen air yakni Ed yang sedang berkolaborasi dengan Drake si pemilik elemen es; keduanya berusaha memotong ekornya. Cade yang memakai golem sihir serupa seperti milik Kallen hanya saja dilapisi kekuatan petir milik Gary sedang berusaha menembus jantungnya.

Menurut pandangan ular, kerjasama tim ini cukup bagus, hanya saja kekuatan mereka tak sebanding dengan dirinya. Terlebih selain Kallen, semua sihir mereka di bawah rata-rata.

Kallen berhenti sejenak, ia sentuh kulit bersisik ular ini, lembut dan mengkilap. "Apa sisik ini anti sihir?" curiganya dikarenakan segala jenis elemen sihir telah ia keluarkan demi menembus sisik ular ini, bahkan ia mencari bagian terlunak untuk ia tancapi sihir, tetapi semua metodenya gagal.

Melepas seluruh sihirnya, seketika tubuh Kallen oleng ke belakang hampir jatuh, dia telah kehabisan tenaga sebab seluruh energinya telah ia keluarkan. Energi sihirnya takkan bisa bertahan lebih lama lagi.

Menahan diri supaya tidak pingsan, Kallen mengambil pedang yang selama ini ia sarungkan di sisi tubuhnya.

Jika pedang yang berasal dari sihir tak bisa melukai ular ini, maka pedang yang tanpa sihir mungkin memiliki celah untuk melukai. Tanpa pikiran niat coba-coba, Kallen langsung berlari menuju bagian bawah ular mencari bagian terlunak, menarik pedang yang ia sarungkan di sisi tubuhnya, dengan serangan bertubi-tubi Kallen menusuk perut ular.

Benar saja, tubuh itu kini terluka. Auman ular itu menguat, membuat semuanya harus menutup telinga demi menghindari suara bising mengerikan. Kallen tersenyum senang, ia langsung menusukkan pedangnya mengarah pada jantung ular itu.

"Eh, ini jantung bukan sih?" tanyanya pada diri sendiri.

Merasa konyol dengan dirinya sendiri, Kallen melirik ke Lefko yang bersembunyi di balik pohon, ia harap hewan peliharaannya tak melihat kelakuan tuannya.

Geraman ular semakin keras, tubuh ular itu menggeliat membuat tanah kembali bergetar hebat.

Arden yang berada di atas kepala ular berusaha untuk tidak jatuh ke tanah, ia dengan tanpa sungkan memeluk kepala ular yang menoleh ke sana-sini.

"Teman-teman, jangan memakai sihir, lukai dia dengan senjata biasa!" perintah Arden sambil mengeluarkan pedang dari sarungnya.

Mendengar suara keras Arden yang tertutup oleh suara nyaring ular, teman-teman Arden segera mengambil keputusan untuk merobek tubuh bagian ular dengan pedang, kapak, serta berbagai jenis senjata yang mereka bawa dari rumah.

Arden tersenyum senang, mengawasi Kallen juga mendapat ilmu baru. Ditancapkannyalah mata pedang kepada mata kanan ular, membuat ular itu menjerit kesakitan dengan mulut terbuka lebar, yang kemudian melemparkan Arden ke tanah membuat iblis pemilik kekuatan pheonix itu terbatuk darah sebab tubuhnya terhempas ke tanah dengan begitu kencangnya.

"Arden!" teriak Cade.

Dalam tubuh yang terasa remuk, Arden mendudukkan diri, menatap bangga pada mata ular yang sekarang dipenuhi darah yang tak mau berhenti. Arden menyeringai.

"Berani-beraninya kalian!!!" amuk ular itu sambil menggerakkan tubuhnya lincah, demi mengusir musuh-musuhnya dari sisi tubuhnya.

"Kalian benar-benar mengganggu!" Mata ular itu berubah menjadi ungu terang dengan bercampur merah, detik berikutnya aura mengerikan kembali muncul, disusul dengan tubuh ketujuh makhluk kecil yang mulai mencium tanah.

Ular itu mengeluarkan sihir gravitasi, yang membuat musuhnya ditarik gaya gravitasi bumi dengan begitu kencangnya.

Kallen dan yang lain berusaha keluar dari efek sihir gravitasi, tetapi semakin mereka berusaha semakin juga mereka merasa tertarik ke bawah. Dada mereka tertekan, tubuh mereka ditarik begitu kuat ke dalam tanah, bahkan mereka sampai muntah darah karena tubuh mereka ikut tertekan oleh gravitasi.

"Grakkk!"

"Ackkhh!"

"Arkkk!"

Kallen memejamkan mata, telinganya mendengar suara Arden, Cade, dan Drake yang muntah darah. Mereka semua kesakitan dengan erangan-erangan yang menyakitkan.

Kallen sendiri juga telah muntah darah tetapi tak bersuara. Ia menatap ketus pada ular yang tampak bahagia dengan penderitaan mereka. Jika dirinya tak bisa melawan ular brengsek di depannya ini, maka ia tak bisa menjadi raja iblis!

Tangan kanannya mengepal. Matanya menajam. Kemudian tangan kanannya yang mengepal ia pukulkan ke tanah. Saat itu juga ia tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi. Kallen berdiri terhuyung sambil mengelap darah dari mulutnya.

"Aku takkan kalah di hadapan ular sepertimu!"

Ular itu mendelik. "Bagaimana bisa?!"

Teman-teman Kallen juga terkaget-kaget melihat Kallen bisa berjalan dengan leluasa di bawah tekanan gravitasi yang luar biasa hebatnya ini.

Kallen menggunakan sihir gravitasi juga, ia tidak terlalu banyak berpikir apakah sihir gravitasi bisa dilawan dengan sihir yang serupa. Ia hanya berasumsi jika ia mengeluarkan sihir gravitasi di sekitar tubuhnya dengan kekuatan yang sedikit menyerupai kekuatan sang ular, mungkin saja ia bisa tidak terpengaruh dengan sihir ular itu.

Saat ini Kallen merasa bangga pada dirinya sendiri sebab asumsinya benar, akan tetapi sihir yang ia pakai terlalu banyak mengonsumsi energi di dalam tubuhnya, pun tekanan dari sihir gravitasi monster ular masih mempengaruhi Kallen---langkah kakinya masih terasa berat meski ia mampu melawan sihir itu.

Perbandingan kekuatan antara monster ular dan Kallen terlampau jauh, dia sadar bahwasanya ia terlalu sombong untuk mengatakan bahwa dialah yang paling kuat dengan sihir berjumlah banyak. Nyatanya meskipun ia memiliki sihir tiada tara dibandingkan teman-temannya, jika tidak memiliki pengalaman serta kontrol sebaik monster ular, ia takkan bisa menang melawan siapapun.

Kallen sadar akan itu, tetapi sekarang bukan waktunya mencemaskan kesombongannya!

Mata Kallen menatap tajam ular itu, kemudian menyeringai sinis. "Jika aku tidak bisa mengalahkan dirimu di sini, maka aku takkan sanggup mengejar cita-citaku sebagai raja iblis!"

Marah.

Ular itu marah dengan ucapan Kallen.

Raja iblis! tidak ada yang lebih pantas menjadi raja iblis selain tuannya. Segera ular itu mengeluarkan asap yang berisikan racun, Kallen meniadakan racun itu dalam sekejap, tetapi ia melupakan ada Ed dan Cade yang sudah menghirup asap itu sebab lokasi dua iblis itu dekat dengan kepala sang ular.

Kini Ed dan Cade selain merasa tertekan dengan gravitasi, mereka juga merasa sesak napas akibat teracuni.

Kallen berusaha keras untuk meniadakan gravitasi milik ular itu sepenuhnya dengan menggunakan kemampuan anti-sihir miliknya, tetapi upayanya gagal, mungkin ia tak terlalu lihai memperluas jaringan anti-sihirnya.

Ia baru ingat, pernah belajar sihir yang serupa dengan kekuatan sisik ular itu, ketika tadi dalam kondisi tertekan oleh sihir gravitasi sang ular.

Ular itu terkekeh, berkata penuh desisan, "Hey, aku akui kau kuat dengan kemampuan rahasiamu itu. Namun, dirimu yang sekarang takkan bisa menandingi diriku ataupun raja iblis!"

Kallen melotot horor ketika di atasnya secara tiba-tiba ada ekor besar yang membuat ia langsung tertimpa. Ular itu meski badannya besar, dia memiliki kecepatan yang seperti cahaya dan suara. Luar biasa. Kallen akui ini musuh yang terlalu kuat.

Ular itu menyeringai setelah melihat Kallen tertancap di bawah tanah dengan hanya memunculkan kepalanya.

"Kau hanya bisa menetralkan apa yang belum masuk ke dalam dirimu, tetapi kau tak bisa menetralkan apa yang sudah masuk ke dalam dirimu." Kemudian ular bergerak cepat, melindas tubuh Arden dan Drake dengan begitu mudahnya, memakan Ed dan Cade tanpa ada penolakan, serta menghancurkan tubuh Byron dan Gary hingga tak berwujud menggunakan sihir gravitasi miliknya.

Darah seolah menjadi hujan paling indah di hutan ini. Pepohonan yang tumbang akibat pergerakan ular menjadi penuh dengan warna merah. Lukisan traumatis ini mungkin adalah tayangan terakhir yang Kallen lihat sebelum dia binasa sebelum meraih impiannya.

"Jika aku menemukanmu lagi, akan aku binasakan dirimu." Kemudian wujud ular itu menghilang.

Warna biru tua mata Kallen tergambar jelas setiap proses teman-temannya menjemput hari terakhir mereka, tak berkedip sekalipun ada yang berusaha meraih dirinya dalam kejauhan, ironisnya dia hanya menjadi penonton di sisi lain.

Jantung Kallen terasa sakit, amat perih hingga rasanya mau meledak. Ia tidak tahu jika ekor ular itu mengandung racun yang sekarang masuk ke dalam tubuhnya. Ada yang lebih sakit dibandingkan mengetahui fakta bahwa ia keracunan hampir mati, atau ia yang masih terlalu lemah untuk berangan menjadi raja iblis----

---yakni melihat mata Cade dan Ed yang meminta pertolongan pada dirinya sebelum dimakan ular itu, wajah ketakutan Byron dan Gary sebelum mereka hancur berkeping-keping, kepasrahan Drake saat ditimpa tubuh ular besar itu, serta ucapan terimakasih Arden sebelum dia mengalami apa yang dialami Drake.

Meskipun ia merasa kehilangan, meskipun ia membenci akan kehilangan, wajahnya tetap terlihat dingin, dan matanya tak bereaksi apapun.

Sebab di masalalu ia pernah melakukan hal serupa. Sebagai pelaku, bukan korban.

Pelan-pelan pandangannya mengabur, entah ia bisa menatap matahari atau tidak di esok hari. Kallen tak peduli akan nyawanya saat ini.

Kepala Kallen tertunduk, matanya tertutup rapat, darah mengucur deras keluar dari dalam mulutnya, racun telah bekerja merusak jaringan tubuhnya.

Lefko datang dengan menggonggong hebat, mendatangi tuannya berusaha membangunkan, akan tetapi Kallen tak segera bangun membuat Lefko semakin melolong sambil memutari tubuh tuannya.

Menjilat pipi Kallen, menggigitnya kecil-kecil, Lefko diserang panik sebab yang memiliki dirinya tak segera bangun.

Merasa putus asa, Lefko juga menghampiri mayat teman-teman Kallen, menggonggong dengan lantang, tetapi hasilnya sama saja. Mereka semua tidak bereaksi dengan gonggongannya. Lefko berlari pergi dari sana, menuju lokasi lain, mengejar ular itu mungkin.

29 Juni 2022,

Ersann.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top