46 : Iblis Hujan

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.

Melvin Barlett kini berdiri saling berhadapan dengan Kaisar setelah beberapa saat lalu memberi hormat. Manik mata yang begitu indah miliknya menatap penuh harap kepada Kaisar, bibir tipis berwarna peach terlihat ragu berkata-kata, akan tetapi kedua tangan yang mengepal di setiap sisi tubuhnya menyatakan secara tidak langsung bahwa dia sedang berusaha yakin jika apa yang akan ia sampaikan bisa diterima oleh Kaisar.

"Yang Mulia, masih dengan rasa percaya saya atas kemampuan Tuan Jakob maupun tabib yang Anda kirimkan, saya ingin mencoba untuk menyembuhkan mereka." Sampai pada akhirnya tujuan ia menemui Kaisar tersampaikan dengan benar, Melvin masih saja tampak ragu, sekali lagi dia merundukkan badan sambil meminta maaf di dalam hati.

Kaisar tersenyum. Ia pikir Melvin setelah pengadaan rapat tadi tiba-tiba menemuinya karena ada kontra dengan hasil rapat, ternyata pengajuan lain yang sangat membantu, maka dari itu ia membalas dengan suara lembut, "Tentu, Tuan Melvin, Anda boleh membantu."

"Terimakasih Yang Mulia," ucap Melvin sambil membungkukkan badan sembilan puluh derajat, ia tersenyum lebar ketika menyadari Kaisar menepuk bahunya tiga kali sebagai pertanda ia tidak perlu terlalu banyak merundukkan badan.

Membalikkan badan, menatap Akash yang selalu ada di sisinya setiap saat. "Akash, antarkan Tuan Melvin ke ruangan mereka," perintahnya yang segera dilaksanakan oleh Akash.

"Baik, Yang Mulia, kalau begitu saya pamit." Tangan kanan Kaisar tersebut langsung memberi hormat apa adanya, setelah itu menghilang dalam sekejap mata bersama Melvin, menjadikan Kaisar sendirian di depan pintu ruangan pribadinya.

Setelah kepergian Akash bersama Melvin, Kaisar segera masuk ke ruangannya, dan menyapa setumpuk surat yang berada di mejanya dengan tatapan lelah. Dia menutup pintu, menempelkan punggung ke permukaan pintu yang berpahatkan Dewa Poseidon, kemudian menghela napas pelan-pelan.

Bersamaan dengan itu ia mendongak, menatap beberapa bingkai foto yang berada di sisi kanan ruangannya, dan Kaisar bergumam, "Ayahanda, bagaimana ini? Anakmu sama sekali tidak bisa menghentikan kekacauan."

Di sisi lain, Melvin datang ke sebuah ruangan, hanya butuh satu detik baginya langsung datang di dalam ruangan besar bernuansa putih. Menelisik isi ruangan yang penuh dengan beberapa orang, mereka semua terbaring di atas kasur yang saling berhadapan, di setiap sisi terdapat meja kecil yang dipenuhi bunga tulip berwarna putih.

Dekorasi ruangan ini sangat simpel, hanya dicat putih dengan didampingi lukisan berwarna hijau muda membentuk daun-daun kecil menyatu dengan warna tembok, kemudian di bagian kanan ruangan ada jendela besar dengan tirai putih; tirai itu bergelayut manja disapa angin dari luar dan menghantarkan aroma bunga tulip yang ringan. Benar-benar sangat cocok digunakan sebagai tempat perawatan sementara.

Berjalan sedikit mendekat ke tempat tidur, matanya menatap pemuda berambut pirang  panjang, dia terbaring dengan tubuh setengah telanjang dan penuh dengan luka. Kemudian menatap anggota Black Wolf yang lain, mereka memiliki kondisi yang sama sebagai bukti dari kejahatan iblis, sampai pada akhirnya tatapannya berakhir pada sosok berambut hitam panjang dengan kondisi serupa.

Tidak bisa melihat kondisi mereka berlama-lama, Melvin tidak bisa berkomentar selain berharap mereka lekas sembuh, kemudian ia membentangkan kedua tangannya yang seketika menghantarkan sebuah angin sepoi-sepoi menuju ruangan ini hingga tirai putih itu bergerak meliuk seolah sedang menari.

Akash melangkahkan kaki mundur, matanya memperhatikan setiap gerakan lentik yang Melvin buat, sedangkan hatinya terus bertanya-tanya apa yang akan terjadi setelah ini?

Tiba-tiba sebuah cahaya berwarna merah muda keluar dari bawah tubuh Melvin, ternyata di lantai tempat dia berpijak ada sebuah lingkaran sihir, cahaya itu meluas ke seluruh permukaan ruangan. Hawa dingin di ruangan ini berganti menjadi hangat.

Tidak lama kemudian timbul kelopak-kelopak bunga sakura yang berterbangan, bergerak memutari tubuh Melvin kemudian menyebar ke seluruh tubuh anggota Black Wolf, bunga-bunga itu seolah menyelimuti mereka.

Mata Akash terbuka lebar, jantungnya berdetak keras, menatap rambut merah muda Melvin yang bergerak ke kanan dan ke kiri karena efek sihirnya membuat ia takjub. Sihir ini, entah apa namanya, baru pertama kali ia melihat sihir yang mendamaikan hati seperti ini, terlebih memiliki keindahan serupa dengan wajah elegan sang pengguna sihir.

Mata Melvin sedikit menutup setelahnya terbuka lebar menunjukkan warna matanya yang begitu mempesona, bibirnya ia gigit kuat-kuat, kedua tangannya berusaha dengan keras terus mengendalikan sihirnya. Untuk lima menit ke depan ia akan memaksimalkan sihir penyembuhannya demi mereka, juga untuk dua orang dari anggota Black Wolf.

Cahaya merah muda dan kelopak bunga sakura terus bergerak sesuai kontrol dari Melvin, mengincar titik-titik luka untuk disembuhkan, akan tetapi pengguna sihir penyembuhan ini saat ini tercengang. Bahkan sudah tujuh menit berlalu, ini waktu yang paling lama selama ia menyembuhkan, tidak ada perubahan apapun dari luka-luka itu. Tidak menutup, tidak pulih, dan tidak merespon pengobatannya.

Melvin benar-benar dibuat tercengang oleh fakta mereka tidak bisa pulih, pantas saja Jakob yang terkenal mahir dalam bidang penyembuhan juga gagal dalam upayanya, karena alasan inilah sejak tadi Jakob terlihat murung.

Menghela napas. Ia tidak boleh menyerah. Mungkin butuh waktu dan proses lama bagi mereka menerima efek dari sihirnya, oleh karena itu ia harus sedikit menguatkan efek sihirnya, supaya mereka lekas sembuh.

Tatapan matanya menatap dua pemuda di sana dengan tatapan sendu, hatinya terasa terkoyak hingga pecah, melihat mereka terkulai seperti itu membuat ia pedih tidak terkira. Sebab itulah ia harus bisa menyembuhkan mereka, tetapi hingga menit ke keduapuluh, tidak ada efek sama sekali di tubuh mereka, membuat Melvin menggigit bibirnya keras.

Bersamaan dengan itu tiba-tiba sihirnya hilang, lututnya tidak bisa menahan berat badannya, dan mulutnya memuntahkan cairan berwarna merah. Sebelum ia benar-benar limbung menimpa lantai, sebuah tangan kekar menarik tubuhnya dan membawa ia ke dalam rengkuhan, ternyata Akash dengan sigap menolongnya.

"Anda sudah mencapai batas, tolong beristirahatlah," kata Akash sambil menggendong bridal Melvin, kemudian ia segera menghilang menuju ruang rawat sebelah demi menyembuhkan luka dalam Melvin.

Melvin menutup mata ketika tubuhnya dibaringkan ke atas kasur. Tatkala sebuah selimut tipis membalut tubuhnya, juga bibirnya yang penuh darah diseka, ia baru sadar bahwa Akash yang melakukan itu semua sambil menunggu tabib datang.

"Kenapa jadi seperti ini? Putraku ... "

°°ρђลиэяล°°

Mendengar penuturan dari Jakob bahwa seluruh venator yang berada di markas besar dibubarkan dan dimasukkan ke tim áspro adalah bagian mengejutkan lain selain kabar duka yang menyelubungi seluruh wilayah beberapa jam yang lalu. Bagai terkena tamparan, mereka semua tersadar bahwa mereka harus lebih kuat untuk bisa melindungi manusia, pilihan yang dilakukan petinggi adalah kebenaran total.

Oleh sebab itu markas sekarang menjadi terlihat sangat sibuk, mereka menyiapkan diri untuk segera pergi menuju ibukota kekaisaran, demi masa depan yang harus mereka jalani besok.

Genoveya duduk di atas ranjangnya, menatap langit dari jendela yang terbuka, matanya tidak berhenti berlinang air mata. Tidak menyangka bahwa timnya hanya tinggal dirinya dan Alexa, bahkan Black Wolf dinyatakan kritis dan belum bisa disembuhkan, seakan luka yang kemarin belum sembuh sekarang sudah digantikan luka baru. Jemari rampingnya meremas selimut yang ia kenakan, bibirnya terapit keras demi menahan isakan tangis, sedangkan matanya terus membengkak.

"Teman-teman," bisik Oliver kepada ruang kosong.

Oliver, Daniel, Qenan dan Arden yang mendengar langsung dari Jakob seketika tubuh mereka terduduk kaku. Saking terkejutnya mereka sampai tidak bisa berkata-kata. Sampai suasana hening itu dipecahkan oleh Oliver dengan suara tangisannya, dia tampak kacau, banyak alasan yang membuat dia kecewa pada dirinya sendiri.

"Jeri pun?" Daniel menatap Jakob, meminta peneguhan. Ketika kepala Jakob menunduk, ia seketika merundukkan kepala, dan tangannya saling meremas.

"Bahkan Kallen?" Arden sungguh tidak percaya dengan pernyataan ini, bahkan sekonyong-konyong ia menyimpulkan, ia tidak bisa mengerti kenapa ada iblis tingkatan tinggi di dunia ini ... selain ular sialan yang menghancurkan kawan-kawannya.

"Namun, Qenan, temui Adara kembali. Iblis itu menyebutkan tentang Adara, mungkin dia bisa membantu," pinta Jakob sambil menatap Qenan yang masih terdiam di atas kursi.

Jakob tidak memaksa Qenan untuk segera menemui Adara, ia juga tidak meminta pemuda itu untuk memahami situasi pelik saat ini, sebab ia sadar pasti bagi seseorang yang baru saja bangun dari kondisi pingsan disuguhkan langsung dengan berita mengerikan akan merasa tidak percaya dan menganggap semua ini mimpi.

Qenan mendongak, ia menatap Jakob berbinar, setidaknya ada harapan bagi teman-temannya untuk sembuh. Ada peluang untuk bangkit. "Saya akan segera ke sana," katanya semangat, meski ia memaksa senyum, nyatanya dia masih terkesiap oleh rasa duka.

"Aku akan ikut!" Daniel menyerahkan diri untuk ikut bersama Qenan lagi menuju wilayah mengerikan itu.

Oliver yang mendengar segera mengusap air matanya, menguatkan diri, ia berkata keras dengan suara serak, "Aku juga ikut!"

Jakob tersenyum. Memutar tubuh kemudian berucap, "Segeralah pergi, datanglah ke istana dengan selamat. Maaf, aku tidak bisa mendampingi, di sini masih ada yang harus aku urus."

"Tidak apa, Tuan!"  Qenan berdiri, segera ia mengikuti langkah Jakob untuk keluar dari ruangan bersama Oliver dan Daniel, meninggalkan Arden yang masih duduk di atas kursi.

Daniel menoleh ke belakang, menatap Arden bingung. "Kau tidak ikut?" tanyanya.

Arden menyorot tajam pada Daniel. Menunggu Jakob keluar dari ruangan, baru ia berbicara lantang dengan emosi besar, "Kau pikir aku mau pergi ke sana? Terakhir kali aku bersama kalian nyawaku hampir tidak selamat. Kenapa juga aku harus berjuang demi manusia?!"

"Sialan! Temanmu juga sedang sekarat di istana!" umpat Daniel yang termakan amarah karena sulutan dari ucapan Arden yang menjengkelkan.

Qenan berusaha menarik bahu Daniel untuk menghentikan perdebatan ini, sebab iblis dan manusia tidak akan saling bisa memahami. Apalagi tipikal Arden adalah orang yang cukup keras wataknya, akan sulit untuk membuat dia paham, dan dia adalah seorang iblis murni.

Arden berdiri dari duduknya. Kakinya menghentak ke lantai dengan amat keras. Bunyi hentakan kakinya terdengar nyaring hingga beberapa orang yang melintas di depan ruang rawat mereka menoleh ke dalam.

"Dia pasti menyesal karena bermain dengan manusia rendahan seperti kalian! Sampah kotor seperti kalian seharusnya musnah saja!" Arden memberang.

"Apa katamu! Iblis sepertimu yang hanya tahu cara merusak tahu apa soal sam---"

"Hentikan!" Oliver berteriak kencang, melerai perdebatan Daniel dan Arden, matanya yang memerah menatap lelah pada dua temannya yang saling bertukar emosi. Dengan pelan ia bergumam, "Ini bukan saatnya kalian bertengkar, teman-teman kita sedang kesusahan."

Arden kembali duduk, mendengus sebal, kemudian membiarkan manusia-manusia di hadapannya pergi keluar dari ruangan. Bahkan telinganya tidak merasa panas tatkala pintu ditutup keras oleh Daniel. Ia sangat marah, kenapa ia harus berjalan berdampingan dengan manusia lemah?

"Nyatanya aku juga sangat lemah!" serunya sambil menghancurkan meja di sisi kanannya dengan sihir apinya, membuat ruangan itu menjadi terasa lebih panas, sebab api miliknya tidak mau segera padam.

Oliver, Daniel, dan Qenan sudah berjalan keluar dari markas. Salah seorang dari mereka masih bersumpah serapah mengeluarkan keluh kesahnya tentang Arden, mengolok-olok iblis itu dengan berbagai sebutan, wajahnya pun ikut berpartisipasi menunjukkan rasa jengkel yang begitu besar kepada iblis tadi.

Oliver dan Qenan tidak bisa untuk meredakan emosi Daniel yang berapi-api itu, karena keterbatasan itulah akhirnya mereka memilih bungkam dan membiarkan Daniel terus bersungut-sungut, walau sesungguhnya mereka berdua merasa terganggu dengan jutaan umpatan yang keluar dari mulut Daniel.

"Kalian! Apa kalian akan pergi ke ibukota kekaisaran sekarang?!"

Suara seseorang menghentikan langkah mereka bertiga. Ketiganya membalik badan, mendapati Everton yang berlari ke arah mereka.

Pemuda agak pendek dari Qenan dan Daniel itu berhenti tepat di depan tiga orang dari Black Wolf, menumpukan kedua tangannya ke atas lutut, sedangkan napasnya naik turun ngos-ngosan. Dia baru saja mengejar ketiga orang di depannya dari dalam markas sampai ke gerbang markas, jarak yang membentang jauh itulah yang membuat ia sedikit kelelahan, terlebih sekarang ia membawa tas besar.

"Apa aku boleh sekalian ikut? Aku sangat khawatir kepada Kak Fried. Aku tidak bisa hanya tinggal diam di sini menunggu kereta kuda menjemput kami. Jika kalian akan pergi ke ibukota sekarang, aku ingin ikut," jelas Everton. Napasnya masih tersengal-sengal, dia memaksa untuk berbicara dengan jelas, akan tetapi wajahnya menjadi sangat merah hanya karena mengeluarkan terlalu banyak napas untuk sekali penjelasan.

"Maaf, tapi kami bertiga akan pergi ke suatu tempat," tolak Qenan kalem.

"Suatu tempat?" Memiringkan sedikit kepalanya ke kiri, Everton berusaha menebak-nebak tempat apa yang akan mereka datangi ketika kondisi seperti ini, mungkinkah ada misi lain?

"Bolehkah aku ikut? Aku bisa membantu di perjalanan kalian!" Everton tanpa peduli tempat apa yang akan dituju oleh Qenan, Oliver dan Daniel menawarkan diri untuk ikut.

"Terserah, asal jangan jadi beban tim!" cetus Daniel ketus sambil berlalu pergi bersama Oliver yang ia gandeng paksa. Hatinya masih dongkol dengan Arden.

Oliver hanya tersenyum tipis ketika tangannya digandeng oleh Daniel. Menoleh ke belakang, menatap Qenan sedang berjalan bersama Everton, ia sedikit merasa kasihan kepada seseorang yang pernah melawan Fried, sebab dia membawa barang yang terlalu banyak di dalam tas itu.

"Ngomong-ngomong kita akan pergi ke mana?" tanya Everton. Kaki mereka telah sama-sama melangkah menjauhi gerbang, tepat saat itu juga seluruh pasang mata memang mereka, sudah pasti efek dari berita mengejutkan membuat para venator sedikit dipandang sedih oleh mereka.

"Aku dengar mereka dalam kondisi tidak sadarkan diri ketika teman-teman mereka melawan iblis,"

"Sudah pasti mereka yang paling sedih,"

"Aku kasihan kepada mereka."

"Jadi alasan Jeri menambah dua anggota lagi karena musuh mereka sangat kuat?"

"Aku memang memiliki firasat buruk saat mereka semua berangkat malam kemarin."

Keempat manusia itu menghela napas bersamaan, berusaha menegarkan diri supaya terlihat tetap kuat di kenyataan yang ugal-ugalan, ucapan masyarakat membuat mereka berempat merasakan denyutan sakit di dada kiri mereka. Meski ada Everton yang dalam kondisi baik-baik saja saat tragedi dimulai, tetapi tetap saja, dia tidak ikut membantu karena dia dalam misi lain.

Seandainya Everton dalam kondisi tidak ada misi, mungkin ia akan menjadi tim pembantu bagi Tim Black Wolf, tetapi meskipun demikian ia juga bimbang apakah menjadi tim bantuan dengan hasil kematian atau menjadi tim yang tidak melakukan apapun tetapi tertekan dengan segala hal?

Dua pilihan para venator sama-sama memiliki konsekuensinya masing-masing, tidak ada yang beruntung dalam pilihan ini, dan Everton sama sekali tidak bisa memilih untuk melakukan apa ketika berhadapan dengan iblis nantinya.

Menatap Oliver yang sedang ditenangkan Daniel dengan terus menggandengnya erat, Qenan ikut membantu menenangkan Oliver dengan cara menepuk bahunya lembut, ia sedikit terkejut ketika menyadari pipi Oliver memerah dan basah karena air mata.

"Mereka pasti sembuh!" hibur Daniel sambil menepuk-nepuk tangan Oliver yang ia gandeng.

"Kami akan pergi untuk mencari seseorang yang bisa menolong teman-teman kami," jawab Qenan setelah sekian lama mengabaikan pertanyaan Everton.

Sebelum Everton mengucapkan sepatah kata, ada seseorang yang tiba-tiba datang di depan mereka entah dari mana, kemudian dia berucap, "Kalian akan pergi? Tuan Jakob meminta saya untuk mengantar kalian."

"Kau siapa?" tanya Daniel sensi sambil menunjuk wajah seorang pemuda tampan di depannya. Di sisi lain ia juga melihat seorang gadis yang malu-malu berada di belakang pemuda itu.

Dia merundukkan badan, kemudian memperkenalkan diri, "Saya Akash, tangan kanan Yang Mulia Kaisar."

Seketika keempat manusia yang berhadapan dengan Akash langsung memberi salam hormat, tidak menyangka mereka harus berhadapan dengan seorang penting yang dikirim khusus untuk mereka.

"Lalu dia?" Everton menunjuk gadis cantik bermata hijau di belakang Akash.

Akash membalik badan, melihat gadis yang dimaksud Everton. 

Sedangkan gadis itu menggigit bibir bawahnya, kemudian menatap salah satu pemuda di antara mereka, dengan an malu-malu ia berjalan menuju Qenan dan memberikan sebuah kotak berisikan obat, dan ia memberikan juga sebuah kotak bekal.

Qenan terkejut dengan pemberian gadis itu, ia berbicara pelan, "Terimakasih! Hei!" Bahkan ia belum juga melanjutkan kata-katanya gadis itu sudah berlari kencang menuju teman-teman gadisnya.

Oliver melihat itu menganggukkan kepala berkali-kali dan menyenggoli bahu Qenan sebanyak lima kali, kemudian dia berucap penuh goda, "Ekhem, aku tidak tahu bahwa kamu punya gadis sekarang."

Daniel ikut menggoda, "Qenan, selama ini kamu dan gadis itu?"

Qenan menggelengkan kepala, menolak semua godaan dua temannya, sedangkan tangannya mengusap kotak pemberian gadis itu. Ia bertanya-tanya siapa gadis itu?

Sebenarnya, Qenan sering mendapatkan perlakuan khusus dari gadis itu, ia selalu ingat.

Everton berdecak kagum. Tidak menyangka bahwa Qenan setenar itu di kalangan remaja perempuan.

Akash tidak menghiraukan corak merah muda dan lebih memilih menatap gadis cantik yang bergandengan dengan Daniel dengan tatapan mengintimidasi, tetapi saat setelah mendapati ia ditatap sinis oleh gadis itu membuat ia sadar diri. "Sebutkan tempat kalian akan pergi," suruh Akash.

"Pulau Veen, Hutan Zreext." Baru saja Qenan selesai bicara, tiba-tiba mereka semua sudah berada di perbatasan menuju hutan yang ia maksud, membuat ia dan teman-temannya tercengang bukan main hingga menatap Akash dengan tatapan melotot.

"Gila, ini keren sekali!" puji Everton yang takjub dengan sihir teleportasi milik Akash.

"Kau bukan iblis, kan?" tuding Daniel. Matanya menatap curiga kepada Akash, baginya mana ada yang bisa melakukan teleportasi secepat ini kalau bukan iblis? Untuk ukuran manusia biasa sudah pasti memakan waktu setidaknya dua menit menuju lima menit, ini terlalu mencolok bagi manusia!

"Dia tangan kanan Kaisar, sudah pasti kemampuannya berada di level yang jauh dari perkiraan kita," tegur Oliver.

Daniel terdiam. Dia mengangguk setuju. Kemudian dia menatap penuh tanda tanya ke Oliver, kenapa nada bicaranya seperti sedang membangga-banggakan seseorang? Apa mereka ada hubungan sesuatu? Sebelum pikirannya terjawab, tangannya sudah ditarik masuk ke dalam hutan oleh Oliver, sehingga pertanyaannya hanya tinggal pertanyaan saja.

Saat masuk ke dalam hutan, nuansa hutan sudah berubah total, tidak semengerikan seperti dulu, akan tetapi bekas pertarungan dengan Rhodes masih terlihat jelas. Oliver dan Everton yang tidak tahu apa-apa merasa merinding, sedang Qenan dan Daniel menikmati keping-keping kenangan selama melawan raja vampir.

"Kita tidak harus berjalan seperti dulu lagi, kan?" tanya Daniel sambil menatap Qenan, tangannya berusaha lepas dari genggaman Oliver tetapi sama sekali tidak dilepas oleh gadis itu.

Qenan hanya menggeleng. Everton yang tidak tahu dengan arah percakapan mereka berdua hanya bisa menyimak tanpa ingin bertanya.

Lima menit telah berjalan, mereka memasuki hutan semakin dalam, tidak ada hal yang menyeramkan terjadi. Tetapi pada menit keenam, mereka berempat dikejutkan oleh cuaca yang tiba-tiba menjadi hujan deras dan penuh kabut, padahal langit sangat cerah, tetapi lebih dari itu energi sihir mereka secara bertahap mengurang.

"Ada musuh," kata Daniel. Dia berhasil lepas dari genggaman tangan Oliver, kini ia berdiri agak merunduk di depan Oliver, matanya menyorot jauh ke depan sambil berusaha untuk tetap fokus dan terjaga.

Namun, Daniel sama sekali tidak melihat adanya musuh, sedangkan kabut-kabut di sekeliling mereka semakin menebal. Ia menatap Qenan, berharap bahwa temannya itu tidak menyembunyikan suatu hal lagi darinya, tetapi dia juga terlihat kebingungan mencari celah keluar dari kabut.

"Apa itu?" Everton mendongak, tangannya terangkat menunjuk langit, di sana ada sebuah bayangan yang begitu rumit seolah sedang mendekati mereka.

Mengaktifkan sihirnya, Everton memberi perlindungan total kepada mereka, sehingga hujan berhasil tidak menyentuh mereka sama sekali, dan energi sihir mereka tidak terkuras.

"Hujan ini menyerap energi sihir, kah?" gumam Qenan sambil menatap percikan air hujan di depannya.

Daniel melebarkan mata, dia senang dengan sihir Everton yang berguna, dia langsung menepuk bahu Everton keras-keras sambil tertawa. "Kau memang pantas masuk tim kita!" papar Daniel.

Everton hanya membalas dengan senyuman malu.

Mereka berempat pelan-pelan menyadari bahwa bayangan yang mendekat itu adalah seorang gadis. Dia sedang membawa payung yang terbuat dari air. Iblis itu berjalan di awang-awang, setiap tapak kakinya akan terbentuk gelombang lembut air seperti tetesan air hujan, terlihat anggun dan mematikan secara bersamaan.

Gadis itu berambut putih, di ujung rambutnya terlihat warna biru muda, memiliki gaya keriting gantung. Ada hiasan kepala membentuk bulatan, hiasan emas itu juga ada di kedua tangan dan pergelangan kakinya, menimbulkan bunyi gemerincing yang begitu merdu tapi mengerikan. Gaun pendek dengan kerah terbelahnya bergoyang pelan bersamaan dengan langkah kaki, menghantarkan rasa waspada pada manusia yang sedang berlindung.

Namun, yang lebih pasti, di kening gadis itu ada tanda yang mereka kenal sebagai huadian.

"Aku dengar ada kekacauan di sini, aku pikir iblis rubah itu telah memulai aksinya, tetapi sepertinya dia tidak bersama kalian, ya?" Dia berkata sambil tersenyum, senyum yang begitu licik, sesuatu yang dibenci Oliver dan Daniel.

Dia menapak ke tanah. Hujan terus mengguyur. Senyuman terus tersemat di mulut gadis itu. Kakinya yang bertelanjang saja dibalut oleh air hujan. "Di mana rubah itu?" tanya dia.

"Iblis rubah?" Everton menatap Daniel dan Qenan, mencari jawaban, tetapi yang ia lihat adalah wajah bodoh Daniel dan alis Qenan yang menukik. Mereka berdua tidak kenal. Kemudian ia menatap Oliver, gadis itu hanya garuk-garuk belakang kepala.

"Iblis itu hanya membual?" lontar Everton.

"Kalian tidak mau menjawab?" Dia berjalan mendekat, selangkah demi selangkah, wajahnya masih dengan penuh senyum menyebalkan.

Kabut mulai mereda, menampilkan secara nyata wujud elok iblis itu.

Tidak ada yang menjawab. Qenan hanya sibuk memandangi iblis itu. Daniel siap sedia untuk menyerang. Oliver menyiapkan diri untuk berlindung di belakang punggung Qenan. Sedangkan Everton menahan diri supaya tidak kehabisan energi sihir, sebab rintikan air hujan itu ternyata sedikit demi sedikit menipiskan dinding pelindungnya.

"Kalian manusia yang sombong, ya? Tidak mau menjawab pertanyaanku." Wajahnya yang berseri-seri kini berubah menjadi sedih, tatapannya pun terlihat sendu, seolah-olah tersakiti.

Payung yang ia gunakan lenyap, melebur menjadi air hujan, tetapi leburan air hujan dari payungnya bergerak bebas menerjang perlindungan total Everton hingga pelindung itu pecah.

Everton terpental mundur, tetapi dengan cepat ia membuat pelindung dengan ukuran kecil hanya untuk melindungi dirinya sendiri dari serangan air hujan. Namun, mengapa ia jadi menangis?

Ratusan rintikan hujan terlempar ke arah mereka. Daniel dan Qenan berusaha menepisnya, bersamaan dengan itu mereka juga merasa sangat sedih, tetapi tidak ada alasan bagi mereka untuk menangis.

Mungkin ini efek dari sihir iblis itu?

Mereka juga harus menahan sakitnya terkena serangan air hujan. Setiap air hujan yang diarahkan ke neraka membuat seluruh tubuh menjadi terasa dilubangi.

Everton berupaya terus melindungi dirinya sendiri dan teman-temannya, tetapi ketajaman air itu mampu menembus sihir penghalangnya.

Oliver melemparkan sihir anginnya ke iblis itu dari belakang tubuh Qenan, tetapi detik berikutnya ia terkejut karena serangannya berhasil dihancurkan oleh ribuan air hujan. Mata Oliver menjadi sembab, ia menangis deras tanpa tahu alasan pastinya.

"Aku bertanya baik-baik, kenapa kalian balas dengan serangan?" Wajah sedih gadis itu begitu terlihat terluka, membuat manusia yang menghadapinya kian menangis.

Tangan kiri gadis itu terangkat ke depan, telapak tangannya melebar, saat itu juga guyuran hujan datang lebih deras dari yang tadi, membuat manusia-manusia di hadapannya kebingungan harus berpijak bagaimana ketika energi sihir mereka terserap oleh air.

Daniel mendecih, dia berlari mendekati iblis itu, tidak peduli jika tubuhnya terluka oleh air hujan. Sihir iblis itu sangat mengganggunya, selain menjadi membuat energi sihir mereka terkuras tenyata jika terkena tetesan air hujan juga membuat kulit mereka mengalami luka seperti lubang semut, itu terasa sakit. Satu lubang kecil sakitnya menjalar ke seluruh saraf di tubuhnya.

"Berhenti menangis!!!" pekik Daniel pada diri sendiri. Ia menciptakan pedang sihir melalui tangan kanan, detik berikutnya ia terkejut dengan sebuah pelindung yang melindungi atas kepalanya, ternyata Everton selain melindungi dirinya sendiri juga bisa melindungi orang lain.

Di belakang Daniel ada Qenan yang berjalan cepat mengikuti sambil mengaktifkan sihir entah apa, sedangkan di belakang Qenan ada Oliver yang bersiap dengan sihir anginnya yang digunakan melawan Genoveya dulu.

Iblis itu mengetahui rencana terang-terangan dari empat manusia di depannya hanya tersenyum pedih, kemudian dia menjentikkan jari, saat itu juga ukuran air hujan menjadi lebih besar dan lebih konsisten membuat Daniel terjatuh dengan luka di punggungnya.

Everton menggigit bibir, energi sihirnya terkuras! Tetapi ia harus terus melindungi mereka!

"Hujan sialan!" maki Everton sambil menangis.

Qenan mengangkat kedua tangannya, membiarkan air hujan mengenai dirinya, dalam beberapa detik ia langsung menyalin sihir iblis itu untuk ia jadikan miliknya. Seketika itu juga, Qenan mengeluarkan sihir serupa membuat iblis itu terkejut.

"Kau?!" Iblis itu menatap Qenan dengan tatapan bergetar.

Air hujan yang dikeluarkan Qenan berganti menyerang sihir gadis tersebut, dan ia berjalan mendekati sang iblis untuk melakukan perlawanan.

Everton tidak tinggal diam, dia melindungi Daniel juga Oliver menggunakan sihirnya, kemudian langkah kakinya berpacu mengikuti Qenan.

Qenan tiba-tiba menyerang menggunakan tangan kosong, tujuannya tidak bisa mengenai iblis itu karena dalam sekejap mata sebuah payung muncul menjadi tameng. Dengan gerakan gesit ia bergerak untuk menendang, akan tetapi iblis itu terbang menggunakan payungnya.

Qenan menyipitkan mata. Iblis itu sedikit demi sedikit juga kehabisan energi sihir karena air hujan yang ia keluarkan. Meniru cara gadis tersebut, Qenan menciptakan payung yang serupa, melompat terbang dan menghantamkan ujung payungnya ke ujung payung iblis.

Pada akhirnya Qenan dan iblis itu sama-sama saling melawan menggunakan payung di udara. Everton yang berada di bawah mulai melemas, sejauh ini ia bertahan dari pengurangan energi sihir dari iblis itu sudah sangat melelahkan, jika ia membantu Qenan sudah pasti ia akan kalah.

"Kau bisa terbang?"

Everton terkejut akan kedatangan Daniel yang tiba-tiba. Ia menatap pemuda yang berjalan membungkuk sambil menatap ke langit.

"Iblis itu cukup terampil, kita harus membantu Qenan," kata Daniel sambil menatap dua makhluk yang sedang bertarung menggunakan payung.

Everton mengangguk. "Aku akan pergi ke atas!"

Dengan begitu, Everton menciptakan sebuah tangga dari sihirnya sendiri. Kemudian dia melemparkan sebuah kubus penghalang ke arah iblis itu, sedangkan ia berpijak pada lantai penghalang yang ia ciptakan.

Kubus yang dilemparkan Everton ditangkis oleh iblis tersebut menggunakan payungnya yang terbuka, kemudian kubus tersebut terlempar ke arah Everton yang untungnya pemuda itu bisa menghindar.

Tangan kanan iblis itu menahan payung Qenan yang berusaha mengenainya, sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk memegang payung demi menghalau serangan Everton. Mata gadis itu menatap Oliver dan Daniel, keduanya telah siap untuk menyerangnya dari jarak jauh, tepat ketika serangan mereka meluncur, saat itu juga ia mengarahkan payung ke arah mereka dan melemparkan balik serangan itu pada pemilik sihir.

Daniel dan Oliver yang belum sempat menghindar malah terkena serangan mereka sendiri, sehingga Daniel harus terpental beberapa meter dan Oliver harus terperangkap di lingkaran angin miliknya hingga tubuhnya kembali terkoyak, kejadian beberapa detik itu mengejutkan Qenan dan Everton.

Merasa tidak terima, Qenan mengeluarkan senjatanya sendiri, membuang payung dengan digantikan oleh adamantium claw yang segera ia gunakan untuk melawan iblis itu, tetapi iblis itu masih kuat dengan pendiriannya hingga perlawanannya terus dihalangi oleh payung.

Everton ikut mendekat, melakukan serangkaian serangan jarak dekat menggunakan tinju, pukulan dan tendangan untuk membantu Qenan. Namun, lagi-lagi payung itu menjadi sangat serba guna, bisa menjadi penghalang sekaligus senjata sampai membuat ia dan Qenan sama-sama kewalahan.

Padahal energi sihir mereka terkuras oleh air hujan iblis itu, sialnya lagi Qenan tidak bisa mengendalikan air hujannya sendiri dengan normal sehingga kadang berfungsi kadang tidak sama sekali, inilah yang ia benci ketika meniru sihir orang lain sebab ia belum tentu bisa mengendalikannya.

Qenan dan Everton dalam keadaan mulai melemah terus menerus melawan iblis tersebut, masih dengan halangan yang serupa, payung itu benar-benar menjadi sangat menjengkelkan.

Hingga, Everton yang sedikit memulihkan tenaganya langsung mengeluarkan sihirnya guna memerangkap iblis itu ke dalam kotak pelindungnya. Sama seperti yang dilakukannya kepada Fried, ketika iblis itu berusaha keluar maka kotaknya akan semakin menyusut, hal itu membuat iblis tersebut sepertinya khawatir akan sesuatu.

Qenan tersenyum lebar. Melepas payung yang ia bawa, detik berikutnya ia menginjak sihir penghalang Everton yang berupa lantai, kemudian ia berkata, "Buka sihirmu ketika aku mulai menyerang."

Everton mengangguk, sedangkan Qenan mulai bersiap-siap untuk mengumpulkan energi sihir sekecil mungkin.

Daniel terkapar di atas tanah, dia menatap dua temannya bertarung di atas sana, ia berharap kemenangan segera hadir. Sedangkan Oliver terbaring di atas tanah dengan menghadap tanah, dia antara sadar dan tidak sadar, sedangkan tubuhnya merasakan sakit luar biasa.

Qenan langsung memegang kendali, dia mengerahkan seluruh energi sihirnya untuk menggunakan sihir ankh, kedua tangannya terangkat ke depan hingga sebuah cahaya emas membentuk tanda salib muncul begitu besar nan terang membuat iblis itu berteriak-teriak kesakitan. Bersamaan dengan itu Qenan menahan diri untuk tetap kuat menahan rintikan air hujan yang menimpanya.

Everton menghalangi air hujan menggunakan tameng sihirnya demi melindungi Qenan.

Iblis perempuan itu menjerit kesakitan, pelan-pelan hujan mulai pudar, Dengan lembut timbul sebuah suara, "Kesedihan di dunia ini akan tetap kekal."

Hal terakhir yang mereka berempat ingat sebelum iblis itu benar-benar hilang karena terkena sihir dari Qenan adalah iblis itu menangis tetapi bibirnya tersenyum. Tepat setelah cahaya emas dan hujan hilang bersama, kedua manusia yang melawan iblis itu jatuh ke atas tanah yang basah.

"Sihir itu tidak terlalu kuat, yang menjengkelkan adalah hujannya yang bikin energi sihirku habis!" curhat Everton sambil mengais tanah, dia menatap tanah basah di depan hidungnya dengan tatapan sebal, padahal menurut penilaiannya iblis tadi itu sangat lemah tetapi karena didampingi dengan sesuatu yang menyebalkan dari sihirnya membuat pertarungan ini sedikit merepotkan.

"Benar," sahut Daniel yang tengkurap di atas tanah basah, bahkan dia berbicara tanpa mengangkat kepalanya, sebab ia terlalu malas untuk bergerak.

"Kenapa dia menangis sambil tersenyum?" tanya Qenan. Dia berbaring terlentang menghadap langit yang biru cerah, dua tangannya telentang, pakaiannya kotor beserta rambut putihnya karena tanah basah.

"Siapa yang peduli dengan tangisan dia!" sungut Daniel sambil mengacungkan jari tengah ke Qenan, sayang saja pemuda vampir itu tidak melihat aksi unjuk jari tengahnya.

Kemudian Qenan merasa akan tidur, matanya benar-benar terkatup, dan dengkuran halus terdengar dari bibirnya. Benar-benar sesuatu sekali. Itulah yang membuat ia malas mengeluarkan sihir ankh, sebab sudah menguras banyak energi juga membuat ia akan tertidur karena efek lelah.

"Kenapa setiap kalian datang selalu membuat hutanku hancur!"

Sebuah suara mengejutkan Oliver, Daniel dan Everton. Ternyata seorang peri pria tua kecil datang bersama peri yang begitu cantik dengan ukuran seperti manusia. Peri tua mengomel sambil memukuli puncak kepala Daniel hingga dia terbangun.

"Maafkan kami, Kakek!" rengek Daniel sambil melindungi kepalanya dari pukulan peri tua kecil. Ia sudah terduduk dengan pakaian yang kotor.

"Apa Qenan tertidur?" Adara menatap tubuh Qenan yang terbaring santai di antara tanah basah.

Everton mengangguk, dia masih dalam kondisi berbaring. Oliver mendudukkan diri, menatap kagum atas kecantikan Adara.

"Apa Anda yang bernama Adara?" Pertanyaan Oliver dibalas anggukan oleh Adara.

Oliver tersenyum lebar. "Kami membutuhkan bantuanmu, Nona!"

Sedangkan Qenan bermimpi tentang sesuatu dibalik kekuatan iblis tadi, alasan mengapa iblis itu menangis dengan raut wajah bahagia, hal yang membuat hatinya nyeri hingga ia menjatuhkan air mata.

"Dia baik," batin Qenan dalam ketidaksadarannya.

15 April 2022

Ersan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top