44 : Dia Emma

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.

Napas Jeri terengah-engah, dia merundukkan badan hingga kedua tangannya menjuntai ke tanah, situasi yang mendesak ini tidak bisa ia atasi jika hanya sendiri. Lengan yang seolah akan lepas dari tempatnya dialiri oleh darah, rasa sakit menjalar ke setiap sudut tubuhnya, dan lelah bertubi-tubi terus bersarang di pundaknya.

Melirik ke belakang, teman-temannya berusaha bangkit dengan tubuh yang bergetar, mereka semua telah berjuang sangat keras untuk melawan satu orang kuat di depan mereka. Tidak ada cara lain untuk membunuh iblis itu, tidak ada kemungkinan bagi mereka menang, itu adalah fakta yang menyakitkan sejak pertarungan terus berlanjut.

Mulutnya membentuk garis horizontal, darah keluar dari dalam mulut, sedangkan matanya terfokus kepada iblis lain yang sangat muda. Sosok yang ia kenal, sosok yang begitu memikat, hingga rasanya ia tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat sejak tadi.

Gavrill Draco yang seharusnya sudah meninggal dua tahun lalu, kini berada di hadapannya, dia bergerak tetapi bukan sebagai manusia. Dia diubah menjadi zombi, dia dijadikan mayat hidup, meskipun demikian ia tetap saja tidak bisa mengalahkannya.

Gavrill tidak seperti zombi yang mereka semua kalahkan bersama Xander, dia mayat hidup yang memiliki kekuatan luar biasa, memiliki pikiran cerdas dan pergerakan gesit. Ini tingkatan lain dari zombi rendahan.

Bukan karena alasan musuhnya adalah kenalannya hingga ia tidak bisa membinasakannya, akan tetapi Gavrill adalah sosok yang seolah diberkati, sebab dia mempunyai sihir ruang dan waktu. Hampir mustahil manusia mampu mengalahkannya dan sekarang Jeri harus melawan sosok itu bersama teman-temannya.

Sampai detik ini, Jeri belum bisa menyentuh pakaian hitam milik Gavrill walau hanya sekali, membuat dia lecet juga belum. Kekuatan mereka tidak seimbang, ia harus memikirkan cara bagaimana membuat musuhnya sedikit mengalami luka hingga memberikan ia kesempatan untuk kabur.

Menatap ke barat, di sana Xander dengan Klas juga berusaha menjatuhkan iblis yang mengendalikan Gavrill, mereka juga kelihatan tidak bisa memiliki kesempatan untuk menaklukkan iblis tersebut. Padahal Xander dan Klas termasuk venator kuat di atas mereka semua, termasuk yang sudah berpengalaman, tetapi mereka kesulitan dalam melawan iblis itu.

Memaksa bergerak, Jeri menyilangkan kedua tangannya di depan kepala, menghalang tinjuan Gavrill yang tiba-tiba saja berada di depannya. Baru saja mantan pemimpin Black Wolf menggunakan sihir waktu untuk mempercepat pergerakannya, waktu di jarak lima puluh meter di sekitarnya akan berhenti termasuk pergerakan musuh, sedangkan Gavrill bisa bergerak di antara waktu yang diperlambat.

Gavrill adalah manusia paling merepotkan dengan sihir waktu yang hampir tidak dapat dipatahkan dan sihir ruang yang seolah menjadi anugerah baginya.

Tidak menginginkan Gavrill melangkah lebih jauh lagi, tangan kirinya bergerak cepat untuk memegang tangan kanan musuhnya, sedangkan tangan kanan miliknya beradu pukul dengan tangan kiri Gavrill. Dalam hitungan detik dengan pergerakan yang begitu cepat, ia langsung melepaskan sihir api hitamnya yang langsung membakar tangan kanan dan kiri Gavrill, di saat bersamaan ia mendapatkan tendangan brutal pada kedua kakinya.

Jeri tersungkur dengan wajah membiru pucat, kedua tangannya memegang kedua kakinya meski sudah terlanjur terkena serangan, sedangkan matanya menatap Gavrill dengan lemah.

Kedua tangan Gavrill terpotong begitu saja, dia menggunakan pedangnya yang sempat terjatuh untuk memutuskan bagian tubuh yang terkena api milik Jeri, kurang dari dua detik bagian terputus itu menjadi utuh kembali. Jeri tercengang begitu juga dengan kawan-kawannya.

Jeri masih tidak ingin berdiam diri, meski ia belum sanggup berdiri dengan kedua kakinya, matanya menatap Gavrill berusaha untuk membinasakan dia dengan kekuatan yang ia punya. Akan tetapi, suatu hal terjadi, dimana Gavrill menggunakan sihir waktu untuk mempercepat langkahnya demi menendang kepala Jeri kemudian menyayat salah satu kelopak matanya.

Jeri terdongak dengan mata kanan meneteskan banyak darah. Kedua tangannya menyentuh tangan kanan Gavrill, menghentikan pergerakkan dia untuk menyobek matanya, lantas demikian ia membakar tangan Gavrill dengan suhu paling tingginya. Diantara rasa sakit yang menerjang tubuhnya, ia harus menghentikan serangan dia, sebab ia takut matanya dirusak!

Dari mata kiri ia bisa melihat bayangan yang serba merah itu menunjukkan bahwa apinya tidak berpengaruh sebab Gavrill melakukan regenerasi terus menerus, sihir sialan, Jeri benar-benar kehilangan seluruh energinya demi semua hal yang tidak dapat ia menangkan. Pegangan Jeri menjadi lemah, pedang Gavrill kembali mendekati mata kirinya, Jeri memaksakan diri untuk menghentikan pergerakan dia tetapi semuanya seperti sia-sia.

"Dasar sialan!"

Dari sihir dimensinya, Theo datang memotong tangan kanan Gavrill, kemudian Viktor menarik tubuh Gavrill menggunakan tali bayangan, sesaat setelah itu Kallen memakai sihir cahayanya untuk menghancurkan seluruh tubuh Gavrill. Namun, upaya tangguh mereka bertiga gagal begitu saja saat Gavrill kembali beregenerasi dan memakai sihir ruangnya untuk mencapai Kartel yang sedang fokus mengeluarkan sihirnya untuk menyerang Gavrill.

Tentu saja usaha Kartel gagal. Sebelum dia berhasil mengeluarkan sihirnya, tiba-tiba pandangannya menggelap yang disusul dengan rasa sakit yang luar biasa, bahkan ia sampai tidak bisa menjerit kesakitan. Kartel tidak tahu apa yang dilakukan Gavrill pada tubuhnya, hingga ia hanya bisa meringis panjang, merasakan nyawanya dicabut paksa.

Viktor menggunakan sihirnya untuk menarik paksa tubuh Gavrill dari Kartel, sedangkan Theo mendekati Jeri untuk memastikan kondisinya, di sisi lain Kallen berlari kencang untuk mencapai musuh mereka---memberi serangan kejutan.

Sebelum semua rencana yang terbuat acak oleh mereka terealisasikan, Gavrill sudah berpindah tempat di sisi lain yang tidak berpenghuni menggunakan sihir ruangnya, dia keluar melalui lingkaran sihir dan berdiri menatap Viktor dan Kallen yang hanya menyerang angin.

Viktor dan Kallen menoleh ke sisi di mana Gavrill berada, baru satu kedipan mata, mereka berdua terlempar jauh akibat dari Gavril yang datang tiba-tiba kemudian menghajar mereka menggunakan tendangan. Kartel, Theo, beserta Jeri merasakan hal serupa. Terus merasakan serangan tidak terlihat, Theo yang ingin masuk ke dalam dimensinya sampai tidak memiliki kesempatan, Jeri pun belum sempat berpikir cepat untuk memberikan solusi. Mereka semua babak belur karena ulah satu orang yang memakai sihir ruang dan waktu dalam bersamaan.

Tendangan, tusukan, tebasan dan tinjuan mereka rasakan berkali-kali, membuat mereka berteriak kesakitan secara bergantian bagai musik yang bernada buruk.

Mereka sejak dulu tidak pernah melawan Gavrill seperti ini, justru mereka semua waktu itu selalu berlindung di balik punggung itu, sehingga ketika mereka berhadapan langsung dengan dia menjadi mustahil untuk dikalahkan.

Namun, dibalik kekuatan besar miliknya ada punggung yang penuh darah ... Gavrill tercatat dalam sejarah mengorbankan seluruh timnya musnah untuk melarikan diri dari kejaran iblis tingkat tinggi, tidak ada yang percaya itu, tetapi sejarah tidak bisa dirubah.

Sampai sekarang pun tidak ada yang tahu iblis mana yang mengejar Gavrill. Kematiannya pun misterius, tidak ada yang tahu bagaimana dia meninggal, hanya tiba-tiba jazadnya berada di depan markas.

Dia dikenal sebagai ketua paling bijak dan kuat, banyak yang mengaguminya, tetapi juga ada yang merasa tidak suka dengan dirinya. Kematiannya menjadi sebuah teka-teki hingga sekarang, tidak ada tanda-tanda yang signifikan, kematiannya hanya menjadi misteri.

Lantas, kenapa iblis itu memiliki tubuh Gavrill? Menjadikan dia sebagai zombi? Apakah yang membunuh Gavrill sesungguhnya adalah iblis yang sedang dilawan Klas dan Xander?

Jeri menatap Gavrill hampir putus asa.

Di tempat lain ada Klas yang bergerak cepat, kecepatannya hampir tidak bisa dilihat menggunakan mata telanjang, bergerak memutari iblis laki-laki yang hanya berdiam diri sambil mengawasinya.

Mata Xander terbelalak saat secara tiba-tiba jutaan rantai berwarna emas cerah muncul bergerak memutar memerangkap iblis itu di tengah-tengah, ia menatap Klas yang berdiri di atas rantai, pemuda itu mempunyai dua sihir sempurna yang membuat ia bergumam kagum.

"Pantas menjadi penyihir pilihan Kaisar."

Klas tidak berlagak sombong, dia pun tidak tersenyum ketika Xander menatapnya kagum, ia lebih memilih mempercepat gerakan rantai untuk terus membuat iblis itu terperangkap.  

Xander melompat naik, bersembunyi di antara jutaan rantai, dan bersiap melakukan serangan.

Rantai itu bergerak berputar, beberapa ujung rantai turun untuk menyerang iblis dengan kecepatan di atas nalar manusia, sayangnya iblis itu bergerak sama lincahnya untuk menghindari serangan dari rantai tersebut.

Mendongak ke langit, menatap pemuda berambut panjang bermata emas yang serius untuk mengakhiri dirinya di sini, kemudian ia tersenyum licik. "Apa yang membuat manusia lemah sepertimu yakin bahwa aku akan terkepung dengan si---cih!"

Sebelum iblis itu selesai bicara, rantai yang awalnya bergerak memutar kini menjadi mengikat tubuh iblis itu bersamaan dengan Klas yang menunjukkan sebuah genggaman tangan di atas pohon; entah sejak kapan dia bergerak ke atas pohon. Detik berikutnya Xander muncul tepat dihadapan iblis itu, dia yakin bahwa rantai itu kian mengencang, dan kesempatan itu takkan ia sia-siakan.

Xander memegang bahu iblis itu. Klas langsung menggenggam kedua tangannya. Ledakan besar terjadi hingga membuat tanah di sekitar mereka hancur, udara menjadi penuh debu, dan getaran terus terjadi hingga membuat Klas dan Xander tidak mempunyai pijakan yang benar.

"Apakah berhasil?" Hampir terjatuh dari atas pohon, Klas membenarkan posisi kakinya, memegang batang pohon dengan cengkraman keras.

Xander sudah berdiri jauh dari sumber ledakan, matanya menyorot sipit pada titik pusat penghancuran, harap-harap cemas karena ia yakin iblis tidak bisa dijalankan dengan mudah.

Pelan-pelan debu menghilang. Getaran lenyap. Bunyi ledakan pun usai. Klas dan Xander terbelalak terkejut ketika rantai itu tidak mengikat apapun, dan sihir penghancuran hanya menghancurkan tanah, mereka tidak terkejut jika iblis itu selamat tetapi melihatnya secara nyata seperti ini membuat mereka makin larut dalam kewaspadaan.

Entah apa yang terjadi barusan, entah ke mana iblis itu menghilang, dan dari mana wujud seorang gadis muda berambut cokelat digelung itu muncul. Gadis itu tersenyum lebar dengan mata yang menyipit tajam, bagai orang gila dia memiringkan wajah dan bergumam, "Bagus, bagus!"

"Siapa kau!" seru Klas.

Xander melangkah mundur, mulai bersiap untuk melakukan penyerangan, sedangkan di dalam hatinya penuh dengan tanda tanya besar.

"Panggil aku Emma," kata gadis itu sambil meraba gelungan rambutnya dengan lembut. "Iblis kemalasan," lanjutnya. Dia berubah menjadi seorang pria tinggi, wujud awal iblis itu, membuat kedua manusia yang berhadapan dengannya tercengang. Dia tersenyum pongah.

"Giliranku!" Matanya menyorot Klas dengan tatapan yang begitu menakutkan, lagi-lagi aura mencekam bagai hawa kematian muncul, bersamaan dengan itu Emma berubah menjadi burung; terbang dengan kecepatan tinggi melebihi kecepatan suara, berubah menjadi manusia yang langsung menendang keras leher Klas hingga pemuda itu terlempar jatuh ke tanah.

Klas memuntahkan banyak darah. Dia terbaring di atas tanah, wajahnya terpantul dari cahaya remang pada genangan darah di bawahnya, kedua tangannya meremas tanah karena merasa sakit pada tenggorokannya.

Xander belum sampai bergerak untuk melawan, lehernya sudah ditawan oleh Emma, dicekik dengan kuat hingga rasanya tenggorakan yang ia punya seperti akan meledak dan hancur. Dadanya sakit, pasokan oksigen seolah dihadang, panas dan perih membuat mulutnya ikut membantu memasukkan udara.

Mata Xander hampir membalik ke belakang hendak hilang kesadarannya, tangan lemahnya bergerak untuk menyentuh tangan Emma untuk ia hancurkan, akan tetapi fisiknya sudah tidak bisa untuk meraih segala tenaga. Xander sudah melemas.

Tubuh Xander terangkat tinggi oleh tangan Emma yang keras, tubuh dia melayang di udara, dan Alexa yang bersembunyi di semak-semak menatap itu penuh trauma hingga air matanya jatuh menimpa pipi mulusnya.

Alexa teringat adegan dua temannya mati terbunuh karena cekikan iblis itu.

Rantai berhasil mengikat pinggul Emma tanpa disadari oleh iblis tersebut, sebelum semua menjadi sia-sia, rantai itu menarik pinggul sang iblis hingga tubuh pria dewasa tersebut melayang ke udara bersama dengan Xander. Adanya celah di antara tangan Emma, Xander berhasil melepaskan diri dari cekikan, pun langsung melompat kemudian menumpukan berat badannya ke perut Emma.

Xander berhasil menginjak Emma hingga menyatu dengan tanah. Bernapas dengan keras, ia belum sepenuhnya sembuh dari pengaruh cekikan Emma, pandangannya masih mengabur dan otaknya seolah mengalami tekanan yang luar biasa hingga rasanya pening.

Di sisi lain, Klas berdiri sempoyongan, tersenyum lebar ketika sadar Xander berhasil lepas dari cengkraman iblis itu. Meski kondisi tubuhnya tidak baik, ia bangga pada dirinya sendiri, sebab masih bisa berdiri setelah mendapat serangan yang hampir mencelakai nyawanya.

Iblis laki-laki itu berubah menjadi perempuan muda nan cantik, memuntahkan darah melalui mulutnya, kemudian dia mulai beregenerasi cepat memulihkan diri.

"Sial!" teriak Klas emosi.

Xander tidak jadi untuk melepaskan Emma, ia langsung mencekik iblis itu, tetapi dia berubah menjadi ribuan cacing yang menjijikkan membuat ia memuntahkan cairan di atas kulit-kulit cacing yang licin mengilap.

Xander menatap Klas dan berkata, "Maaf, aku jijik dengan hewan ini."

"Jangan pingsan sialan!" Menarik tubuh Xander dari ribuan cacing ke arahnya, Klas tidak membiarkan pemuda itu pingsan, ia langsung menampar pipinya hingga bangun.

Dia bangun tapi lagi-lagi memuntahkan isi perutnya, alhasil Klas hanya bisa pasrah.

"Dasar pria lemah!"

Berdiri tegap di depan Xander yang masih melemah karena efek samping cacing, Klas menatap cacing-cacing dengan tatapan jijik dan marah, dia langsung memberi rencana pada seseorang yang berada di belakangnya.

"Dengarkan aku. Kita harus melawannya secara bertubi-tubi hingga dia tidak bisa untuk beregenerasi. Aku tidak tahu kelemahan iblis itu ada di mana, tetapi jika dia mempunyai keahlian regenerasi, pasti ada jeda untuk melakukan regenerasi berulang."

"Kita incar jeda itu untuk menghancurkan tubuhnya sepenuhnya. Lawan rasa jijikmu demi masa depan manusia, kita tidak bisa menyerahkan iblis itu kepada venator muda yang belum berpengalaman," jelas Klas sambil melirik ke belakang, di mana Jeri beserta kawan-kawannya berusaha menyerang seorang pemuda pemilik sihir ruang dan waktu.

Berhenti memuntahkan isi perutnya, Xander pelan-pelan berdiri, mengangguk mantap sambil menahan mual. "Ya---ummhh!!"

Pada akhirnya, Xander kembali memuntahkan isi perutnya untuk yang terakhir kali.

Xander dan Klas terus melakukan serangan beruntun tanpa memiliki jeda untuk menyerang Emma, tetapi iblis itu terus menerus berubah wujud dan beregenerasi seolah tidak memiliki waktu berhenti untuk melakukan hal itu.

Xander dan Klas kehilangan banyak energi sihir, terus mendapatkan serangan dari iblis hingga tubuh mereka hampir dipenuhi darah beserta luka, tetapi iblis itu masih sehat-sehat saja tanpa segores luka dan tanpa kehabisan energi sihir. Sungguh tangguh tetapi menyebalkan.

Kedua venator berpengalaman itu sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk membuat Emma kalah, justru sebaliknya mereka berdua malah semakin dipukul mundur, jarak kekuatan mereka terlampau jauh. Secara nyata keduanya ditampar kenyataan, bahwa manusia tidak akan bisa mengalahkan iblis yang seperti ini---mungkin saja bisa jika memiliki teknik khusus.


°°ρђลиэяล°°


Bagai pamer sihir, Theo dan Gavrill sama-sama bergerak cepat melalui sihir dimensi dan ruang. Setiap kali mereka keluar dari lubang sihir mereka, keduanya akan saling menyerang, kemudian hilang sesaat dan melakukan hal serupa lagi.

Acap kali Gavrill bergerak untuk menyerang teman-teman Theo, saat itu jugalah Theo hadir dari dimensinya untuk membatalkan serangan pemuda tampan pemilik sihir ruang dan waktu, seolah-olah keduanya balapan untuk mencapai target mereka.

Bisa melihat sedikit jeda di antara sihir waktu milik Gavrill membutuhkan waktu hampir setengah jam, Theo hampir dibuat gila karena tidak bisa beradaptasi dengan sihir musuhnya, tetapi saat ini ia agak bisa tersenyum sombong di depan kawan-kawannya yang hampir sekarat karena luka dalam mereka.

Sihir Theo seimbang dengan sihir Gavrill, sepertinya mantan ketua Black Wolf memiliki kelemahan untuk pengguna sihir dimensi, waktunya tidak bisa menghentikan pergerakan dimensi sehingga ketika ia menyerang menggunakan sihir ruang pun ia tidak terelakkan dari penyerangan balik Theo terhadapnya.

"Aku tidak mengira sihirku sedikit memberi pengaruh, kheh," gumam Theo diakhiri dengan seringai jahat.

Theo yang menyadari kesempatan emas itu semakin menggila dalam melakukan penyerangan, ia terus melakukan hal serupa untuk menjatuhkan lawan, tetapi di mata Jeri saat ini temannya hanyalah membuang tenaga sia-sia tanpa membuat lawan putus asa.

"Masukkan kita ke dalam dimensimu," bisik Jeri tanpa suara ketika Theo tidak sengaja menatapnya, kemudian ia menatap kawan-kawannya yang lain dan terakhir menatap datar Gavrill.

Mengerti apa yang dikatakan Jeri, meski kurang tahu rencana apa yang akan ketuanya putuskan, Theo melaksanakan apa yang diperintahkan Jeri dengan serius. Keluar dari lubang dimensi sebanyak puluhan kali demi menangkap Gavrill, akhirnya ia berhasil memegang kedua tangan Gavril, menarik pemuda itu masuk ke dalam lubangnya dan kemudian ia memperlebar jangkauan dimensinya menyebabkan seluruh timnya masuk ke dalam dimensi.

Theo memegang erat kedua tangan Gavrill, menatap tanpa berkedip ke pemuda di depannya, ia harus tetap menjaga pemuda ini supaya tidak melakukan pergerakan yang membahayakan dirinya maupun rekan-rekan yang begitu ia cintai.

Gavrill bergerak gelisah untuk menyelamatkan diri, matanya menatap beberapa orang  di dalam dimensi asing ini kemudian dia menatap Theo, tidak mengatakan apapun ia berusaha melepaskan diri.

Dimensi yang Theo buat berwarna abu-abu, tidak memiliki hal-hal yang mencolok seperti gedung atau ruangan, tempat ini sangat luas tidak terjangkau dan tidak mendasar. Mereka semua berdiri seolah berada di awang-awang, ketika mereka menundukkan kepala kaki mereka tidak memijak apapun, sedangkan di bawah sana menjadi sangat gulita menyatakan bahwa kedalaman dimensi ini tidak terkira.

Kartel dan Kallen adalah satu-satunya orang yang tidak pernah masuk ke dalam dimensi Theo, ini baru pertama kalinya, sehingga mereka berdua berusaha menyeimbangkan diri supaya tidak jatuh; sebenarnya siapapun yang ada di dimensi ini tidak akan jatuh dari tempatnya berdiri.

Dari arah belakang punggung Theo muncul sebuah bayangan, di mana bayangan itu memaksa bahu kanan Theo untuk merunduk, kemudian sebuah mata terlihat jelas berpandangan dengan mata Gavrill. Saat itu juga sosok Jeri terlihat mencolok, dia menjadikan bahu Theo sebagai sandaran tangannya---lebih tepatnya memaksa Theo merundukkan badan.

Gavrill berhenti bergerak setelah bertatapan dengan Jeri, tubuhnya seolah pelan-pelan hancur dari dalam, membuat ia mengerang kesakitan.

Tidak memberi waktu untuk kemampuan regenerasi, dari arah atas muncul Kartel yang melompat kemudian menginjak bahu Gavrill, dia memukul puncak kepala orang itu menggunakan kedua tangannya yang ia satukan.

Tubuh Gavrill yang sebelumnya kesakitan karena ulah Jeri kini harus bergerak turun dengan tangan yang masih dipegang erat oleh Theo, baru saja ia memperkirakan dirinya akan jatuh tersungkur, ternyata dari arah bawahnya ada Kallen yang datang dengan membawa pedang lalu menusukkan benda panjang itu ke dalam perutnya tembus ke punggung belakang.

Gavrill memuntahkan darah melalui lubang mulutnya, perutnya pun mengucurkan darah yang begitu deras, matanya bergerak pelan menatap Theo yang sedang menatapnya miris. Kemudian detik berikutnya ketika tubuhnya terbelah, ia hanya bisa menatap seluruh pemuda itu ... diakhiri dengan ia tersenyum kemudian menangis.

Tubuh Gavrill berhasil tidak beregenerasi dan dia sudah tumbang tanpa nyawa. Kallen dengan tanpa hatinya kini berdiri sambil memegang jantung Gavrill, memecahnya hanya dengan genggaman tangan kuat, membuat darah muncrat mengenai wajahnya.

Theo menutup mata, menundukkan kepala, kemudian menggigit bibir bawahnya. Tidak ingin melihat Gavrill ataupun Kallen yang memecah jantung iblis. "Kau tidak perlu sekejam itu, Kallen," seterunya pelan dengan suara lirih.

Viktor yang awalnya berencana menyerang Gavrill menggunakan bonekanya kini hanya bisa terdiam dengan tatapan kosong, hal yang masih ia ingat sampai saat ini adalah tangisan beserta senyuman dari Gavrill, seolah-olah mantan ketua mereka itu bersyukur mereka telah mengalahkannya. Namun, hati Viktor merasa sakit, entah karena apa.

Jeri menatap semua itu dengan tatapan datar, wajahnya tidak bereaksi sebagaimana mestinya. Meski jantungnya begitu sakit tatkala Gavrill menunjukkan senyum terakhirnya, tetapi wajahnya hanya menunjukkan betapa kejamnya ia saat ini, seolah puas dengan kematiannya.

"Jaga dia di dimensimu, Theo," suruh Jeri. Dia segera membalik badan, memberikan punggung tebalnya ke muka Theo yang kini menatapnya, sedangkan ia sendiri menatap kekosongan di depannya dengan tatapan sendu. Pada akhirnya ia menyembunyikan rasa sedihnya dari teman-temannya.

"Jeri, sebenarnya aku mempunyai kemampuan anti sihir dan gravitasi--"

"Sialan! Bajingan ini!" Viktor bergerak cepat, menarik kerah baju Kallen dan menatapnya sinis, ia menjadi sangat emosi saat ini.

"Itu tadi bisa buat menghalangi Gavrill, dan kau---" Theo tidak bisa berkata-kata, ia langsung memalingkan wajah dan memaki dalam hati.

Kallen menundukkan kepala. "Aku panik dan lupa."

Viktor melepas kerah baju Kallen, dia menjadi berjalan mendahului Kallen, kemudian mengomel bahwasanya iblis di belakangnya ini jauh lebih bodoh dari umat manusia.

"Tidak berakal," bisik Jeri sambil menatap punggung Kallen.

Dimensi Theo berubah menjadi dunia nyata di mana mereka berpijak di atas tanah bersamaan tanpa tubuh tak bernyawa milik Gavrill, mereka semua bernapas panjang, kemudian mulai mengamati keadaan sekitar yang kacau; tanah tidak berbentuk, pepohonan hancur, dan udara beraroma gosong dan amis.

"Bagaimana kalian bisa berdiri tadi?" tanya Kartel ingin tahu.

Viktor menatap Kartel ketus, kemudian dia menjawab, "Kau bisa melakukan apa saja di dimensi tadi. Kau bisa terbang, melompat, melayang dan berdiri tanpa takut jatuh!"

Kartel membuka mulutnya kagum, menatap Theo dengan tatapan penuh pujian, membuat pemuda berambut pirang panjang itu menjadi besar kepala.

"Kalian selamat?"

Mereka semua langsung mendongak ke langit, di sana ada sosok perempuan cantik yang membawa dua kepala yang terputus dari tubuhnya. Entah di mana tubuhnya, tetapi mereka sama-sama tahu bahwa dua kepala yang dilemparkan ke atas tanah saat ini adalah kepada Klas dan Xander.

Mereka semua tertekan. Takut. Putus asa. Rasa tidak bisa mengalahkan iblis itu muncul. Aura mencekam di sekitar mereka seolah memanggil mereka untuk masuk ke dalam rasa binasa yang kekal. Kaki dan lutut mereka seolah dipaksa untuk jatuh ke tanah kemudian mereka sujud ke perempuan itu, meski tidak sampai sujud, mereka mampu menahan sampai tubuh mereka bergetar.

Saat perempuan itu berubah menjadi pria, mereka semua terbelalak, tanpa sadar Kartel jatuh ke atas tanah dengan rasa takut yang menguasai seluruh raganya, tidak hanya dia saja ada Viktor yang ingin kabur tetapi kakinya seolah terpasung di atas tanah.

Emma dalam wujud prianya tersenyum gila, mengolesi bibirnya dengan darah bekas penyiksanya kepada dua manusia buruannya tadi, sedangkan matanya menatap anak-anak di depannya dengan tatapan gembira.

"Senang bertemu dengan kalian, anak-anak yang diramalkan, pasti Qenan membimbing kalian dengan baik hingga saat ini, kan?"

Satu nama yang terucap dari bibir Emma berhasil menghantam kepercayaan Jeri, Theo, Viktor dan Kartel. Mereka berempat terutama yang sudah mengenal Qenan lama menjadi sangat murka beserta kecewa, meski tidak ada kejelasan tentang dia, tetapi dari raut wajah iblis itu seolah mengatakan Qenan adalah salah satu bawahan iblis itu.

"Kalian terkejut? Qenan adalah Raja dalam sejarah kalian ... dan darinya dia berpesan, kalian tidak akan bisa mengalahkan satupun iblis dengan kecacatan kekuatan kalian saat ini .... Hahahaha," tertawa begitu kencang hingga udara bergetar begitu keras, lagi-lagi ucapannya menghantam hati manusia yang menatapnya bengis dan takut secara bersamaan.

"Kalian sudah tahu bagaimana salah satu iblis sepertiku sekuat ini, di masa depan ada iblis yang lebih mengerikan daripada aku, Raja berserta tangan kanannya akan segera bergerak."

"Apa yang kau maksud!" Gertak Kallen. Ia tidak mengerti apa maksud dari ucapan iblis di depannya, setahunya raja iblis tidak memiliki tangan kanan---orang kepercayaan---seperti ucapan Emma.

Emma menatap Kallen dengan tatapan menyipit kemudian senyuman lebar terbit dari bibirnya, dia berbisik mengerikan, "Kau harus lebih kuat dari ini ... Jeri, gunakan sepenuhnya kekuatanmu."

Emma menatap jauh ke belakang Jeri, bertatapan dengan sesuatu yang bergerak tak kasat mata di belakang punggung Jeri, kemudian tersenyum psikopat dengan seringai jahat.

Kallen menekan kuku-kukunya ke daging tangannya, sedangkan Jeri menatap Emma datar.

"Kita harus mundur," gumam Theo pelan, membuat teman-temannya semua mendengar dan setuju.

Yakin atau tidak, mereka semua harus mundur, mencari bantuan untuk mengalahkan iblis itu. Mereka tidak akan bisa untuk mengalahkan iblis itu. Tidak akan pernah bisa dengan kekuatan mereka yang sekarang.

Serentak mereka membalik badan segera berlari, tetapi tiba-tiba tubuh mereka melayang ke udara, saat mendongak mereka semua sadar bahwa buku besar yang tiba-tiba menutupi langit malam adalah penyebab mereka melayang sekarang.

Jeri, Theo, Viktor, Kartel dan Kallen berhasil masuk ke dalam buku, upaya mereka untuk melepaskan diri dari hisapan buku sama sekali tidak membuahkan hasil. Bahkan Kallen yang mengeluarkan sihir gravitasinya pun tidak bisa menahan mereka dari tarikan buku besar itu. Matanya berkedip bersamaan dengan buku yang menghilang.

Tersenyum lebar, "Aku mendapatkan mereka, xixixi."

14 Maret 2023,

Ersan.

🔍Jendela Phantera

Hallo, Pejuang. Bagaimana keseruan beberapa chapter terakhir ini? Udah muncul banyak teka-teki dan adegan pertarungan, ya?

Ada yang tahu soal sihir ruang dan dimensi? Iya, Ruang milik Gavrill dan Dimensi milik Theo.

Ah, kalian benar, Gavrill ini salah satu tokoh yang pernah disebutkan di chapter awal ketika Black Wolf menuju koloseom. Ketua Black Wolf sebelum Jeri.

Apa yang membuat kalian bertanya-tanya mengenai pertarungan ini? Saya menebak pasti perkara sihir ruang dan dimensi.

Sihir Gavrill adalah ruang dan waktu. Di setiap ruangan pasti ada waktu, di setiap waktu pastinya ada ruang, itu adalah kunci. Keduanya sama-sama terikat. Ketika Gavrill memakai sihir ruang yang di dalamnya hanyalah sebuah ruang hampa, di dalam ruang tersebut dia harus berpacu dengan waktu, tidak bisa lebih dari satu menit berada di ruang.

Sihir ruang lebih mudahnya adalah ruang kosong yang berada di dimensi lain yang manusia nggak bisa menyentuhnya, di dalam sana berlaku sebuah waktu yang mana 'objek' yang berada di dalam sihir ruang tidak boleh berada di sana melebihi satu menit.

Apa dasarnya? Itu adalah hukum pada cerita ini.

Nah, kali ini mengenai perpindahan Gavrill dari ruang tersebut.

Sebagai contoh; Gavrill harus menuju ke arah Kartel menggunakan sihir ruang. Dari tempat A, Gavrill membuka ruang menuju tempat B, dan di tempat B baru dia keluar kemudian melukai Kartell.

Bagaimana jika Gavrill terlalu lama di  dalam ruang? Dia akan mati dan membusuk, sama seperti buah apel yang kalian biarkan di atas meja tanpa sedikitpun kalian sentuh.

Kedua, tentang Dimensi. Sihir dimensi milik Theo hampir sama dengan sihir ruang, tetapi juga jauh berbeda dengan sihir tersebut, sebab hanya temanya saja yang sama.

Sihir dimensi sama-sama mempunyai ruang di tempat yang nggak bisa dijamah oleh orang lain, berada di dimensi berbeda dengan dimensi manusia, dan hanya Theo yang bisa membukanya. Hampir mirip sihir ruang, kan?

Apa yang membuatnya berbeda?

Yang membuat sihir dimensi berbeda adalah tidak ada waktu yang beroperasi di sihir ini. Di dimensi Theo tidak dibatasi mau sampai kapan dia di dalam sana. Terlebih di dalam dimensi ini juga Theo mampu mengizinkan orang lain keluar atau tidak, dan di sihir dimensi ini juga bisa untuk digunakan sebagai tas penyimpanan dengan ruang yang sangat luas.

Masih ada yang membuat Pejuang bingung? Tanyakan saja ke saya.

Terimakasih.

Salam pejuang!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top