42 : Rhodes & Baal [Final]
"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.
Klas mengusap keringat pada wajahnya mengenakan kain berwarna merah jambu. Kulit wajahnya menjadi sangat kusam. Berpatroli di sekitar tempat yang dinyatakan sebagai wilayah iblis membuat ia terus berwaspada. Menaruh sapu tangan ke dalam saku bajunya, merasa bahwa sepertinya ia pun harus istirahat sebentar bersama anak-anak lain, mungkin meditasi adalah pilihan yang akan ia pilih.
Ketika mengolah TKP, memang benar keadaan tempat itu sangat buruk, benar-benar dipenuhi darah manusia. Ia juga meminta warga untuk tidak mendekati perpustakaan, untuk berjaga-jaga ketika iblis itu nanti muncul.
Pertarungan mengerikan telah terjadi di jarak seratus meter belakang perpustakaan terkenal di Desa Reelbok. Entah iblis jenis apa yang dilawan oleh Holy Eagle, yang pasti dalam pertarungan ini ada kisah tragis yang hanya menyisakan Alexa sendiri.
Lima belas menit telah berlalu dengan ia yang terus berputar-putar di sekitar perpustakaan, tetapi ketika ia kembali dengan harapan bahwa anak-anak sudah siap ternyata hanya harap saja, sebab mereka kini masih sibuk bermeditasi. Ah, meninggalkan satu anak yang hanya berdiri sambil memperhatikan teman-temannya.
Melangkah menghampiri pemuda pirang dengan langkah cepat, kemudian dia berseru agak lantang, "Kenapa kau tidak bermeditasi?"
Kartel terkejut bukan main karena kedatangan Klas yang menurutnya tiba-tiba, terlebih suara keras yang dia keluarkan membuat ia panik setengah mati, ia pikir dia adalah musuh. Menghela napas panjang, jantungnya pelan-pelan menjadi berdetak anggun.
"Aku tidak bisa melakukan meditasi," kata Kartel sambil menggaruk tengkuk.
Klas mengerutkan kening. Mengambil posisi duduk bersila di atas tanah, ia mendongak menatap Kartel. "Apa kau tahu meditasi untuk apa?" tanyanya.
Tanpa disuruh oleh Klas, Kartel langsung duduk berhadapan dengan pemuda itu. Ia sadar bahwa dirinya akan diajari tentang meditasi. Meski Klas tampak tidak memedulikan dirinya, akan tetapi hatinya pasti sangat lembut hingga dia tanpa pikir panjang langsung akan mengajari dirinya. Pipi Kartel bersemu lembut.
Mereka semua duduk di bawah naungan pohon besar. Batang pohon itu memiliki lingkaran yang bisa dipeluk oleh lima orang, mempunyai tinggi lebih dari seratus meter, daun-daunnya saling tumpang tindih membuat orang-orang di bawahnya menjadi jauh dari jangkauan matahari. Usia pohon ini mungkin lebih dari lima puluh tahun, kokoh dan kuat, khas pohon yang sudah berusia tua.
"Meditasi digunakan untuk memulihkan energi sihir yang sempat terkuras, menenangkan diri, memperkuat energi sihir dan memperkokoh jasmanimu." Menerangkan dengan suara lembut, Klas menyebutkan kegunaan meditasi dengan sangat lengkap.
"Kau harus tenang, kosongkan pikiran, ketahui dirimu saat ini berada dalam posisi mencari kenyamanan dalam bermeditasi, pun jangan pikirkan apapun. Ketika kamu benar-benar merasa damai dan tenang, tubuhmu akan merasakan energi sihir dari dunia ini, energi paling besar pada alam ini. Energi sihir manusia yang terbatas akan terkoneksi dengan energi sihir dunia ini yang tidak terbatas, disaat itulah kau pelan-pelan mengolah energi sihirmu supaya bisa menarik energi sihir dunia untuk menjadi milikmu."
Kartel memperhatikan dengan saksama, melihat Klas yang mulai melakukan meditasi. Pemuda itu membentuk sebuah lingkaran kecil dari kedua tangannya di depan perut, dia melihat pula bahwa pemuda itu mulai menutup mata, menunjukkan pose dalam bermeditasi. Ia langsung melakukan hal serupa, tak lupa melakukan hal-hal apa saja yang harus ia lakukan sebelum masuk ke meditasi yang dalam. Tetap tenang, kosongkan pikiran, jangan pikirkan apapun selain memusatkan diri pada energi alam.
"Peletakkan energi sihir ada dua, ada di dada dekat jantung dan ada di perut dekat hati. Jika kau meletakkan energi sihirmu pada perut, kau akan bermeditasi dengan cara sekarang, tetapi ketika energi sihir kau letakkan pada dada maka kau harus meletakkan kedua tangannmu di depan dada. Apa kau tahu letak sihirmu sekarang?"
Kartel mengerutkan kening. Ia berusaha mencari energi sihir pada tubuhnya. Di mana letak energi sihirnya, bagaimana cara mengetahuinya? Bibirnya ia gigit pelan, lumayan merasa panik karena tidak merasakan perbedaan saat meditasi. Pikirannya tidak mau kosong. Hatinya tidak mau damai. Kartel frustrasi.
"Aku rasa tidak," balas Kartel. Bibirnya mencebik. Kenapa melakukan meditasi yang ia pikir sangat mudah menjadi sangat mengerikan sekali tingkat kesulitannya.
"Rasakan, tetap fokus, atur pernapasanmu," peringat Klas pelan.
Menghela napas berat. Kartel pelan-pelan mulai mengatur pernapasannya menjadi teratur sama seperti detak jantungnya yang relatif bertempo stabil, mengosongkan pikiran, dan berusaha merasakan bagaimana wujud energi alam dan energi sihirnya sendiri.
Butuh waktu yang sangat panjang bagi Kartel untuk tahu bagaimana menikmati waktu meditasi tersebut. Sekarang ia dikejutkan oleh hal yang menakutkan, di mana ia seolah merasakan suatu energi yang berlimpah ruah di luar tubuhnya, energi yang tidak terkontrol berputar-putar di seluruh dunia dan ia berada di putaran energi yang melimpah itu. Meskipun energi sihir di luar tubuhnya sangat kacau nan berat, entah kenapa ia merasa tidak terancam dengan keberadaan energi besar itu, malah energi itu pelan-pelan ada yang membuainya.
Ah, ini adalah rasa dari energi sihir alam, besarnya kekuatan dunia yang tidak tersentuh. Kartel harus mendapatkan energi ini. Menggigit bibir dalamnya, ia harus memusatkan diri pada energi alam untuk bisa menariknya ke energi tubuhnya.
"Ah, di perut." Perut Kartel berkedut nyaman, seolah terisi oleh makanan yang ternyata sumber energi alam, ia seperti sedang makan saat ini. Sangat lezat dan gurih, ia tidak tahu pasti bagaimana rasa energi alam itu, tetapi yang pasti seperti seluruh tubuhnya menjadi lebih sehat daripada waktu yang tadi. Luar biasa. Sangat hebat! Kartel menyukai sensasi dari bermeditasi.
"Kartel!"
"Kartel!"
"Sialan! Bangun!"
Teriakan-teriakan dari teman-temannya ia abaikan, mana mungkin dirinya meninggalkan meditasi yang bikin nyaman ini. Namun, belum sampai ia merasa kenyang akan energi meluap, tubuhnya tiba-tiba terlempar ke udara, seketika matanya terbuka menatap dirinya benar-benar melayang sebelum jatuh menabrak dinding bangunan.
Kepalanya menjadi pusing. Pandangannya mengabur. Sedikit gusar Kartel mulai mengurut puncak kepalanya. "Kenapa aku bisa melayang?" gumamnya tidak mengerti. Disela-sela itu seluruh tubuh bagian belakangnya sangat kaku dan perih, untuk sesaat ia merasakan kejang otot.
Viktor mendekati Kartel, kemudian dia menendangi tubuh Kartel dengan penuh emosi. Meski temannya berusaha melindungi diri, ia terus menghantamkan kakinya pada perut serta paha Kartel. Ia benar-benar kesal dengan pemuda satu ini.
"Dasar sialan, apa yang kau lakukan?! Jangan serakah! Ambil energi sihir alam sesuai kebutuhanmu! Kau ingin mati, ya!" sungut Viktor.
Pandangannya masih buram, ia tidak tahu pasti arah kaki Viktor menuju ke arah mana, sehingga ia tidak bisa melindungi diri dengan benar. Arah kaki Viktor seolah mengambil empat tempat, kaki dia menjadi berbayang, ada empat bayangan. Kemudian suara temannya sangat samar, ia tidak terlalu mendengar suara Viktor, hanya dua kata yang mampu ia dengar dengan jelas.
"Hentikan ... Alam? Mati? Apa?" Kartel berusaha bangkit setelah berhasil menangkap kaki Viktor. Terkejut pelan tatkala kaki yang ia pegang berhasil lepas dengan satu kali gerakan brutal.
"Kau bisa membuat dia mati, anak muda!" Suara Xander terdengar jelas di pendengaran Kartel, membuat pemuda pirang tersebut segera menatap Xander dengan tetapan berusaha menerawang.
"Si sialan ini ... " umpat Viktor. Melangkah pergi dengan wajah bersungut-sungut, Viktor tidak habis pikir dengan jalan pikir Kartel.
Xander menolong Kartel segera, membantunya berdiri, kemudian mengajaknya untuk kembali duduk di bawah pohon rindang tadi. "Kau tidak seharusnya berlebihan dalam memasukkan energi sihir pada tubuhmu, kau bisa meledakkan dirimu sendiri, selain itu kau bisa membahayakan teman-temanmu," tuturnya.
Duduk bersender pada pohon besar. Kartel berusaha mengingat apa yang terjadi, tetapi ingatannya hanya berpacu pada adegan di mana ia melayang di udara. "Sebenarnya apa yang terjadi?" gumamnya.
"Lihatlah si bodoh itu," gerutu Theo sambil mengurut kedua pelipisnya.
"Dia hampir mati karena kerakusannya," sahut Viktor dengan nada bicara yang masih terdengar kesal dan kasar.
Alexa bertugas untuk menyembuhkan Kartel, dia dengan sabar memulihkan tubuh pemuda itu. "Kau terlalu banyak mengonsumsi energi alam, sehingga tubuhmu terkena efeknya. Kau hampir meledakkan diri, kau juga hampir melukai teman-temanmu," beritahu Alexa.
Melirik ke Alexa kemudian kepada teman-temannya, pandangan Kartel sedikit membaik sehingga ia bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah sebal Theo dan Viktor. Mengangkat sedikit tangan kanannya, terlihat kulitnya memerah dan membengkak, apa ia benar-benar akan meledak?
"Jangan pernah berpikir kau bisa menyimpan seluruh energi alam ke dalam tubuhmu," peringat Klas. Mata Klas menjadi sangat tajam, menatap penuh tekanan kepada pemuda yang lima menit lalu ia ajari bagaimana cara bermeditasi dengan benar, malah anak itu bukannya menjadi benar dalam bermeditasi malah menjadi serakah.
Benar-benar manusia itu sangat merepotkan!
" ... Atau tubuhmu akan hancur berkeping-keping," lanjut Klas. Dia membalik badan memunggungi Kartel. Matahari sudah semakin turun, hari akan segera gelap, dan mereka belum menemukan titik terang keberadaan iblis itu. Sial lagi adalah mereka malah terjebak dengan meditasi buruk ini, benar-benar membuang waktu.
"Maaf," ucap Kartel.
Kallen masih setia duduk bersila di atas tanah. Jujur saja tadi hampir membuatnya merasa panik. Ia masih ingat di mana meditasinya terganggu akibat energi sihir alam menjadi tidak seperti biasanya, sehingga aliran energi alam yang ia ambil seolah melukai dirinya sendiri. Ketika ia memilih mengakhiri meditasinya karena ia pikir alam sedang tidak terkontrol, ternyata itu semua akibat dari Kartel yang bersemangat untuk memanen energi sihir alam sehingga tubuh pemuda itu membengkak secara pelan-pelan. Kartel langsung dihentikan oleh Theo dan Viktor, jika telat satu detik saja mungkin tubuh pemuda itu sudah hancur.
"Anak manusia yang serakah," gerutu Kallen pelan yang didengar oleh Jeri dan Xander.
Merasa ada yang akan datang, Jeri menoleh ke belakang, di sana ia melihat seseorang yang asing sedang melangkah mendekati mereka. Mengawasi orang itu, ia mulai was-was. Energi sihir orang itu biasa saja, tetapi entah kenapa pandangan mata orang itu tampak mengerikan.
Pria berambut hitam datang. Postur tubuhnya lumayan kekar. Warna matanya merah delima tua. Mempunyai tinggi hampir mendekati angka dua ratus sentimeter. Bergaris wajah tegas dan berwibawa. Kontur matanya tajam. Mereka semua terdiam menatap pria itu, termasuk Alexa yang melototkan mata saat menatap pria itu datang.
"Kalian sepertinya sangat lelah, masuklah ke perpustakaan untuk isti---"
Alexa bangkit dan berdiri, tubuhnya bergetar hebat, wajahnya pucat karena kepanikan, jantungnya berdegap dengan kencang.
"Teman-teman, dia iblis itu!" teriak histeris Alexa dengan napas tersengal-sengal, membuat aura di sekitarnya langsung suram, ditambah pria asing itu tertawa keras mengerikan.
Theo tidak dapat bergerak. Netra indahnya hanya terbayang pria itu sedang tertawa menggelikan.
"Apa-apaan?"
Bersamaan dengan itu, sebuah selimut sihir melingkupi area di sekitar mereka, membuat manusia yang berhadapan dengan iblis itu terkejut.
Kallen melepas anjingnya, menyuruh dia pergi, kemudian dia bersiap dengan segala kemungkinan terburuknya.
°°ρђลи†эяล°°
"Aku membutuhkan darahmu, manusia!"
Mata Daniel membola, napasnya tercekat, pelan-pelan ia merasakan deru napas di tengkuknya. "Sejak kapan dia di sini?" Dengan cepat ia menyiku bagian bawah dada Rhodes, kemudian melompat menyanding pada Adara.
"Kenapa aku lagi!!!"
Berwaspada. Adara melindungi Daniel di belakang punggungnya. Jika Rhodes ada di sini, sudah pasti Qenan bersama Arden berada di sisi lain hutan melawan Baal.
"Aku pikir mengampunimu saat itu akan membuatmu sadar, bahkan sampai sekarang aku membiarkanmu hidup karena aku takut hati Zeno akan terluka, tetapi setelah aku lihat bahwa Zeno tidak menginginkan hadirmu ... mungkin saat ini waktunya aku mengakhiri segalanya, Rhodes!" Aura yang dikeluarkan Adara semakin meningkat, membuat manusia yang dia lindungi sedikit ketakutan.
Rhodes berdiri sempoyongan, berusaha terus memijak pada tanah, sedangkan pandangannya sedikit berkabut. Tangan kanannya meraba dada kiri, yang mana letak lukanya menganga di sana, terasa sakit hingga bernapas saja tidak diberi izin. Gigi taringnya semakin terlihat runcing, matanya memerah cerah menatap Adara.
"Bajingan itu memberiku kutukan! Dan kau wanita sialan, tidak pernah mengizinkanku untuk memetik satu Bunga Leven sama sekali! Kalian benar-benar terkutuk!" Bergerak cepat, menghardik Adara menggunakan jemari lentiknya, ia berusaha untuk mencekik perempuan itu. Nahas saja, Adara berhasil menepis tangannya di akhir gerakan, membuat target yang ia kunci telah bebas.
Sedangkan Daniel melongo sebab dikala Rhodes terbang menuju Adara, dirinya tiba-tiba di dorong kuat oleh Adara hingga ia hampir menubruk pohon. Ketika ia akan melakukan protes, matanya menangkap gerak tangan Adara untuk memintanya pergi ke arah barat, di sana adalah lokasi kedua temannya yang melawan Baal. Tidak berpikir dua kali, Daniel segera berlari pergi, ia percaya bahwa ratu dari para peri mampu mengatasi Rhodes.
Adara melakukan pertarungan sengit dengan Rhodes. Sangat sulit untuk bergerak ketika lawannya adalah raja dari kecepatan. Adara beberapa kali hampir terjungkal hanya untuk menghindari gerakan gesit vampir tua yang menjadi lawannya. Sudah banyak kali ia berhadapan dengan Rhodes sendiri, banyak kali ia membiarkan vampir itu tidak binasa di tangannya, tetapi saat ini mungkin sudah saatnya mengakhiri kutukan itu.
"Berkat kebodohanmu di masa lalu, Bunga Leven tidak pernah bertumbuh dengan benar. Setiap kali tunas muda muncul bersama bayi para peri, tunas itu langsung mati dan tidak bertumbuh menjadi induk Bunga Leven. Seharusnya kau tahu betapa berharganya bunga itu bagi bangsa kami!" Emosi Adara meningkat, masih teringat di benaknya bahwa Rhodes meluluh lantakkan taman bunga dengan menggunakan api dari Baal yang dia panggil. Berkat itu jugalah, kaum peri hampir punah!
Rhodes memaksakan diri untuk melakukan sihir terbaiknya sebagai vampir, melawan Adara dengan sebal! Sebab ia berusaha mengejar Daniel untuk ia minum darahnya, tetapi Adara terus menerus menghalangi niatnya.
Tidak memiliki kesempatan untuk menaklukkan Daniel, Rhodes kehabisan akal hingga memaksa rusa yang sedang melarikan diri untuk menjadi santapannya. Ia hisap seluruh darah dari rusa itu, rontaan sakit dari hewan bertanduk cabang tersebut tidak ia hiraukan, meski rasa darahnya tidak senikmat darah manusia ia terus menghisapnya bagai nyamuk yang kelaparan.
Tubuh Rhodes dengan cepat menjadi pulih. Menyeringai menghadap Adara. Pada tangan kanannya terdapat pisau berwarna merah delima yang mempunyai bilah tajam kemudian dialiri energi sihir yang mengerikan.
Adara tidak terkejut dengan tindakan Rhodes. Menatap punggung Daniel yang mulai lenyap dimakan jarak, ia menghela napas penuh syukur, setidak-tidaknya dia telah jauh dari jangkauan vampir di depannya.
Satu kali kedipan mata, seketika seluruh tubuh Adara dipenuhi oleh cahaya keemasan, bahkan tubuhnya dipenuhi oleh tato-tato yang tumbuh bagai tanaman rambat dengan warna terang. Sesudah itu makhluk bercahaya dengan tinggi seratus meter, mempunyai sayap yang begitu lebar, makhluk itu begitu terang hingga Rhodes melompat jauh menghindari cahaya. Sore hari bagai siang hari, karena kedatangan makhluk suci Adara.
Rhodes berdiri di atas cabang pohon, menatap teguh pada makhluk yang mempunyai tinggi hampir seperti Baal yang ia miliki. Menatap ke barat, Baal sedang sibuk di sana, tidak bisa makhluk itu datang ke sini, kalau begitu ... ia melompat pergi, ia yang akan ke sana!
Adara terbang menggunakan sayap perinya, menyamai kecepatan Rhodes, diikuti pula oleh makhluk suci yang terbang di atasnya bagai prajurit tempur siap melindungi ia. Rhodes tidak boleh ke sana, tidak boleh bersatu dengan Baal, jika mereka bersatu akan sedikit sulit mengalahkan mereka.
Telapak tangan makhluk suci itu bergerak turun hendak menyentuh punggung Rhodes, tetapi kemudian terhantam ke belakang setelah mendapat serangan balasan dari pisau sihir mengerikan punya vampir tersebut.
Adara terus menghalangi langkah Rhodes, sedangkan Rhodes terus melawan, sebab keduanya sama-sama tidak boleh saling tersentuh serangan lawan jika tidak ingin mati.
Adara tidak boleh terkena pisau milik Rhodes, oleh sebab itu ia mendatangkan makhluk sucinya yang tahan oleh serangan Rhodes, jika tidak begitu ia juga ikut lenyap seperti tanah-tanah di belakangnya.
Tanah di belakang tubuh Adara adalah tanah yang sudah terbelah oleh sabitan pisau Rhodes. "Jika aku tidak terbiasa mungkin aku juga akan mati dalam hitungan detik," batin Adara.
Sedangkan Rhodes terus melarikan diri, menghalangi tangan makhluk suci itu untuk tidak menyentuh tubuhnya, sebab jika ia terkena sentuhan dari tangan makhluk itu dirinya takkan bisa diselamatkan lagi.
"Sialan," umpat Rhodes yang tidak berhasil membelah tubuh makhluk itu menggunakan pisaunya. Apa-apaan makhluk itu!
Daniel tercengang bukan main. Mulutnya terbuka lebar. Bulu pada tengkuknya meriang. Pertarungan macam apa yang sedang ia lihat saat ini. Seluruh hutan menjadi gundul habis terbakar, tidak ada satupun pohon dan tanah yang selamat dari semburan api dari tiga oknum yang sedang berkelahi.
Baal mempunyai sihir api yang entah tingkatannya seperti apa, tetapi yang pasti sihir api Baal jauh lebih tinggi daripada punya Qenan dan Arden, warna sihirnya pun hampir mendekati warna putih. Daniel menilai bahwa itu tingkatan yang lebih tinggi, mungkin serupa dengan tingkatan api biru yang hampir mendekati api putih.
"Suhu itu di atas seribu lima ratus derajat, di sekitar seribu tujuh ratus," gumam Daniel berusaha menilai. Meskipun sihir Baal cukup mengerikan, kedua temannya cukup tangguh untuk bertahan dari serangan.
Pertarungan ini seolah-olah sedang pamer sihir api. Ketiga oknum itu hanya mempunyai sihir api, entah kenapa Qenan tidak menggunakan sihir apapun selain sihir curiannya dari William.
Daniel melompat, mengeluarkan pedang cahayanya untuk mengikis tangan besar raksasa itu, tetapi sialnya kulit Baal sangat tebal bagai batu.
"Daniel!" Arden yang diselamatkan oleh Daniel menatap takjub pada keberanian manusia itu. Melangkah mundur, ia mulai bersiap untuk membantu, tetapi kemudian ia melihat Daniel memucat hingga warna wajahnya menjadi biru. "Menjauhlah, kau akan mati!" serunya.
Daniel merasa panas berada di atas tangan Baal, suhu tubuh iblis yang ia lawan saat ini sangat gila hingga oksigen di sekitarnya ditendang jauh. Tubuh Daniel bergetar hebat, ia tidak bisa untuk bergerak, paru-parunya seolah akan hangus. Di saat kritis seperti itu, Arden berhasil membawanya pergi keluar dari sana dengan dirinya dibawa bagai membawa kucing, di sisi lain matanya menatap tangan besar Baal yang bergerak ke atas meraih trisula berwarna emas kemerahan di tangan yang lain.
"Dia akan menusuk ... " lirih Daniel disela-sela ia kehilangan hampir separuh oksigen di dalam paru-parunya.
Arden tidak peduli. Telinganya mendengar suara debuman keras dari arah timur, seketika ia menoleh ke sana dan terkejut dengan adanya makhluk besar berwarna sangat cerah. Raksasa apalagi yang akan mereka lawan.
"Makhluk apa itu?" tanya Arden setelah berhasil membawa Daniel ke jarak tertentu, berdampingan dengan Qenan yang juga memperhatikan makhluk terang bersayap asing di sisi timur.
"Dia seperti sedang mengejar seseorang, ah, bukankah itu Ratu Adara?" Arden dengan wajah agak bodoh menatap arah timur, jari telunjuknya menunjuk pada Adara yang terbang rendah tepat di bagian bawah dada makhluk besar putih itu.
Qenan menatap makhluk suci Adara sekilas kemudian menatap Baal yang mengarahkan trisula ke arah timur.
Daniel berdiri tegak, pandangannya cukup tidak fokus, tetapi napasnya sudah kembali normal. "Kenapa kalian bisa mendekati di---" Terbungkam, melihat dua temannya dalam kondisi buruk. Baik Arden maupun Qenan sama-sama sudah kelelahan, tampilan mereka sangat kusut, juga luka dengan darah terlihat jelas di sekujur kulit mereka yang terpampang.
Gila, mereka bertahan selama ini untuk menahan makhluk mengerikan itu. Aura menekan dari Baal memang jahat, tetapi lebih mengerikan Qenan dan Arden yang bertahan sampai sekarang, ia harus melakukan sesuatu di sini.
"Kami juga tidak bisa bernapas saat berdekatan dengan Baal, tetapi jika tidak mendekat, kita tidak bisa mengalahkannya. Mengambil jarak pun tidak ada untungnya, dia mempunyai sihir yang besar," jelas Qenan. Dia mengusap keringat bercampur darah di pelipis kanannya.
Dada bidang Qenan kembang kempis, bahunya naik turun, mulutnya terbuka kemudian menutup. Mata lentik miliknya terpejam dibarengi dengan napasnya yang keluar sangat berat.
"Arden, jadilah support," Qenan segera melompat, dia mengeluarkan senjata yang ia gunakan saat melawan William, adamantium claw.
"Oke!" Arden melompat dan terbang. Api jingga indah punyanya membentuk sebuah sayap yang kemudian membuat Arden terbang menggunakan sihir apinya.
Daniel melongo. "Mereka gila!" Serta ia tidak bisa berdiri sendiri di sini, sehingga ia langsung mengikuti mereka berdua.
Pemandangan selanjutnya yang terjadi adalah Baal berancang-ancang untuk melemparkan trisula raksasa ke arah timur---arah Rhodes---sehingga Qenan mengarah pada trisula tersebut dengan Arden yang membawanya, sedangkan Daniel tidak mengerti apa yang sedang kedua temannya ini pikirkan.
Trisula terlempar menuju timur dengan kecepatan tinggi. Arden dengan cepat juga terbang mengikuti arah trisula, mereka sedang balapan dengan benda berujung tiga tersebut, alhasil Daniel makin pusing apakah ia harus ikut balapan atau menuju pada Baal dengan konsekuensi ia tidak bisa bernapas.
Trankkk!!
Bunyi pertemuan besi dengan besi terdengar nyaring. Daniel melotot horor, mulutnya terbuka lebar, di benaknya hanya terpikir bagaimana mungkin Qenan menghalangi laju trisula yang ukurannya sepuluh kali lipat deri ukuran tubuhnya dengan menggunakan kedua tangannya yang hanya mengenakan senjata kecil bagai cakar harimau. Lebih keren lagi adalah Arden, dia berjuang terus untuk tetap terbang supaya Qenan tetap bisa menahan trisula. Namun, sekekal apa tekad mereka, kenyataan masih saja menjadi lawan, pada akhirnya Qenan dan Arden terpukul mundur oleh trisula tersebut.
"Kkkkhhhhh," Qenan meringis, kemudian dia mendorong trisula itu, sehingga arah senjata milik Baal melenceng ke arah tenggara.
"Kau hebat!" Puji Arden tanpa sungkan.
Pertarungan yang hampir memakan waktu dua jam membuat Arden dekat dengan Qenan, banyak rintangan mereka lalui bersama selama melawan Baal, di sini juga ia paham kenapa manusia semakin kuat setiap generasinya.
"Bukan apa-apa." Tidak ingin merasa hebat, Qenan terus memperhatikan Baal yang akan mengambil trisulanya kembali, membuat ia kehabisan akal untuk melawan iblis itu. Trisula yang dipakai Baal mempunyai bobot berat sesuai dengan ukurannya, dan tadi nyaris saja ia tidak bisa membelokkannya karena terlalu berat.
Makhluk itu memiliki dua trisula besar, itu yang membuat Qenan menjadi panik saat ini.
Arden masih membawa Qenan, kedua tangannya memeluk pinggul manusia di bawahnya dengan erat. "Jika Baal kembali mengambil trisulanya, apa kau bisa untuk menanganinya lagi?" Arden sadar bahwa makhluk berwarna putih di timur itu adalah lawan bukan kawan, oleh sebab itu Qenan berusaha membelokkan arah trisula itu.
Melihat aksi heroik Qenan dan Arden membuat Daniel nekat untuk mendekati Baal. Kepalan tangannya semakin menguat, giginya saling bertemu, ia tidak bisa hanya menjadi penonton yang takut tidak bisa bernapas.
Berlari mendekati trisula yang tertancap di tanah, kepalanya sesekali menatap ke atas demi memastikan apakah tangan Baal sudah sampai ke trisula atau belum. Ini sangat sial, Daniel harus berlari sekuat tenaga, sedangkan di sisi lain ia juga kehabisan napas karena oksigen dihantam mundur oleh hawa panas dari tubuh Baal.
"Sial, sial, sial!" Di saat ia sibuk mengejar waktu demi berhasil mencapai trisula sebelum Baal, Daniel masih saja sempat mengumpat daripada mengatasi napasnya yang mulai tersenggal-senggal.
Merasa waktunya tidak akan cukup, terpaksa Daniel harus mengeluarkan sihirnya sekarang. Kedua tangannya terjulur ke depan sebatas wajah, mengeluarkan sebuah rantai cahaya yang mengikat bagian bawah trisula beberapa kali.
Baal menarik trisula hingga Daniel terseret-seret. Senjata besar itu terangkat setinggi lima meter, Daniel dengan amat sangat berjuang berusaha menurunkan trisula itu kembali dengan rantai sihirnya. Otot wajah Daniel terlihat jelas, matanya menutup rapat, dan mulutnya mencebik ke bawah.
"Kau bisa mengikat Baal juga?"
Membuka mata, menatap Arden yang baru saja berteriak. Kening Daniel berkedut keras, dengan menahan rantainya ia balas berteriak, "Akan aku coba, aaahkk!"
Seketika di seluruh tubuh Daniel keluar rantai dengan ukuran lebih besar bergerak cepat mengikat trisula dan tubuh Baal. Mendongak menatap rantainya yang berhasil mencapai hingga kepala Baal, Daniel tersenyum bangga, tetapi malah pandangannya mengabur!
"Sial ... aku kekurangan oksigen," maki Daniel. Melangkahkan kaki mundur, kedua tangannya pun ia semakin ia genggam, ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini!
Walau sesungguhnya ia sendiri tidak tahu mengapa harus mengikat Baal dan menahannya seperti ini!
"Siaaaaaal!" teriak Daniel Frustrasi.
Arden melempar Qenan ke puncak kepala Baal, itu lebih gila dari apa yang manusia pikirkan saat ini---Daniel, akan tetapi hal mengejutkan terjadi bahwa sesungguhnya sayap api Arden mengembang kemudian menjalar ke seluruh tubuh Baal. Arden berniat membakar seluruh tubuh Baal, lebih lagi sepertinya pemuda itu menguras seluruh energi sihirnya di sini, sehingga suhu api miliknya berubah drastis hingga membuat Baal berteriak kesakitan.
Tubuh Baal bergerak tidak teratur, Qenan yang berada di pundak makhluk besar itu selain menahan panas dari api Arden juga harus menahan tubuhnya sendiri supaya tidak jatuh ke tanah. Dengan gegabah, Qenan langsung menancapkan giginya pada leher Baal, giginya menjadi sakit hingga wajahnya berkerut, tetapi ia harus menyedot darah Baal.
Matanya menatap kosong ke depan, pada Arden yang sekuat tenaga untuk mengerahkan seluruh energi sihirnya, kemudian juga Daniel yang sudah berjuang di bawah sana hingga wajah dia memucat, semua ini demi rencananya untuk memiliki kemampuan Baal.
Namun, semua perkiraannya salah, perjuangan mereka gagal.
"Iblis ini tidak memiliki darah." Seketika tubuhnya terlempar ke bawah, menimpa tanah hingga ia batuk darah. Tidak ada informasi soal struktur organ dalam Baal, dia hanya disebutkan sebagai iblis yang diperintah oleh raja-raja vampir, tetapi ia tidak menyangka makhluk hidup seperti iblis Baal tidak mempunyai darah.
Mendongak ke atas, menatap Baal yang terus meronta. "Dia bukan makhluk hidup!" raung Qenan sambil berusaha bangkit, kedua lututnya sepertinya pecah karena tadi ia jatuh dengan kedua lututnya yang menyentuh tanah.
Raungan dari Qenan membuat Daniel dan Arden menoleh kepada Qenan yang berjalan tertatih-tatih sambil memegangi kedua lututnya, mata merah vampir muda itu terlihat kecewa, membuat mereka berdua tahu apa yang terjadi selanjutnya ... bahwa tidak ada kemenangan bagi mereka untuk mengalahkan Baal.
"Haah? Kalau bukan makhluk hidup apaan, haaa?!" Daniel menunjuk Qenan dengan jari telunjuknya, wajah pemuda itu murka dengan alis menukik tajam.
"Dasar brengsek!" umpat Arden marah.
Baal bergerak liar, menarik rantai pada tubuhnya kemudahan memutar rantai itu. Daniel ikut terbang terpontang-panting di udara, wajahnya menunjukkan keterkejutan daripada rasa takut, sedangkan matanya masih menatap Qenan meminta jawaban.
Hawa panas dari api yang baru saja dikeluarkan oleh iblis itu membakar tubuh Daniel, belum juga api milik Arden juga ikut menghabisinya, hal itu semakin membuat ia murka.
"Dasar vampir bajingan!" Daniel mengumpat panjang, menerima tubuhnya diterbangkan begitu saja.
Tidak ada jalan lain. Daniel melepas rantai sihirnya sehingga ia terlempar jauh menabrak pohon yang sudah terbakar. Kulitnya melepuh, pandangannya mengabur, pada akhirnya ia pingsan sebab kehabisan oksigen pada paru-parunya dan kepalanya yang terbentur keras.
"Sial!" Tahu bahwa Daniel sudah tidak sadar diri, dan Qenan sudah tidak berguna, satu-satunya harapan di sini adalah dirinya. Arden memaksa dirinya untuk terus menentang api milik Baal dengan apinya, moncong Baal mengeluarkan api padanya yang langsung ia hadang dengan api miliknya.
"Dasar kalian semua manusia brengsek!" murka Arden sambil terbang cepat menuju belakang tubuh Baal, tidak memberi waktu iblis itu membalikkan badan, ia langsung melepaskan sihirnya hingga tengkuk Baal terbakar hebat oleh ledakan api miliknya.
Jeritan Baal begitu mengerikan, kedua tangan dia bergerak berusaha meraih Arden yang terus memberi ledakan api pada tubuh besarnya, tetapi manusia itu bagai lalat yang mudah kabur ketika akan ditangkap.
Arden terbang dengan kecepatan penuh, berusaha untuk terus menyerang Baal, membuat ia lengah terkena kepalan tangan iblis hingga ia terbang tidak terkontrol. Dia terbang berputar-putar dan berhenti setelah dirinya nyangkut di atas cabang pohon. Ia akan bangkit tetapi kemudian urung, punggungnya sakit, pandangannya menjadi berputar-putar.
Baal selalu berusaha menangkap Arden yang terus berlalu lalang di depannya, akan tetapi setiap kali tangannya akan menyentuh makhluk kecil itu, Arden selalu menghilang dan muncul di sisi lain untuk menyerang menggunakan sihir apinya. Itu terus berlanjut hingga beberapa menit, membuat Baal meraung murka sebab tidak bisa menghilangkan satu lalat kecil dari pandangannya.
"Brengsek sekali," Arden bergumam.
Mata Arden tiba-tiba menjadi jelas dan kini dia melotot, sebuah cahaya berbentuk laser dengan kecepatan suara berhasil menembus kepala Baal, melubangi kepala iblis itu dengan tepat. Tidak hanya Arden yang menatap itu dengan kagum, Qenan juga ternganga di tempatnya berdiri, semua kaget dengan Daniel yang baru saja sadar langsung melakukan serangan kejutan yang memukau.
"Bukankah tadi serangan seperti itu tidak dapat mengenainya?" Arden bangkit, berusaha kembali terbang untuk melihat hasil karya Daniel lebih dekat.
Menyeringai. Daniel merasa bangga atas pencapaiannya, tidak sia-sia tadi ia gunakan untuk pingsan sebentar. "Mampus kau bedebah!"
Adara melihat kejadian itu dari kejauhan dengan senyum lega. Melupakan tentang keterkejutannya, ia kembali fokus kepada Rhodes yang masih terkejut dengan keadaan Baal.
Mata Rhodes berubah menjadi lebih tajam, merasa marah dengan apa yang dilakukan manusia pemilik sihir cahaya. Tubuhnya menghindar ke kanan dengan cepat, matanya menatap tangan besar yang hampir saja mengenai tubuhnya. Berkata dengan sengit, "Kau memang harus aku binasakan!"
Arden kembali terbang menunjukkan diri, ia tersenyum bangga pada manusia bernama Daniel.
"Selagi dia masih belum terkontrol, kita harus mengalahkan dia!"
Daniel memberi ibu jarinya kepada Arden, sedangkan Qenan mengangguk.
"Sepertinya Baal memang sudah kehabisan energi sihir," nilai Qenan.
"Serangan paling mematikan kalian, ya!" Sayap pada belakang tubuhnya mekar menjadi lebih besar, kemudian di kedua tangannya muncul pedang yang dikelilingi oleh api, Arden langsung meluncur cepat menuju kepala Baal.
Daniel membentuk lingkaran besar dari kedua tangannya, tangan kiri melingkar ke bawah dan tangan kanan melingkar ke atas, pandangannya fokus kepada gerak tubuh Baal. Ia akan melakukan hal serupa seperti serangannya tadi, hanya saja yang menjadi beda adalah ukuran sihirnya, sebab ia ingin melubangi sebagian besar perut dan dada Baal.
Sinar cahaya berwarna putih bersih menyilaukan berkumpul di tengah-tengah lingkaran tangan yang Daniel buat, energi sihir yang ia pakai sangat besar, kemungkinan nanti adalah dirinya akan kembali pingsan karena kehabisan energi sihir.
Qenan menjulurkan kedua tangannya ke depan dada, saat ini serangan jarak jauh adalah hal yang ia handalkan, maka dari itu ia harus melakukan flamethrower untuk menjangkau Baal. Sihir ini adalah sihir milik William, sedikitnya membuat ia teringat kejadian di mana ia membunuh dia.
Dimulai dari Arden yang menancapkan kedua senjatanya di bahu kanan dan kiri Baal, Daniel menyusul dengan serangan laser besar mengarah pada dada dan perut Baal, diakhiri oleh Qenan yang menunjukkan betapa mengerikannya sihir api punyanya untuk meniadakan setidaknya pinggul hingga kaki Baal.
Dua senjata Arden yang menancap di kedua bahu Baal tiba-tiba meledak disertai api besar yang melahap bagian atas tubuh iblis tersebut. Sihir laser cahaya Daniel bekerja dengan durasi cepat setelah senjata Arden meledak, tubuh bagian tengah Baal berlubang dengan sangat mengerikan menunjukkan organ dalamnya yang berceceran. Sama seperti cahaya laser, sihir Qenan membawa suhu panas yang membuat kedua temannya merasa kepanasan, detik berikutnya pinggul hingga ujung kaki Baal lenyap.
Ketiga manusia itu tersenyum bahagia, merasa berhasil dengan serangkaian serangan beruntun mengerikan punya mereka, membuat ketiganya sedikit bisa bernapas lega.
Tubuh Baal yang tersisa telah jatuh ke atas tanah, menjadi gumpalan-gumpalan daging menjijikkan, tetapi tidak ada darah yang keluar.
Arden turun menapak pada tanah, menghampiri Daniel demi memujinya karena melakukan hal keren saat serangan pertama tadi. Keduanya asik mengobrol, tetapi Qenan malah terpaku hingga tidak mampu berbuat apa-apa saat matanya melihat gumpalan daging itu menjadi wujud Baal kembali.
Tidak bisa berlari, ia mengaktifkan sihirnya kembali, teman-temannya sedang dalam bahaya. "Daniel! Arden! Menyingkir dari sana!" teriak Qenan sambil mengeluarkan sihir api dari tangannya.
Daniel dan Arden menoleh pada Qenan, keduanya terkejut sebab melihat pemuda itu malah menyerang mereka dengan sihir api besar.
Namun, sebelum sihir milik Qenan mengenai mereka, keduanya telah terkena tepisan tangan raksasa yang membuat Daniel terlempar ke depan hingga tubuhnya menancap pada bongkahan kayu, Arden dihantamkan ke sebuah batu besar hingga batu itu hancur berkeping-keping, sedangkan Qenan mengutuk sihirnya yang tidak mampu menjamah tangan besar Baal sebelum menyentuh mereka berdua.
"Urus bagian belakang, Zeno!"
Masih merasa hancur karena kedua temannya dikalahkan dengan begitu mudahnya, Qenan memutar badan ke arah timur yang mana Adara datang membawa makhluk sucinya beserta Rhodes yang mengejar.
Menghembuskan napas panjang, matanya tertutup pelan, kemudian saat ia membuka mata suatu gerakan telah terselesaikan. Qenan memutar tangannya ke atas dan ke bawah secara bersamaan, keningnya muncul sebuah tanda salib berwarna emas, dan di depan tubuhnya muncul sebuah lingkaran sihir dengan simbol salib besar di tengah-tengah lingkaran, warna emas menerangi sekitar tubuh Qenan.
Rhodes menatap sengit Qenan. "Kau berani melawan Ayahmu, Nak?"
Qenan tertegun. Mau bagaimanapun ia membenci Rhodes, ia tetap tidak bisa menutup fakta bahwa dia adalah ayahnya. Hatinya bergetar, logikanya mencerna, apa yang ia lakukan ini apakah benar atau salah? Ia meragu. Hanya saja ingatan masa lalu begitu kelam menjadi rekaman kaset rusak di kepalanya, begitu menyiksa, itu membuat Qenan menderita karena sakit pada pikirnya.
"Maaf!" Sinar emas memakan seluruh permukaan yang ada di sekitar Qenan hingga membiarkan dia beserta ayahnya termakan cahaya itu.
Adara hanya menatap sekilas apa yang Qenan lakukan, jujur ia merasa rindu dengan sihir itu, tetapi tidak ada waktu baginya membuang-buang tenaga demi hatinya sendiri. Makhluk sucinya langsung menyentuh Baal, seterusnya ia berkata, "Binasalah!" Kemudian Baal benar-benar binasa tidak berwujud sama sekali.
Suara erangan terdengar parau. Cahaya emas memudar secara pelan-pelan, suara pedih pun ikut membaur hilang dengan udara yang bergerak cepat ke arah barat, saat itu juga Qenan tahu bahwa ayahnya benar-benar tidak bisa untuk ia selamatkan.
"Kutukan Demian adalah memakan usia Ayahku hingga setiap detiknya usia Ayahku akan terus berkurang, Ayah seperti menjadi seperti manusia biasa karena usianya dimakan oleh kutukan, dan hanya menggunakan Bunga Leven kutukan itu sedikit berhenti," terang Qenan sambil menatap tubuh ayahnya yang tergolek lemah di atas tanah, tubuh itu hanya tersisa kulit dan tulang, Rhodes tidak dikenali.
"Adara, apakah yang aku lakukan benar atau salah?" Menoleh lemah pada Adara, entah mengapa matanya malah mengucurkan air tanpa ia beri izin, dia menangis untuk pertama kalinya setelah kematian Demian.
"Bajingan tengik itu, kenapa baru sekarang?!" Arden menatap Qenan sinis, dia melihat bagaimana sihir pamungkas vampir muda itu menghabisi nyawa raja vampir.
Yang menjadi intriknya adalah mengapa Qenan tidak memakai itu ketika melawan Baal?
Lelah berpikir dan marah, Arden membaringkan diri, tidak jadi bangkit untuk membantu Qenan. Lebih baik pura-pura mati saja.
Adara hanya tersenyum tanpa memberi balasan pada Qenan. Sejujurnya apa yang dilakukan Qenan sudah bagus. Sihir milik Demian yang menjadi milik Qenan itu termasuklah sihir langka yang mengerikan sebab sihir itu bisa mengutuk, bisa membinasakan sesuatu yang dianggapnya musuh, juga bisa menyegel lawan dalam sebuah peti abadi.
"Sepertinya Bunga Leven akan bertunas, kau bisa mengambil tunas baru itu sebelum layu," perintah Adara.
Tidak bergeming, dia berdiri di tempatnya berdiri, mematung menatap teman-temannya yang terluka. "Bisakah kau sembuhkan mereka?" tanya Qenan lirih.
Adara menggelengkan kepala. "Aku bisa mengantarkanmu ke manapun kau pergi," Ia memberitahukan kemampuannya daripada menjawab 'tidak' pertanyaan Qenan.
"Aku membutuhkan bunga bukan tunasnya," ungkap Qenan. Menatap Adara yang sedang memanjakan makhluk sucinya, pelan-pelan rasa kecewa muncul pada benaknya, sehingga ia menatap kegiatan Adara dengan begitu dingin.
"Tunas itu akan langsung berbunga kemudian layu,"
"Ambilkan dan bawa kami ke markas , uhkkk!!" jantung Qenan seolah diremas, seketika ia memutahkan darah ke atas tanah, setelahnya ia tidak sadarkan diri.
"Zeno!"
15 Desember 2022,
Ersann.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top