38 : Penyerbuan Zombi
"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.
"Arrrkkk!"
Jeri menoleh kepada sumber suara jeritan, matanya menangkap Fried yang mendapatkan gigitan di salah satu tangannya. Menghela napas, teman-temannya tidak akan ada yang mau berpikir dahulu sebelum menyerang, terutama Fried.
Segera Jeri melompat tinggi, mengeluarkan pedang dari sarungnya, setelah itu turun di antara zombi. Dengan gerakan cepat, pedang yang digerakkan Jeri langsung membinasakan para zombi.
Iblis-iblis berwarna pucat tersebut berlari berusaha membuat Jeri terperangkap, hanya saja mereka tidak tahu bahwa lawan yang mereka upayakan untuk binasa malah membakar hampir seluruh zombi yang mendekat. Api berwarna biru tua nyaris mendekati hitam tersebut membakar koloni mereka dan api tersebut tidak pernah padam hingga wujud mereka lenyap.
Setiap kaki Jeri melangkah selalu diikuti oleh jeritan zombi yang terlempar karena tebasan pedang dan menjerit sebab terbakar api abadi kepunyaan sang pemimpin Black Wolf.
Tidak hanya Jeri yang menggila, Xander selaku orang yang meminta bantuan pun ikut membasmi zombi tanpa membawa hati. Kedua tangannya terdorong ke depan dada, menimbulkan suara dentuman, disusul dengan hancurnya tubuh zombi hingga berkeping-keping.
Seluruh anggota Black Wolf yang berada di sana mengintip apa yang dilakukan oleh Xander, tak lama setelah tahu dengan ilmu sihir yang pria itu gunakan, mereka secara bersama-sama tercengang. Efek kehancuran dari sihir Xander menjangkau hampir sepuluh meter ke depan, bahkan tanpa menyentuh lawan dia berhasil membunuh hampir seratus lima puluh zombi di depannya.
"Itu sangat keren," puji Kartel.
Theo tersenyum miring. "Kekuatannya sesuai dengan usianya," gumamnya. Di dalam hati ia merasa harus melakukan hal yang lebih keren. "Viktor, kau tidak selemah itu, kan?!" kata Theo keras kepada seseorang yang sedang melawan zombi di sisi lain dengan hanya menggunakan Aldane.
Berdecak. Menatap Theo sinis. Apa makhluk satu itu sedang merendahkan dirinya? Tangan kanannya mengepal, membuat Aldane berhenti bergerak. Mengabaikan keberadaan Theo, ia mengawasi seluruh medan tempur saat ini, mulai menganalisa.
"Tentu tidak, Dewa Hades selalu bersamaku!" Menyeringai licik dan Viktor menatap lurus ke depan dengan sorot mata mencurigakan.
Zombi terus menerus berdatangan meski Kartel dan Jeri dengan bringas membakar para zombi, Theo yang menusuki mereka dengan sihir petir dari trisulanya, Kallen yang membinasakan zombi dengan golem tanah, Fried yang ugal-ugalan bermain dengan kaum mayat hidup, dan Xander dengan sihir penghancur.
Semua ini akan berakhir sama dengan yang kemarin jika mereka tidak menemukan pusat datangnya para zombi segera, akan tetapi sepertinya Fried sudah paham itu sebab pemuda nakal tersebut sedang melompat dari kepala zombi satu ke kepala zombi yang lain menuju pada arah makhluk-makhluk itu datang.
Mengarahkan Aldane untuk menusuk zombi yang akan mencelakai Xander dari belakang, ia mendapat senyuman lebar dari pria itu dan ia balas dengan anggukan pongah. "Mungkin akan aku kerahkan sedikit sihir baruku," bisiknya disusul dengan seringaian jahat.
"Aldane, bantu siapapun yang dalam bahaya," perintah Viktor.
"Siap!" Memberi hormat, Aldane langsung melompat tinggi, mulai melaksanakan tugasnya sebagai pengamat di langit.
Aldane akan melemparkan bagian dari tubuhnya ke arah zombi yang akan mencelakai para venator, bagian dari tubuhnya akan mencabik-cabik zombi, dengan begitu mereka tidak perlu takut akan diserang dari titik buta.
Kedua ibu jari Viktor ia gigit keras hingga memunculkan luka dalam menimbulkan darah yang mengucur ke tanah. Darah yang menetes ke tanah segera diusap memakai bagian bawah sepatu, kedua tangannya dipersatukan, setelah itu ia memanjatkan sesuatu semacam doa sehingga tubuhnya dikelilingi oleh cahaya hijau gelap. Cahaya itu bagai petir yang menghalangi musuh untuk mendekati pengguna sihir, sehingga para zombi yang berusaha mendekati Viktor langsung terlempar.
Merasakan ada aura berat yang cukup kuat, Jeri langsung menoleh ke belakang, di mana Viktor sedang fokus dengan sihir yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Merasa dia akan baik-baik saja, Jeri melanjutkan pekerjaannya.
"Sihir itu ... " Theo menatap Viktor sekilas, kemudian ia menusuk dada tiap zombi yang mendekat padanya. Ia ingat, mereka berdua sering melakukan latihan bersama-sama, dan sihir yang akan dilakukan Viktor adalah kekuatan yang hampir tiga bulan ini berusaha dia kuasai selain memperbaiki Aldane.
Kebetulan Theo juga menguasai sihir yang serupa, sehingga ia langsung menghilangkan trisula yang ia pakai, digantikan dengan kedua tangannya membentang menimbulkan aliran sihir yang mencurigakan.
Kallen yang sedang melawan zombi langsung menoleh ke belakang, ia menatap bagaimana Theo dan Viktor bertarung. "Mereka .... Cih!" Belum sampai ia melanjutkan ucapannya, beberapa zombi melompat ke udara untuk menimpannya, sehingga dengan cepat ia menimbulkan bongkahan es yang menghancurkan tiap tubuh zombi yang menyerangnya.
"Khak, khak, khak, khakkk!"
Suara mengerikan itu mengalihkan seluruh eksistensi orang-orang yang melibatkan diri dalam pertarungan melawan zombi. Cahaya bulan yang awalnya menyinari langsung menjadi gelap. Di angkasa dipenuhi oleh benda hitam dengan suara aneh, mereka semua menatap ke langit tanpa berkedip. Setelah sepersekian detik, barulah mereka semua sadar benda-benda di langit yang semakin bertambah banyak itu muncul dari belakang tubuh Viktor, melompat ke udara dan memenuhi langit.
Tidak lama setelah itu, benda yang diketahui boneka ciptaan Viktor, langsung turun dan menyerang para zombi. Viktor sang pengendali terus berupaya untuk mengontrol seluruh bonekanya untuk tidak hancur dan mengalahkan zombi.
"Cih, seharusnya aku membuat boneka lebih dari ini," sungut Viktor sambil menatap lurus ke depan.
"Kau butuh bantuan, Viktor!"
Pemuda berambut hitam panjang diikat rendah itu langsung menoleh ke samping kanan, pelan-pelan wajah Viktor menjadi sedikit bersemangat. "Tentu, jika kau berhasil melampaui jumlah bonekaku!" teriak Viktor berbangga hati.
Theo hanya tersenyum lebar. Setelah itu kedua tangannya turun. Kepalanya mendongak ke atas dengan mata melotot. Saat itu juga cahaya hitam keluar, langit lagi-lagi menjadi gulita. Banyak bayangan gelap yang muncul di sana, jumlahnya melebihi boneka yang Viktor kendalikan.
Theo berhasil menstabilkan energi sihirnya setelah tadi hampir mengeluarkan seluruh energinya. Tangan kanan Theo melambai ke depan, saat itu juga bayangan-bayangan hitam itu turun untuk menyerang zombi sama seperti yang dilakukan boneka-boneka milik Viktor.
"Fried, cepat cari pintu dimensi zombi sialan ini, aku akan membantumu membuka jalan!"
Suara lantang Theo terdengar oleh Fried yang sudah berada jauh di depan sana. Dia menoleh kemudian tersenyum lebar, sebelum dia melompat ke depan lebih jauh lagi dia memberikan kode setuju untuk Theo.
"Tentu saja, aku akan membunuh bos mereka saat bertemu nanti!" teriak Fried dengan percaya diri.
Dalam aksi menyerangnya, Jeri mengamati makhluk-makhluk ciptaan Theo dan Viktor, mereka sangat membantu untuk mengalahkan zombi dengan jumlah.
"Magis dan bayangan, benarkah begitu?" Jeri membatin, dia menatap jumlah bantuan dari dua kawannya yang menurutnya mencurigakan, itu seperti jauh dari sihir yang mereka berdua kenalkan ke publik.
Viktor mendengus sebal. Kemampuan Theo lagi-lagi di atasnya, jumlah bayangan yang dipanggil dia lebih banyak dari bonekanya. Itu membuat ia merasa jengkel. Entah sejak kapan ia tidak ingin kalah dari Theo.
Menghela napas, Viktor mendongak menatap Aldane yang sedang mengamati jalannya pertarungan, jika boneka kesayangannya itu tidak bergerak sama sekali berarti tidak ada yang membahayakan di pertarungan ini.
Mendorong tangan kirinya ke samping, seketika para zombi yang berada di sisi kiri Xander hancur berkeping-keping dan ada yang terlempar ke arah berlawanan. "Tidak salah Tuan Jakob memilih Black Wolf untuk membantuku," cakap Xander.
Ia merasa bangga bahwa penyihir-penyihir di bawahnya masih ada yang mempunyai kekuatan yang sangat besar. Tahun ini adalah tahun yang buruk sebab mengalami krisis penyihir, akan tetapi hadirnya mereka membuat Xander percaya diri bahwa tahun ini tidak seburuk penjelasan para petinggi.
Memecahkan tiap-tiap kepala para zombi dengan menggunakan sihir peledaknya, Fried terus tertawa sementara musuhnya meringis kesakitan. Berkat bantuan bayangan yang dipanggil Theo, ia berhasil melangkah lebih ke depan, hampir tidak ada gangguan selama ia mendekat. Sekarang ia berdiri berhadapan dengan pintu dimensi yang mengeluarkan para zombi, dengan penuh tekad ia menjulurkan tangan kanan ke depan, melangkah maju beriringan dengan bunyi ledakan besar yang berasal dari tangan kanannya.
Pandangan Fried menjadi sangat terang, ia merasa silau dengan begitu mudahnya, akibat dari ledakannya membuat pandangannya menjadi kabur. Lain kali, takkan ia melakukan hal ini ketika ia sedang berwaspada pada bos para zombi.
Namun, sepertinya ia tidak akan pernah berhadapan lagi dengan sosok mengerikan di depannya. Jadi, tidak ada lain kali, ini cukup yang pertama dan terakhir.
Saat pandangannya sudah membaik, tangan kanannya sudah berada di sisi kanan tubuhnya, di saat itu juga ia bisa melihat ada sebuah senyum mengerikan terpampang jelas di netranya. Saat ia ingin memutuskan kembali untuk membawa temannya ikut masuk setidaknya Jeri, baru ia menyadari bahwa pintu dimensi telah ditutup.
"Selamat datang, anak muda yang diramalkan,"
Dan detik berikutnya Fried tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, sebab hanya rasa sakit dan pandangannya menjadi merah yang bisa ia ingat hingga kesadarannya terenggut.
"Dia bosnya ... "
°°ρђลи†эяล°°
Setelah beberapa jam mereka lalui---sekitar dua jam setengah---baru selama itu mereka berhasil mengalahkan kumpulan zombi, akan tetapi mereka tidak menemukan pintu dimensi bersama Fried. Mereka semua cemas dengan keselamatan Fried, tetapi tidak ada dari mereka yang sanggup berdiri selain Jeri dan Xander saat ini.
Viktor dan Theo duduk saling memunggungi, keduanya bernapas ngos-ngosan menyambut matahari yang mulai terbit dari timur, membuat Theo merasa silau.
Kallen terbaring lemas di tanah bersama Lefko yang menjilati wajahnya. Ia sangat lelah, energi sihirnya terkuras, tenaganya seolah diserap, sungguh menyebalkan sebab berkat semua kesialan itu sekarang tubuhnya tak bisa digerakkan sama sekali.
Kartel menyender pada batu, mulutnya terbuka dan menutup, sudut matanya menatap matahari yang menyembul dari timur. Ini pertama kali baginya merasa senang sebab berhasil mengontrol energi sihirnya tanpa dikhawatirkan oleh Jeri, bahkan ia anggap pertarungan melawan zombi ini adalah latihan yang biasa Black Wolf berikan padanya. Meski lelah, ia merasa tidak terlalu buruk juga merasakan hal ini.
Jeri berdiri menghadap ke barat, ia yakin di sinilah pintu dimensi yang menjadi tempat keluar para zombi. Ia yakin seratus persen Fried sudah memasuki pintu dimensi. Ia terlambat untuk menemani dia masuk. Ia pikir pintu dimensi akan tetap ada sampai para zombi lenyap, ternyata hasilnya malah sebaliknya. Padahal ia datang ke sini sebelum mereka melenyapkan para zombi, tetapi pintu dimensi tidak ia dapati, bahkan keberadaan Fried juga tidak berhasil ia temukan.
"Sebenarnya apa yang terjadi setelah Fried menemukan pintu itu?"
"Tuan Xander, di mana markasmu? Biarkan kami istirahat sebentar," pinta Theo. Dia mendongak menatap Xander, matanya penuh permohonan, seperti bukan Theo saja.
Xander menunduk, menatap Theo lembut. "Kalian apa masih sanggup berjalan tiga kilo meter dari sini?"
"Tiga kilo meter katanya ... itu sangat jauh sialan! Tidak bisakah kau panggil teman-temanmu untuk membantu kami?" protes Viktor dengan wajah bersungut-sungut.
Xander menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Sebenarnya aku datang ke pulau ini sendiri, oleh karena itu aku meminta tolong ke pusat untuk memi---"
"Ah, sialan!" maki Viktor dan Theo bersamaan, membuat Xander tersenyum canggung.
Membalik badan, menatap Theo, kemudian ia bertanya, "Theo, tidak bisakah kau lacak pintu dimensi atau Fried berada?"
Theo mendongak menatap Jeri. Alisnya mengerut. "Sejauh ini tidak ada yang bisa melakukan pelacakan antar dimensi seperti itu," ujarnya.
Di sisi lain,
Alexa tidak menyangka bahwa berjalan menuju perbatasan Desa Reelbok dengan Desa Gureen membutuhkan waktu lama hingga pagi sudah terwujud pada semesta. Ia berhasil masuk ke perbatasan, berhasil masuk ke wilayah ibukota kekaisaran, akan tetapi sejauh ini belum ada prajurit yang ia lihat. Apa terlalu pagi baginya mencari prajurit?
Langkah kaki yang terpincang-pincang, wajah kusam, pakaian lusuh. Rakyat yang melihat tampilan Alexa merasa kasihan, sehingga beberapa dari mereka secara bersama-sama mendekati gadis itu.
"Tolong, antarkan aku ke depan gerbang istana," pintanya yang langsung digenapi oleh dua orang; satu pemuda dan satu wanita.
Tubuh ramping Alexa digendong di belakang punggung pemuda, membuat gadis itu secara sukarela langsung menjatuhkan sepenuhnya berat badannya ke punggung pemuda itu, kemudian ia menutup mata untuk sedikit mengistirahatkan diri.
"Siapa gadis itu? Kenapa dia sangat menyedihkan, apa dia baru saja terkena perampokan hingga meminta bantuan ke istana?" Tanya seorang gadis.
Pemuda yang menggendong Alexa menggelengkan kepala, sudut matanya melirik wajah ayu Alexa yang tertidur, ia pikir rupa dia agak familiar di ingatannya?
Setelah sampai di depan gerbang istana, mereka dihadang oleh dua prajurit. Saat itu Alexa terbangun, beranjak dari gendongan sang pemuda, ia mengucapkan terimakasih karena mau mengantarnya ke tempat tujuan.
Berdiri berhadapan dengan dua prajurit, Alexa merundukkan badan pelan. "Izinkan aku bertemu dengan Yang Mulia Kaisar," pinta Alexa.
"Apa Anda sudah membuat jadwal temu dengan Yang Mulia?" tanya salah satu prajurit penjaga. Saat melihat gelengan dari gadis yang memohon itu, ia langsung berwajah tegas, kemudian dia berucap, "Maaf, Anda harus membuat janji da---"
"Tolong saya. Saya Alexa Beatrice, salah satu venator dari Holy Eagle, izinkan saya menghadap!" potong Alexa dengan wajah yang melambangkan kesedihan, seketika tanpa mengulang kata, dua prajurit itu langsung membuka gerbang istana.
Sedangkan dua orang di belakang Alexa tercengang dalam diam, tidak menyangka bahwa orang yang mereka tolong adalah seorang pemburu iblis terkenal di Wilayah Panchita. Pantas saja pemuda itu merasa familiar, sebab ia pernah menonton pertandingan di koloseum.
"Terimakasih sudah menolongku, sekarang kalian boleh pergi," kata Alexa dengan suara lembut nan merdu, membuat dua orang yang menolongnya tadi langsung memberi hormat kemudian pergi dengan wajah bangga.
31 Oktober 2022,
Ersann.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top