36 : Perbedaan Sejarah

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.

Ibukota kekaisaran yang terletak di Wilayah Vipponah, berlokasi di tengah-tengah pulau dan berada di Desa Gureen ini mempunyai keindahan alam yang jauh melebihi bayangan orang-orang.

Setiap depan rumah warga terdapat tiang lampu yang berasal dari hewan legendaris yakni kunang-kunang, bendera lambang kekaisaran berdampingan dengan tiang lampu, berbagai macam bunga dengan jenis yang berbeda juga bertebaran melingkupi Desa Gureen. Daun dan bunga diterpa angin membuat kedua benda dari pohon itu berterbangan mencari tempat untuk merendah.

Pemandangan yang mampu mencuci mata itu masih kalah cantik dengan penampakan langit di atas Desa Gureen yang begitu mempesona. Langit berwarna ungu bercampur biru dan oren, bulan yang tampak besar seolah akan jatuh ke bumi, juga matahari di atas sana bersanding dengan bulan, menjadi raja dan ratu bagi semesta yang mengawasinya.

Keindahan alam yang begitu alami ini seolah menyatakan bahwa Dewa Langit yakni Zeus sampai detik ini masih mengaruniai Desa Gureen, meski sejarah seolah menghapus keberadaannya, tetapi bukti nyata yang bertengger di angkasa sana adalah wujud dari Zeus yang begitu agung.

Daniel berjalan di antara ribuan orang masih sanggup terkagum-kagum dengan mahakarya di sekitarnya, menatap lekat pada tiap inci keindahan wilayah di sekitarnya, bahkan tidak berhenti dia mengucapkan rasa syukur dalam kalimat singkat mengutarakan bagaimana perasaannya saat ini.

"Hey, nanti kau ketinggalan!" Len yang berjalan di depan Daniel menyadari bahwa salah satu dari mereka hampir terpencar, segera ia tarik bagian belakang jubah pemuda itu, menyeretnya untuk kembali ke jalan yang seharusnya.

Beruntung Len segera menarik Daniel untuk mengikuti gerombolan tim, jika tidak pemuda itu pasti menabrak salah satu prajurit kerajaan yang sedang berpatroli. Dari berbagai sudut mata angin, banyak prajurit yang berjalan di sekeliling masyarakat, sedang memantau dengan begitu mencolok. Tampilan mereka yang khas, sangat berbeda dari orang-orang umumnya, membuat prajurit kerajaan terlihat menonjol.

Pakaian zirah abu-abu, pita merah di helm zirah, membawa pedang atau tombak, mereka seolah menunjukkan diri untuk berperang. Namun, di balik itu, mereka mungkin yang paling siaga untuk melawan penjahat.

"Aku bukan kucing, asal kau tahu!" protes Daniel sambil berusaha melepaskan cengkraman Len pada kerah jubah bagian belakangnya. Kini dia berjalan mundur, kepalanya menoleh ke belakang, dan matanya menatap Len sinis.

Len bukannya segera melepaskan Daniel, dia malah menjulurkan lidah, memberi ejekan kepada Daniel tanpa sungkan. Tak lepas dari itu, ia merasa frustrasi ketika teman-temannya yang lain berpencar tanpa bisa ia cegah. Wajah Len menjadi lelah.

Rafe adalah manusia lain yang terlihat lebih bahagia melebihi Daniel, Len sedikit kesal, tetapi ia yakin kalau Rafe tidak akan pergi jauh dari tim seperti Daniel yang suka salah jalur.

Lihatlah pemuda yang memakai perban di kepalanya itu mampir ke kios-kios pedagang pinggir jalan, bersama Arden yang baru saja dia kenal, membeli beberapa camilan khas kerajaan kemudian menyuruh Arden untuk membawakan.

Tidak ada yang bisa menghentikan tingkah polah Rafe, sekelas Carl saja segan untuk mengganggu kebahagiaan Rafe, sebab mata berbinar orang itu sangat polos dan semangat---tidak ada yang berani merusak kebahagiaan dia.

"Sepertinya Rafe berniat menghabiskan seluruh gaji misinya di sini," keluh Aaric sambil mengawasi Rafe dari jauh. Ia agak tersenyum ketika melihat Rafe memaksa Arden untuk memakan satu tusuk ikan bakar.

Carl menoleh, menatap apa yang Aaric lihat, terkekeh kencang tatkala ia melihat Arden ganti menyuapi Rafe dengan wajah emosi. "Tidak apa, jarang-jarang kita ke ibukota seperti ini, setidaknya---Qenan juga?!" Matanya melotot, ia pikir seseorang yang ia maksud masih waras, ternyata pemuda itu malah sibuk memilih alat-alat sihir beserta senjata baru.

Aaric tertawa. Menoleh ke belakang menatap Len yang masih menyeret Daniel, mereka sedang beradu mulut, cekcok akan sesuatu yang di dengar oleh orang-orang sekitar. Terlebih Len sama sekali tidak mau melepaskan Daniel.

"Len, bukankah itu sangat mencolok? Kau bisa diamankan prajurit istana atas dugaan penculikan," tegur Aaric kalem.

Len mengerlingkan mata sebal. Menghela napas cepat. "Jika tidak dibeginikan dia bisa mengikuti bokong orang lain. Aaric, lebih baik kita segera ke perpustakaan, semakin lama kita di sini, semakin surut semangat mereka untuk menyembuhkan Oliver!" ungkap Len yang mulai membaca situasi.

"Aku yakin, mereka tidak akan melupakan misi kita," sanggah Carl sambil tersenyum lebar, alhasil Len hanya bisa membuang wajah ke arah lain dengan helaan napas kasar.

"Sebentar lagi kita akan melewati perbatasan," beritahu Aaric sambil bertepuk tangan agak keras, sehingga suara nyaring tepuk tangannya---tiga kali tepukan---membuat orang-orang langsung menoleh tidak paham, bagi yang paham langsung mendekatkan diri ke Aaric termasuk anak-anak yang sejak tadi ngeluyur ke kios-kios pedagang.

Arden berhenti melangkah ketika posisinya tepat di sisi kanan Aaric. Mengusap peluh pada pelipisnya. Ia merasa sangat lelah hanya karena terpaksa mengikuti Rafe. Ia tidak tahu mengapa Rafe dengan antusias langsung mengajaknya untuk ke sana-sini demi makanan, terlebih mereka tidak terlalu kenal, bahkan orang-orang di tim ini selain Rafe tampak tidak bisa didekati.

Selama perjalanan ia tidak terlalu banyak bicara, tetapi Rafe dengan sok akrab terus mengoceh di sekitar tubuhnya, membuat ia secara terpaksa juga mulai lumayan nyaman dengan manusia itu---terlebih sesungguhnya sifat aslinya hampir mirip dengan Rafe.

"Ada apa kau memanggil kami, Aaric?" tanya Rafe dengan mulut yang penuh dengan gigitan apel madu. Di pelukannya penuh dengan makanan lezat yang menggugah selera, selera makan Rafe terlihat sangat besar, membuat yang melihat sudah sangat kenyang.

Apel yang dipegang Rafe berisikan madu, buah dengan harga lumayan mahal itu memang menggiurkan, lihat saja pemuda bernama Rafe itu terus menggigit apel-apelnya tanpa peduli kalau tetesan madu menodai bajunya.

Aaric menatap Rafe, Arden, Carl, Len dan Daniel secara bergantian. Merasa tidak ada yang mencurigakan, ia berkata, "Kita akan ke perpustakaan segera, jaraknya tidak terlalu jauh dari sini, petang nanti kita sudah di Perpustakaan Secretbook's."

"Aku harap di perpustakaan itu aku bisa menemukan buku-buku menarik selain ini," terang Qenan sambil menunjukkan lima buku dari kios buku yang ia datangi tadi.

"Bukannya kau beli senjata tadi?" Sambil melangkahkan kaki bersama teman-temannya dipimpin oleh Aaric, Daniel yang telah lepas dari cengkraman Len menyandingkan diri ke Qenan.

Arden berjalan berdampingan bersama Rafe, matanya melirik Qenan. Di pandangannya pemuda itu sangat menggilai buku, termasuk buku sejarah dunia ini. Matanya menyorot pada buku sejarah, ia terpikat dengan buku itu, ingin ia membacanya.

"Harganya mahal, nggak jadi aku beli," balas Qenan. Dia agak sensitif dengan perkara harga, masih teringat tawar menawar dengan pedagang tadi tentang harga senjata yang ia minati, mendengar harga sangat tinggi membuat nyalinya tersakiti.

Menghela napas panjang, Qenan harus melupakan kejadian di mana ia tidak bisa membeli pedang antik di kios tadi. Tidak sengaja matanya bertatapan dengan Arden. "Kau tahu buku ini?" Sebab iblis itu mengawasi salah satu buku yang ia bawa, Qenan langsung mendekati dia, meninggalkan Daniel bersama Carl dan Aaric.

Arden menukikkan alis, melihat Qenan yang mendekat seolah melihat keajaiban datang ke depannya. Bingung harus mengatakan apa, Arden hanya menganggukkan kepala.

"Buku ini tentang sejarah iblis yang ditemukan manusia. Aku sudah membacanya berkali-kali, tetapi aku selalu membeli bukunya ulang, berharap ada informasi tambahan yang sudah diperbarui. Kau mau membacanya?" Menyodorkan buku bersampul cokelat tua dengan lambang kerajaan, Qenan menunjukkan mata bersahabat.

"Oh, menarik, akan aku baca nanti di perpustakaan. Kau suka membaca?" Tanya Arden sambil menerima buku yang disodorkan oleh Qenan.

"Tentu, apalagi soal sejarah," jawab Qenan membuat Arden membola sebab hobi mereka sama.

"Sama."

Melihat kedua insan itu menjadi dekat hanya karena sebuah buku, perjalanan menuju perpustakaan Reelbok menjadi lebih ramai, sebab salah seorang dari mereka sudah mulai aktif berbincang-bincang, membongkar tembok tinggi yang dia bangun tadi.

Daniel menatap punggung Arden dan Qenan di depannya, entah kenapa ia merasa ketika mereka berdua bersampingan seolah sejarah dunia berada di tangan mereka, sesuatu yang tersembunyi seolah mereka bawa. Daniel merasa seperti ada takdir lain yang akan membawanya ke suatu pusat cahaya dari mereka berdua.

"Mereka berdua kalau membicarakan soal buku jadi seperti Theo dan Viktor ketika sedang berdiskusi serius soal sihir," celetuk Daniel tanpa sadar. Di benaknya teringat dua temannya yang menjalankan misi di Pulau Xeenoon.

Rafe tertawa di tengah-tengah mulutnya yang penuh roti kacang. "Mereka berdua jika ke perpustakaan pasti hanya membahas soal ilmu sihir bayangan mana yang cocok untuk mereka, bahkan mereka berdua dengan kompak mengkaji ilmu itu bersama-sama, lucu sekali mereka sudah seperti Master sihir saja."

"Itu lebih baik dibandingkan hanya tahu bagaimana caranya makan," sinis Len berhasil menghentikan Rafe dalam mengunyah rotinya.

"Kenapa kau begitu tega?" sungut Rafe tidak suka kepada Len.

°°ρђลиэяล°°

Diantaranya adalah iblis tingkat satu yang paling mengerikan yaitu Carleen Bernard. Dia adalah sang penguasa siang dan malam dengan lambang emas, keagungan berada pada kakinya, sihirnya terlalu mengerikan jika hanya dilawankan dengan manusia.

Umat manusia tidak akan pernah sanggup untuk menyentuh iblis tingkat satu ini, bahkan mungkin saja iblis-iblis lain tidak akan bisa melukainya, sebab dia puncak dari seluruh iblis tepat di bawah Raja Iblis.

Iblis tingkat dua ada Jan Felix. Tidak ada yang tahu dia bagaimana, seperti apa, dan memiliki ciri fisik seperti apa. Dia sangat misterius. Walaupun dia misterius, tetapi dia terus saja membuat masyarakat resah karena keberadaannya.

Dia sering muncul di beberapa daerah untuk mengacau. Setiap kali ada manusia yang mengejarnya, tidak akan ada satupun yang kembali, bahkan nama pengejar itu akan musnah di makan waktu.

Iblis tingkat ketiga ada Jaruas Harrald. Dia tidak terlalu terbuka. Dia mempunyai empat tangan.  Kemampuan tidak diketahui, tetapi gelar tingkatannya tidak bisa membohongi seberapa hebat dia sampai mendapatkan gelar tingkat ketiga.

Masih ada iblis tingkat tinggi yang belum tertulis pada buku ini, sebab penulis karangan ini telah meninggal dunia sebelum benar-benar menyelesaikan seluruh informasi yang dia dapat.

Lalu terakhir ada Raja iblis. Dia adalah raja dari kaum iblis. Informasi tentang dia juga tidak banyak. Sangat misterius. Dia bernama Lucifer. Penguasa neraka sepenuhnya, kekuatannya mutlak, hingga mampu membuat iblis tingkat tinggi tunduk kepada dia.

Nama-nama iblis tingkat tinggi ini berhasil didapatkan oleh manusia yang berhasil keluar dari wilayah iblis tingkat pertama. Dia menemukan silsilah iblis yang telah dia duplikat di otaknya. Buku itu dibawa oleh pimpinan para pemburu iblis.

Selain itu, ada informasi lanjutan dari tim pengintai, sebuah pengetahuan tentang pergerakan rahasia pasukan iblis yang menyebut diri mereka Phantera. Semua bermula dari;

Antara iblis dan manusia memiliki aturan tidak tertulis puluhan tahun yang lalu. Di mana iblis yang sedang menyerang secara membabi-buta umat manusia diserang balik oleh sekelompok manusia, digiring kembali ke tempat asal mula iblis yakni Dapnah, dikurung dengan penjagaan ketat.

Ketua dari kelompok itu berdiskusi dengan beberapa iblis, biarlah para iblis tetap di Wilayah Dapnah, dilarang mengganggu manusia. Jika iblis melanggar maka manusia akan memburu iblis. Karena ketua kelompok manusia yang bernama Matheus ditakuti beberapa iblis dengan sihir penyegelan tingkat tinggi, seluruh iblis takluk.

Namun, itu bertahan hanya sementara waktu, ketika para penyihir akan mati karena usia, iblis kembali berulah. Lagi-lagi suatu hal yang mengerikan terjadi, ada kelompok yang bertujuan memusnahkan iblis yang melanggar aturan, kembali iblis harus mendekam di wilayah yang telah disediakan.

Terciptanya tiga manusia dengan sihir yang mengerikan, membuat seluruh iblis kembali takluk. Meskipun demikian beberapa ada yang nakal tetap melanggar aturan, ada juga yang menyimpan dendam, ada yang memilih untuk melakukan pergerakan rahasia, hingga ada juga yang memilih berdamai dengan manusia.

Wilayah Dapnah dikontrol terus oleh tiga orang yang dikenal sebagai Jakob, Choky dan Nicolaus yang dianggap sebagai inkarnasi dari Matheus, juga disebutkan sebagai tiga hakim kaum iblis.

Siapapun iblis yang ingkar terhadap aturan tak tertulis, anak buah dari tiga hakim yang menjadi venator akan memburu mereka semua.

Karena aturan itu, Phantera muncul sebagai kelompok yang mewarisi tekad Raja Iblis, bergerak secara rahasia untuk keluar dari genggaman manusia dan meratakan umat manusia.

"Informasi soal pergerakan Phantera juga sudah terendus oleh manusia, pantas saja beberapa iblis dari kelompok kami sering diburu manusia, mungkin karena manusia sudah satu langkah lebih jauh dari iblis. Sebenarnya seseorang yang membocorkan informasi dunia iblis ini siapa? Kenapa begitu akurat?" batin Arden bertanya-tanya, jemarinya mengusap judul buku yang berada di atas sampul yang tertulis Diabolus Legend.

Qenan menutup buku bacaannya, menatap Arden  yang sedang merenung. Tersenyum tipis di balik masker. "Kau bingung?"

Arden mendongak, menatap Qenan datar, ia tidak mungkin mengungkapkan apa yang sedang menjadi kasus dalam pikirannya.

Menyadari ada yang disembunyikan oleh Arden, Qenan mengawasi mimik wajah iblis itu, dia sedang kebingungan. "Aku juga bingung, sejak awal aku membaca buku itu, aku selalu bertanya-tanya ... " Menggantungkan ucapannya, ia melihat reaksi Arden---dia gelisah.

" ... Sepertinya biarkan waktu yang menjawab," lanjut Qenan sambil membuka lembaran buku yang berada di depannya, ia tidak ingin membahas sesuatu yang sensitif di hadapan iblis, bisa-bisa nyawanya jadi taruhan.

Menatap kedua orang itu dari balik buku. Len menatap Arden dan Qenan dengan jeli seolah tidak ingin kehilangan apapun dari momen itu. Entah apa maksud Qenan memberikan buku sejarah iblis bagi umat manusia kepada iblis seperti Arden, apa dia sedang menyelidiki sesuatu? Atau sedang berusaha membuat menarik Arden untuk menyampaikan suatu hal atas kebenaran atau kesalahan pada buku sejarah manusia itu?

Melihat reaksi Arden, ia bisa menilai bahwa sejarah iblis yang tertulis di buku itu adalah benar, sehingga iblis yang sedang membaca sejarah tersebut merasa tidak percaya jika manusia mempunyai kebenaran akan dunia ini.

Menghela napas. Mata Len berpindah ke penjaga perpustakaan yang sedang menulis sesuatu di tempat duduknya sendiri, tidak lupa ada Daniel yang sedang sibuk bertanya-tanya kepada gadis penjaga perpustakaan. Memindahkan pandangannya ke buku yang sedang ia baca, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Jeri kemarin, tentang simbol di kening iblis dan Genoveya.

Jeri menceritakan keraguannya akan sejarah iblis dan manusia yang semakin ke sini katanya semakin terlihat tidak sepenuhnya benar. Keganjilan pada tanda khas iblis yang bisa berada di tubuh manusia, tertanda bahwa sang pemberi informasi menyatakan sumbernya dari perpustakaan di daerah manusia.

"Bagaimana jika sejarah ditulis berbeda di tiap dunia? Jika begitu, sejarah mana yang benar? Apa kita harus mencari seluruh buku sejarah untuk dianalisis?" Mata gelap Len menatap setiap kalimat yang tercantum pada buku yang ia pegang, pura-pura membaca, padahal pikirannya jauh ke sana-sini mencoba menebak teka-teki dunia.

"Mungkin huadian ada di manusia sama seperti yang dijelaskan Kallen, aku tidak terlalu curiga dengan tanda ini bisa dimiliki manusia, karena pada dasarnya secuil kekuatan iblis sangat besar bagi manusia yang bukan apa-apa," Menyorot jauh ke depan, mengawasi Carl yang sedang membaca cepat di meja lain.

Len mengusap keningnya pelan. Suhu udara di sini cukup dingin, tetapi mengapa ia merasakan hawa aneh di sekitar sini? Menoleh ke sisi kiri, menatap seorang pria yang berdiri di belakang Aaric, apa pria itu yang sedang mengeluarkan aura mengintimidasi? Menyipitkan mata, mencoba mencari tahu pria itu, tetapi tidak ada respon dari dia.

"Namun, yang membuatku bertanya-tanya, sama halnya dengan Jeri, mengapa mereka berdua seolah dilindungi oleh tanda itu? Jika benar-benar tanda itu adalah pengekang kekuatan besar iblis dari kutukan Dewa Hades, seharusnya tanda itu tidak muncul ketika mereka sekarat. Kalau aku beropini, mungkin sejarah yang ditulis manusia jauh lebih benar dibandingkan karangan sejarah iblis, tetapi sangat dini untuk berasumsi itu saat ini."

"Sepertinya kita harus membuka buku sejarah dari beberapa sumber untuk dibandingkan, mungkin nanti aku akan meminta buku sejarah iblis dari Arden. Siapa sebenarnya seseorang di balik penulis sejarah ini? Jika dilihat lebih jauh, kenapa dunia ini sekacau ini?"

"Ah, aku menemukannya," gumam Len saat matanya berhasil menemukan sebuah kata penting tentang bunga Leven. Segera ia menulis di secarik kertas tentang informasi bunga itu.

Aaric berhasil menemukan lokasi dari Pegasus, berada di Pulau Look, pulau yang menjadi tempat tinggal Jeri dulu. "Tapi kenapa Jeri tidak pernah mengatakan apapun soal Pegasus?" gerutu Aaric.

"Mungkin dia tidak ingin menceritakannya," kata seseorang.

Kepala Aaric langsung menoleh ke belakang, menatap punggung seorang pria yang berjalan pergi menuju pintu utama perpustakaan. Alis Aaric menukik tajam, matanya terus mengawasi pergerakan pria itu, mengapa dengan orang asing itu?

"Siapa dia?" tanyanya pada diri sendiri.

Carl berada di ujung perpustakaan. Dia membaca sambil berdiri. Beberapa rak buku telah ia jelajahi, tetapi belum ada satupun buku yang menyangkut soal obat-obatan untuk Oliver.

Mengetukkan kaki tiga kali ke atas lantai, tiba-tiba lantai memunculkan sinar emas membentuk lingkaran melingkupi Carl. Pelan-pelan lantai yang membentuk lingkaran melayang, membawa tubuh Carl jauh lebih tinggi dari sebelumnya, buku-buku di dalam rak menjadi sedikit keluar untuk menunjukkan judul.

Mata Carl menatap jeli pada tiap-tiap judul yang ada di sampul buku, menebak-nebak judul apa yang mungkin berisikan informasi soal hewan ataupun bunga yang akan menjadi ramuan.

Berbinar cerah mata Carl, tatkala ada judul buku yang bertuliskan unicorn, segera jari telunjuknya menyentuh pinggiran buku yang membuat seketika benda itu terlempar ke udara dan terbuka lebar di depan wajahnya. Carl meraih buku itu, tersenyum lebar, melanjutkan membaca dengan melayang di udara tanpa takut terjatuh.

"Yeah, aku menemukannya!"

Setelah semua menemukan hal-hal yang dibutuhkan, mereka berkumpul dalam satu meja, mendiskusikan dengan cepat informasi yang mereka miliki. Dari yang mencari Pegasus di Pulau Look diantaranya ada Len dan Rafe, mencari bunga Leven di pulau Veen ada Daniel, Qenan, dan Arden. Sedangkan yang mencari Unicorn di Wilayah Pandhita ada Aaric dengan Carl.

"Mulai hari ini, percepat misi kalian, dan jangan sampai kembali melebihi lima hari dari sini." Tegas Aaric. Meski ia tidak yakin perjalanan dari pulau ini ke Pandhita bisa dipersingkat, tetapi ia akan berusaha untuk segera meluncur dengan menggunakan kuda dan perahu.

Pemuda-pemuda yang mendengar perintah Aaric langsung mengangguk. Tak selang lama dari itu, mereka langsung pergi dari perpustakaan, menyebar sesuai arahan, dan tidak peduli soal istirahat meski hari sudah menjelang larut malam.

26 Oktober 2022,

Ersann.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top