34 : Perjalanan Misi

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.

Sesuai janji yang pernah terucap di antara mereka pada kerumunan teralis besi penjara. Dua makhluk yang diyakini iblis murni dikeluarkan begitu saja oleh Jeri tanpa pengawalan ketat, kedua iblis itu adalah Kallen dan Arden. Ada satu anjing yang mengikuti langkah ketiga sosok beda ras, mengendus pada jalanan yang dilewati, menatap sekeliling seolah mengawasi.

Penjaga penjara tidak mempersulit pergerakan Jeri dalam membawa pergi kedua tahanan sel. Dia membawa surat perintah dari Jakob yang telah menjawab semua kesah pada hati tiap-tiap penyihir penjaga sel penjara bawah tanah.

Mereka hanya berharap apapun rencana Jeri kedepannya adalah buah dari kematangan dia berpikir, membuka jalan bagi umat manusia untuk menang, menyingkap dunia baru tanpa adanya rasa cemas terhadap iblis.

Jeri tidak mengeluarkan satu katapun untuk menyambut kedua orang---mari sampai sini kita sebut mereka orang---yang berada di belakangnya. Tidak perlu mengucapkan banyak perbincangan, mereka bertiga sudah sepenuhnya tahu apa yang mereka kerjakan, pun Jeri tidak ingin terlalu banyak mengeluarkan rasa curiga. Jika nanti mereka berkhianat, ia yakin akan bisa menghentikan mereka.

Selain Jeri yang bisu, Kallen beserta Arden juga membungkam bibir mereka, mengikuti langkah Jeri tanpa berkomentar banyak. Keduanya telah memahami mereka akan dibawa ke tim yang dipimpin oleh pemuda tampan tersebut, lagipula sebelum mereka dibebaskan tadi, Jeri telah membocorkan misi mereka untuk ke suatu tempat bersama anak buah Jeri.

Beberapa orang yang berpapasan dengan Jeri mengerutkan kening, memandangi jeli dua manusia yang asing di mata mereka, bahkan ada yang sampai merelakan diri untuk berhenti bekerja demi mengawasi dua manusia baru yang dibawa Jeri.

"Bukannya kemarin Jeri sudah membawa anak baru di tim mereka?"

"Benar, kenapa sekarang Jeri membawa dua anak baru lagi?"

"Apa mungkin misi yang mereka emban selanjutnya sangat berat hingga tim Jeri harus menambah anggota?"

"Lalu bagaimana dengan tim Genoveya? Bahkan tim itu lebih mengenaskan daripada tim Jeri."

Banyak percakapan yang masuk ke telinga Jeri, meskipun demikian ia tidak terlalu peduli dengan situasi yang diciptakan masyarakat sekitar, lagipula dia memang bukan orang yang terlalu ramah untuk menjelaskan siapa mereka dan untuk apa keduanya masuk timnya. Biarlah rakyat dengan pikirannya, dan pejuang dengan pembuktiannya, tidak perlu dijelaskan lebih rinci lagi.

Arden mendengar setiap penuturan orang-orang di sekelilingnya dengan tekun. Ia telah berjanji kepada Jeri bahwa selama mereka berdua berada dalam pengawasan, mereka wajib untuk menyembunyikan jati diri sebagai iblis, pun mereka berdua akan diajari bagaimana menghilangkan aura iblis mereka saat di perjalanan misi nanti.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Jeri," cakap Kallen secara tiba-tiba. Setelah menghabiskan waktu untuk berdiam diri mengikuti Jeri, Kallen akhirnya mengeluarkan suaranya, memecah keheningan dalam malam ini.

Melirik ke belakang. Pertanyaan mengenai apa yang belum Jeri jawab kepada Kallen? Jeri menaikkan alis, menunggu orang yang mengajaknya berbincang melanjutkan ucapannya.

"Bagaimana manusia bisa lebih kuat dibandingkan kami?" lanjut Kallen dengan pembawaan yang santai. Meski hatinya terasa berat, pikirnya sangat dongkol, tetapi bibirnya bermain dengan gemulai tanpa menunjukkan rasa jengkel.

Kallen merasa hampir terkena pembohongan dari manusia di depannya. Ketika dirinya sudah menjawab seluruh pertanyaan Jeri mengenai apa itu tanda di kening, manusia yang berjalan di depannya sama sekali belum menjawab soal pertanyaannya yang menyangkut tentang kehebatan manusia.

Perkembangan manusia yang tidak ia ketahui sudah terlalu besar. Makhluk yang ia pikir paling hina dari iblis mempunyai sihir luar biasa yang membuat ia menjerit iri. Ini suatu bakat yang dikaruniai oleh para Dewa, atau sekedar berlatih tanpa ingin berhenti? Intinya bagi Kallen, manusia sudah melampaui batasan seharusnya.

Yang seharusnya bagaimana?

Yang seharusnya bagi Kallen adalah manusia berada di bawah kakinya, bersujud minta ampun, dan ia menghancurkan harapan manusia yang ingin menghuni bumi ini lebih damai. Sejak awal, bumi ini sudah milik kaum iblis.

"Kami terus berkembang bersama dengan iblis yang terus keluar," jawab Jeri seadanya. Tidak berboros kata, tidak juga bermaksud untuk membingungkan, bagi Jeri itu sudah menjadi jawaban dasar dari pertanyaan Kallen tanpa perlu menjelaskan panjang lebar soal bagaimana manusia bisa kuat.

Mata Jeri menatap anjing putih yang berjalan mendahuluinya, melangkah cepat menuju depan, ke arah rumah yang sudah dipenuhi oleh jejeran kuda.

Menatap ke depan, timnya sudah berkumpul di depan halaman rumah. Mereka telah siap dengan kuda yang akan menjadi kendaraan mereka. Ada Aaric, Carl, dan Daniel yang berdiri di atas tanah dengan kedua tangan yang memegang dua tali kuda.

Suara gonggongan anjing putih mengagetkan para kuda, membuat hewan yang lebih besar dari anjing meringkik ketakutan. Sebagian ada yang melompat, mengangkat kaki depan ke atas, membuat penunggangnya sibuk menenangkan.

Kallen mendengar jawaban Jeri hanya bisa melengos, menggerutu singkat, menyumpahi Jeri supaya terkena penyakit mulut yang menyakitkan. Mendengar keributan yang diakibatkan oleh hewan peliharaannya, Kallen kembali menatap ke depan, mengawasi anjing kesayangannya yang sedang menggonggong seperti hendak menyuruh kawanan manusia itu pergi. Ia tersenyum tipis.

"Anjing siapa ini? Berisik sekali, mengganggu telinga!" sungut Fried. Dia duduk di atas kuda berwarna hitam dengan bentol-bentol putih. Pemuda itu menatap bengis pada makhluk kecil yang berlari ke sana-sini sambil menggonggong, membuat rusuh malam yang begitu tenang.

"Bukannya itu anjing milik iblis yang kemarin?" Kartel menunjuk anjing itu dengan jari telunjuk.

Viktor tersenyum lebar. Matanya menatap tubuh anjing berwarna putih dengan tatapan antusias. "Bagus, mari kita panggang!"

"Lebih baik kita binasakan," sahut Theo tidak kalah antusias dari Viktor.

"Jeri datang!"

"Siapa yang akan kalian binasakan?"

Aaric dan Arden berbicara bersamaan, membuat keduanya saling bertatapan. Dari kegelapan malam terbuka tiga pemuda tampan yang mulai terlihat disinari oleh cahaya bulan, anjing putih berhenti berisik mulai berlari ke arah pemiliknya, sedangkan tiga pemuda lain---berada di atas punggung kuda---menatap dua dari tiga orang yang datang dengan tatapan tajam.

Mendongak congkak. Wajah Theo menjadi lebih suram peringainya. Pandangan matanya juga terlihat sedang merendahkan.

"Membinasakan anjing sialan itu bersama Tuannya, kenapa? Kau tidak puas dengan jawabanku?" Jemari Theo meremas tali kuda dengan lembut, ia merasa bangga bisa membuat salah satu wajah iblis marah.

Viktor dan Fried tertawa keras, mereka berdua mendukung Theo dalam hal kekerasan terhadap iblis, komplotan jahanam di barisan tim Jeri memang mereka bertiga.

"Berani seka---" ucapan Arden terpotong oleh gerakan tangan Kallen dalam menarik tangan kanannya ke belakang. Ia segera menoleh ke belakang, menatap temannya bingung. "Mereka sedang merendahkan kita, Kallen!" sungutnya pelan sambil menatap tegas Kallen.

Kallen menggelengkan kepala, meminta Arden untuk tidak meladeni manusia-manusia itu, sebab jika mereka salah langkah maka mereka akan binasa di tangan para venator ini. Kallen tahu kekuatan yang diperlihatkan manusia saat mereka pertama kali bertarung adalah belum sepenuhnya, terlebih manusia dengan rambut pirang itu seperti memendam potensi luar biasa.

"Siapa dia? Aku merasakan sihir yang menekan di sana," batin Kallen sambil menatap Kartel yang sedang bersenda gurau dengan Rafe dan Len. "Kartu As mereka, kah?"

"Mereka payah sekali, tidak bisa membalas Theo," gumam Rafe.

"Benarkan?" Theo melongok ke belakang, menatap Rafe sombong, membuat wajahnya langsung terkena lemparan biji buah stroberi dari Viktor.

"Ngajak ribut?" sungut Theo pada Viktor yang diabaikan pemuda itu dengan menjahili Fried, sehingga pada akhirnya Viktor terkena amukan Theo dan Fried.

"Mereka hanya cari aman," kata Len memberi argumen.

Rafe menatap Len penuh tanda tanya, tetapi Len menjawab dengan senyum misterius di wajahnya, membuat Rafe makin tidak paham.

Tidak ingin mendengarkan keributan di antara timnya dan dua Iblis di belakangnya, Jeri melangkah maju, mengambil satu tali ikatan kuda yang dibawa Aaric untuk ia tarik ke depan. Kuda berwarna hitam legam dan disertai wajah tegas melangkah ke depan. Mengusap puncak kepala kuda itu hingga melenguh.

"Kau sudah menentukan rute aman?" tanya Jeri pada Aaric.

"Sudah. Anak-anak sudah aku jelaskan rutenya, mereka pasti sudah mengerti." Naik ke atas kuda, Aaric menjawab pertanyaan Jeri.

Aaric menepuk tiga kali punggung kuda, menatap Carl dan Daniel yang memberikan kuda ke Arden dan Kallen. "Lebih baik kita berangkat sekarang," ajaknya.

Jeri segera naik. Mata hitam gelapnya meniti pada bulan di angkasa. Mereka akan bersama-sama pergi malam ini, kemudian berpisah saat di ibukota kekaisaran, menjalankan misi masing-masing. Menghentakkan kaki dua kali pada pelana kuda, seketika hewan mamalia itu meringik dan berjalan cepat ke depan membawa ia semakin menjauh dari rumah.

Teman-teman Jeri langsung memancal pelana kuda masing-masing, mengikuti Jeri dari belakang. Membuat malam itu Desa Yeresmiel terdengar ramai dengan suara tapak kaki dan ringikan kuda, percakapan para pemburu iblis yang mulai pergi dari desa, dan suara pecutan nyaring dari salah satu tim Jeri---Viktor sedang mencambuk beberapa kali kudanya.

Masyarakat yang berjumpa dengan tim Jeri di perjalanan memberikan lambaian tangan, mereka tersenyum selalu untuk memberikan harapan bahwa tim Jeri pasti membawa kemenangan bagi umat manusia, mereka mengantarkan kepergian tim Jeri seperti orang tua yang mengantarkan anak mereka ke sekolah. Mereka bangga.

Bagaimana manusia melepas kepergian tim Jeri untuk menjalankan misi, dipandang secara teliti oleh Kallen dan Arden, suasana ini jarang mereka temui di wilayah iblis selain perselisihan untuk menjadi yang lebih baik dari yang lain. Aura saling menjatuhkan selalu mendominasi, tetapi di kesempatan ini mereka berdua merasakan sebuah kehangatan.

"Kalian pulanglah dengan selamat!" ucap seorang perempuan tua sambil melambaikan tangan, matanya begitu berkilauan, bahkan sampai menitihkan air mata.

"Tentu, kami akan pulang dengan selamat!" balas Daniel. Dia membalas lambaian tangan perempuan tadi dengan semangat.

"Jangan khawatirkan kami, kami pasti menang!" teriak Viktor menyombongkan diri, tangan kanannya melambaikan pecut yang ia bawa, membuat beberapa orang tergelak.

Qenan menunduk ke bawah, terkejut dengan kehadiran seorang perempuan cantik bermata hijau muda, dia memberikan bekal kepadanya. Menunjukkan senyum tipis meski tidak terlihat---memakai masker---Qenan menerima bekal yang dibawakan gadis itu.

"Terimakasih," kata Qenan pelan.

Gadis itu mengangguk-anggukkan kepala cepat, membuat tatanan rambutnya menjadi berantakan. Dia menatap kepergian Qenan dengan pipi merona, kemudian dia berdoa supaya Dewa terus menemani pemuda itu hingga nanti pulang.

Carl menoleh ke belakang, di mana banyak gadis bersorak bahagia ketika teman mereka berhasil memberikan bekal kepada Qenan. Pelan-pelan ia tersenyum lebar, kemudian mulai menggoda Qenan, dia berucap, "Wah, sepertinya penggemar Qenan semakin banyak."

Qenan mendengus. Tidak peduli bagaimanapun para gadis berusaha menarik atensinya, ia tetap memegang tekadnya untuk mementingkan misinya.

"Tentu, setelah dia berhasil mengalahkan William, nama dia menjadi terkenal di kalangan perempuan!" tanggap Daniel sambil terkekeh kecil.

"Pasti mereka terpana melihat Qenan membuka masker, kemudian menjilat darah pada senjatanya," sahut Kartel menambahi membuat telinga Qenan memanas.

"Begitulah perem---"

"Berhentilah kalian menggodaku!" protes Qenan yang mulai lelah dijadikan bahan olok-olokan temannya. Dengan sengaja dia memotong ucapan Len, tidak peduli kalau temannya yang hendak berbicara berdecak kesal, yang penting telinganya tidak mendengar godaan jahil dari mulut Kartel maupun Daniel.

Aaric, Fried dan Rafe tertawa kencang menanggapi protesan Qenan. Jeri sendiri menggelengkan kepala, mendengar mereka saling melemparkan godaan untuk Qenan membuat bebannya sedikit mereda, tingkah mereka yang lucu terkadang bisa menjadi hiburan bagi diri sendiri dan orang di sekitar.

Kallen dan Arden mendengarkan keributan dari manusia-manusia di depan mereka. Dari sudut pandang keduanya, para manusia ini seperti tidak mempunyai beban, meski sekarang mereka mengejar sesuatu.

Sinar bulan berhenti menyinari. Mereka semua masuk ke kedalaman hutan pinus yang begitu petang. Gurauan tim Jeri langsung lenyap, tidak ada satupun yang berkata-kata, mereka diam membiarkan binatang malam berkarya dalam suara indah mereka. Situasi yang begitu tenang membuat Kallen dan Arden merasa terbebaskan, tetapi juga was-was, pasti ada alasan bagi mereka untuk tidak bercakap-cakap.

Saking heningnya, tapak kaki kuda menjadi tidak terdengar, kuda juga seolah bekerja sama hingga tidak meninggalkan suara lirihan yang terdengar. Kallen menghela napas pelan.

"Kau tahu ... "

Kallen hampir terjungkal ke belakang ketika tiba-tiba Kartel berjalan sejajar dengannya. Menatap pada Arden, temannya sejajar dengan Rafe. Mata Kallen melirik Rafe.

" ... Kata Rafe, kita harus tenang begini ketika di hutan untuk tidak diketahui oleh musuh, perampok dan hewan buas." Kartel berbisik sangat pelan, selaras dengan bunyi deru napasnya.

Kallen mengangguk pelan, tidak ada niatan baginya untuk merespon seseorang yang tidak ia ketahui namanya.

"Oh, kamu akan pergi bersamaku dalam misi, dan temanmu akan bersama Qenan nanti." Menunjuk punggung tegap Qenan, Kartel memberitahu informasi yang sudah diberikan oleh Aaric, dan kebetulan tadi ia dan Rafe diperintahkan oleh Aaric---karena berada di posisi depan Kallen Dan Arden---untuk memberitahu Kallen beserta Arden tentang dengan siapa mereka menjalankan misi.

Lagi-lagi Kallen mengangguk dan Kartel tersenyum lebar. Namun, hal yang membebani pikiran Kallen adalah, mengapa ia menjadi satu baris dengan Rafe dan Kartel? Sehingga posisi mereka dalam bertunggang ada Rafe, Arden, dirinya, dan Kartel. Mereka tidak sedang diapit, kan? Terlebih di belakang mereka berdua ada Viktor, Daniel, Theo, dan Fried yang menatap dirinya tajam.

°°ρђลиэяล°°

Benua Orchid ini berbentuk Kekaisaran yang dipimpin oleh kaisar. Kekaisaran berpusat di Wilayah Vipponah, di Desa Gureen, berada di titik tengah pulau sebagai ibukota kekaisaran. Dari Desa Yeresmiel menuju Desa Gureen normalnya membutuhkan waktu perjalanan lima hari lima malam, tetapi tim Jeri memaksa hingga pada malam keempat mereka sudah sampai di pinggiran Desa Gureen.

Perjalanan menuju Desa Gureen sangat lancar. Mereka hanya melintas dua hutan besar dari kedua pulau yakni Hutan Rataap dari Wilayah Panchita dan Hutan Kelabh dari Wilayah Vipponah. Kedua hutan ini sama-sama menjadi hutan terbesar yang saling berhadapan yang dipisah oleh laut, sehingga untuk sampai ke ujung tiap hutan harus melalui jalur laut.

Biasanya orang-orang akan menuju pelabuhan. Jika di Panchita mereka harus ke pelabuhan di Desa Tiggal, dan di Vipponah berada di Desa Kelabh, maka demi mengejar waktu tim Jeri menggunakan sihir milik Fried untuk membuat kapal besar dan mendayung bersama hingga ke ujung Hutan Kelabh.

Seharusnya akan lebih cepat jika lewat jalur umum di pelabuhan, akan tetapi antrean panjang para pengunjung pelabuhan sedikit membuat Jeri cemas, bahwasanya mereka membawa tiga iblis tidak mungkin berada di tengah-tengah keramaian. Jeri dan Aaric sudah sepakat bersama yang lain untuk menghindari tempat-tempat yang menjadi pusat perhatian, demi keamanan bersama, dan demi melindungi iblis yang mereka bawa.

Selama perjalanan menuju Wilayah Vipponah, Jeri dan Aaric bergantian mengajari Kallen dan Arden sihir menghilangkan aura. Ketika mereka semua mengambil istirahat, di saat itulah kedua orang penting dalam tim mengambil posisi sebagai guru pribadi dua iblis itu. Kartel pun ikut berlatih tetapi jauh dari teman-temannya ditemani oleh Carl dan Qenan.

Tim Jeri sudah berhasil keluar dari Desa Kelabh, kini mereka menatap dua patung besar yang saling berhadapan sebagai tanda bahwa mereka sebentar lagi masuk ke wilayah istana.

Kallen mendongak, menatap patung besar yang elok. Wujud perempuan cantik dengan pakaian penuh selendang. Meski dia hanya patung, Kallen bisa merasakan bahwa sosok yang terpahat indah itu memiliki rupa ayu.

"Dia Ratu Alethea Efigenia Greetje dari Pancho. Ratu yang mendamaikan Kerajaan Pancho dengan kerajaan sebelah, istri dari Yang Mulia Kaisar , dia dinyatakan sebagai titisan Dewi Athena." Kata Carl menjelaskan kepada Kallen dan Arden. Wajah tampan Carl begitu bangga ketika menjelaskan sejarah dari Ratu Alethea yang menjadi pahlawan perempuan yang dipuja oleh seluruh rakyat di Pancho.

"Cih," Fried membuang air liurnya ke tanah, wajahnya terlihat jengkel tanpa alasan, kemudian dia melangkah mendahului Carl bersama kudanya.

Carl yang tahu perasaan Fried bagaimana hanya bisa menatap punggung temannya, perlahan hatinya ikut memberat, pengalaman buruk menghantam kepalanya.

Kallen dan Arden sudah mendengar soal Ratu Alethea juga sudah lama, mereka berdua cukup kagum, tetapi juga merasa sedikit sedih karena perempuan pemberani ini tidak berumur panjang.

"Sayang, dia sudah binasa," sanggah Kallen prihatin sambil mengusap puncak kepala Lefko.

"Yah, kematian yang sangat tragis," lirih Carl sambil menatap patung Ratu Alethea dengan tatapan sendu.

Mereka semua masuk ke gerbang berwarna emas, langsung diperiksa oleh prajurit penjaga, baru setelah melakukan pemeriksaan mereka bebas berkeliaran di dalam wilayah pusat kerajaan. Wilayah ini benar-benar ramai, pantas disebut pusat dari sumber pusat daerah, tempat bertemunya seluruh ras dari berbagai golongan ekonomi.

Patung Dewa Dewi tersebar di beberapa sudut, wilayah yang indah dengan berbagai macam bunga beragam jenis. Di sinilah tim Jeri langsung berpencar menjadi dua tim, satu tim menuju barat daya mengarah pada Pulau Xeenoon, dan satu tim yang lain menuju Barat untuk ke Desa Reelbok.

Tujuan mereka kini benar-benar berbeda; ada yang mencari obat untuk Oliver, ada juga yang menjalankan misi menuju Pulau Xeenoon. Di sinilah tirai sejarah mulai terbuka pelan-pelan, perjalanan baru saja dimulai, mereka mulai mendekati iblis!

Aku akan menemukan Raja iblis bersama manusia, Tuan, saya harap engkau memberi izin.

-Kallen Megaphentes-

Menutup surat yang diberikan oleh burung merpati, Gerarld menatap jendela, mengawasi awan-awan yang bergerak pelan di langit malam.

"Semoga beruntung."

11 Oktober 2022,

Ersann.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top