33 : Pembagian Misi
"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.
Kondisi Fried telah dipastikan menyerupai dengan Qenan, hanya saja yang membuat dia berbeda adalah dia tidak separah Qenan. Bersyukurlah, sebab pemuda pemilik emosi mudah putus itu kini sedang pingsan, sudah ditebak oleh Jakob kalau dia akan sadar tidak lama lagi.
Jeri beserta anak-anak lain bersyukur teman mereka tidak mendapatkan luka yang serius, tidak seperti Everton yang terkena tusukan pedang, hal itu sungguh disayangkan.
Peningkatan sihir Fried sangat mengejutkan, tidak, lebihnya Fried dan Qenan sama-sama menunjukkan perubahan amat besar pada pertandingan ini. Daripada diri mereka satu tahun lalu, kali ini keduanya menang banyak, ini adalah suatu kemajuan bagi tim mereka.
Akan tetapi, Theo masih bertanya-tanya di dalam hati, mengapa seseorang seperti Fried bisa menguasai sihir keabadian? Kapan dia berlatih? Sepertinya ia tidak pernah melihat dia berlatih?
Hampir seluruh venator di markas besar adalah lulusan dari akademi satu-satunya di negara ini, akademi tersebut berada di ibukota kekaisaran, di sanalah para pemula akan diajarkan sedikit demi sedikit mengenai sihir termasuk cara mengembangkan kemampuan mereka semua.
Mungkin saja Fried menerapkan ilmu dari akademi, tetapi kapan anak itu berlatih?
Lalu Qenan, Theo juga masih mempertanyakan sihir seperti apa yang sesungguhnya sedang Qenan sembunyikan?
"Ayo ke ruangan Qenan!"
Tiba-tiba sebuah tangan menarik bahu Theo ke belakang, membuat dia terseret hingga ke ambang pintu, wajah tampannya terpasang muka jutek. Dia merasa tidak terima dirinya diperlakukan rendahan oleh Kartel.
"Makhluk rendahan sepertimu, berani sekali menyentuhku?"
Theo menepis tangan Kartel, menatap sinis pemuda itu, kemudian mendesah kesal. Menutup pintu ruangan Fried, ia melangkah mendahului Kartel, untung di tengah jalan ia bertemu dengan Jeri sehingga ia tidak perlu berlama-lama bersama Kartel.
Kartel sendiri tidak melakukan protes ketika Theo melakukan tindakan yang agak menyinggung dirinya, lagipula alasan ia menyeret Theo bukan karena inginnya, melainkan ia sedang menjalankan perintah Jeri untuk membawa Theo segera.
Mereka semua harus menghadap kepada Jakob segera, karena biasanya tim yang sudah selesai melakukan pertandingan praktik mereka harus menemui Jakob, demi mendapatkan misi selanjutnya.
Kartel berjalan di samping kiri Jeri, sedangkan Theo di samping kanan Jeri, sehingga ketua tim terapit oleh dua orang yang mempunyai warna rambut serupa.
Setelah berjalan cukup lama menuju menara, yang mana di atas menara hanya ada Jakob, entah ke mana perginya Choky dan Nicolaus. Tim Genoveya juga ada, hanya saja yang tersisa Jay dengan Henry, sisanya hanya tim Jeri yang memenuhi ruangan yang berada di atas menara.
Jeri datang bertepatan dengan Henry yang melangkah pergi, agak memundurkan badan tatkala Jay keluar turut dengan menyenggol bahu kirinya, senggolan itu lumayan keras hingga ia merasa tulangnya sedikit nyeri.
Theo yang mendapati Jeri diperlukan kasar oleh Jay, tangannya segera menarik jubah putih pemuda itu, akan tetapi sebelum jarinya berhasil menyentuh jubah Jay, sebuah tangan sudah menarik mundur tubuhnya.
Theo mendelik sebal kepada Jeri, merasa tidak terima tindakannya dibatalkan begitu saja. Namun, ia tak bisa menolak perintah tak tersirat dari Jeri, alhasil dia hanya bisa mendengus panjang disertai mata yang terus menyorot punggung Jay marah.
"Jeri pasti tidak suka kamu membuat keributan," tutur Kartel dengan polos, kemudian dia menyiratkan senyum pada bibir merah mudanya.
Alis pirang Theo menukik, matanya kini menghunus tajam ke mata Kartel. "Aku juga tahu itu," sungutnya sambil memalingkan wajah.
Alih-alih membalik badan demi melihat keributan apa yang dilakukan Kartel bersama Theo, pimpinan tim segera menghadap kepada Jakob, bersikap acuh terhadap dua temannya yang sedang melakukan perdebatan kecil.
"Saya menghadap," kata Jeri pelan. Matanya terarah lurus pada Jakob, siap untuk menerima perintah, sedangkan telinganya pelan-pelan mendengar bisikan-bisikan dari arah kirinya.
"Tim Genoveya mendapatkan misi tingkat rendah, karena kondisi ketuanya belum memungkinkan ikut dalam misi, dan kondisi tim yang tidak seperti biasanya." Dari sisi kiri, dengan letak posisi agak belakang, Rafe bercerita dengan Daniel seolah-olah mereka tidak menghiraukan keberadaan teman-temannya.
Daniel yang diajak bicara ikut serta membahas, dia berkata, "Hanya menyelidiki penculikan beberapa penyihir bebas di sekitar kerajaan."
"Apa itu berbahaya?" sahut Kartel.
Sebelum Daniel dan Rafe menjawab pertanyaan Kartel, Carl sudah mendahului dengan menatap sinis mereka, secara langsung menutup mental mereka bertiga untuk tidak melawan.
Jeri menghela napas, pandangannya ia tarik ke belakang, melihat situasi yang dialami Daniel beserta Rafe sekilas, setelah itu ia kembali fokus kepada Jakob.
Jakob memegang peta di tangan kanannya, mengabaikan pertandingan anak-anak lain demi memberi tim Jeri misi. Di atas meja terdapat beberapa lembar kertas surat yang berisikan beberapa permohonan dari beberapa desa, mereka meminta untuk mengirimkan penyihir, seperti biasa dari surat itulah salah satu misi para pemburu iblis akan ditentukan.
Bunyi ledakan terdengar dahsyat, seluruh tim Jeri beserta Jakob menatap ke arena, bunyi teramat mengerikan itu dari pertandingan antar anak tingkat satu. Jakob berdecak bangga, kali ini ada yang mempunyai kemampuan yang menjanjikan.
"Anak-anak itu sangat gila," komentar Viktor sambil menyeringai.
"Seperti tidak mungkin saja kita mempunyai krisis venator," seloroh Theo yang bermaksud menyindir Jakob.
Theo hanya mendapatkan kekehan renyah dari Jakob, tidak lebih dan tidak kurang membuatnya sebal setengah mati.
"Jaga sifatmu, Theo," tegur Aaric sambil menatap nyalang pada pemuda berambut ikal panjang, akan tetapi ia diabaikan begitu saja, hal itu membuatnya hanya bisa mengelus dada.
Kertas peta berwarna cokelat bergerak pelan, menyingkap garis-garis berwarna hitam, menunjukkan beberapa wilayah yang terpecah-pecah dalam sebuah gambaran tangan. Seluruh mata menelisik pada peta yang terbuat dari kulit sapi, dibuat dengan seluruh tenaga hingga mirip seperti kertas tebal.
Pimpinan markas masih menunduk. Tangannya bergerak ke lain tempat. Tiba-tiba memberikan sebuah kantung yang terbuat dari kain katun berwarna cokelat ke atas meja. "Itu gaji kalian yang sudah dipotong denda. Jeri, tolong kamu bagikan sesuai catatan di dalamnya."
Jeri mengangguk dan mengambil gaji mereka, kemudian segera ia taruh di dalam sakunya, meski sebenarnya ia merasa berat dengan bobot koin tersebut.
Jakob mendongak menatap tim Jeri satu persatu, kemudian berakhir kepada Jeri sebagai pemimpin. "Aku tahu, kalian memiliki rencana lain untuk kesembuhan Oliver, tetapi aku meminta kalian membagi tim untuk sisanya menjalankan misi."
Penuturan dari Jakob didengar secara saksama, Len menganggukkan kepala mantap, mungkin tidak hanya Len yang setuju dengan permintaan Jakob. Hampir seluruh anak di tim Jeri menunjukkan anggukan, terkecuali Theo yang sibuk merapikan rambutnya yang terkena angin.
Tangan kanan Jakob bergerak ke atas meja, menindih sebagian luas peta, tak lama jari telunjuk ramping panjang miliknya bergerak menunjuk sebuah daerah pada peta. Terdapat tulisan Pulau Xeenoon, pulau itu terletak tepat di bawah bagian kiri Wilayah Vipponah, yang berarti letak pulau ini berada di barat pulau yang menjadi pusat Kekaisaran.
"Kalian, kembalilah ke pulau ini, iblis-iblis kembali muncul di sini. Salah satu venator meminta tolong kepadaku untuk segera membantu dia, dari informasi yang dia berikan, iblis itu adalah zombi." Penjelasan Jakob membawa beberapa anak muda di depannya terkejut dengan wajah yang terlihat tegang, mereka saling bertatapan, sehingga Jakob bisa mengerti emosi tiap-tiap individu dari mereka.
"Jangan-jangan itu zombi yang kita lawan di Hutan Oxs kemarin?" Carl mengedarkan pandangannya ke berbagai arah, menatap teman-temannya sedikit kalut, terbawa perasaan cemas.
"Besar kemungkinannya kita menghadapi iblis yang sama," ungkap Len sambil menggosok dagu.
"Mungkin saja penyebab Pulau Xeenoon hancur adalah karena iblis ini," sahut Aaric yang disetujui teman-temannya.
"Temui seseorang bernama Xander nanti di sana, semoga beruntung," lanjut Jakob sambil tersenyum tipis.
Pelan-pelan tim Jeri mulai memberi salam hormat sebelum pergi meninggalkannya sendirian, warna netra dengan corak indah bagai anggur merah miliknya bergerak singkat menuju tumpukan surat yang belum ia baca di atas meja.
Seusai dari menara, mereka semua menuruni tangga untuk mencapai bagian bawah menara. Dinding bagian dalam dicat biru tua, ada berbagai foto para venator dari berbagai generasi tertempel di setiap sisinya, didampingi dengan lampu dinding dengan ukiran bunga juga kaligrafi.
Jeri menuruni anak tangga dengan cepat, ia belum melihat kondisi Qenan, setelah melihat Fried ia langsung menemui Jakob. Dalam benaknya sudah terpikirkan berbagai rencana untuk menuntaskan misi yang harus mereka selesaikan dalam satu Minggu ini, dari tugas yang diberikan Jakob, hingga menyembuhkan Oliver.
Bukan karena ia tidak percaya kepada Jakob atas ramuan yang akan dia buat, hanya saja, mungkin tidak hanya dirinya saja---melainkan seluruh timnya---yang merasa akan semakin cemas jika hanya duduk sambil menunggu hasil. Mereka semua tidak ingin ongkang-ongkang kemudian mendapati Oliver sembuh, mereka ingin menyembuhkan Oliver dengan cara mereka.
"Aku akan menuntaskan misi dari Tuan Jakob, kalian pergilah mencari obat untuk Oliver!" perintah Theo sambil menatap punggung-punggung di depannya dengan congkak.
Viktor yang berjalan tepat di depan Theo segera menoleh, menyipitkan mata kurang suka, menghasilkan sebuah pergolakan sorot mata diantara dirinya dengan pemuda congkak di belakangnya. "Misi itu hanya bisa aku yang melakukannya, seseorang seperti dirimu, hanya bisa merusak saja!"
Theo berdecak kesal, mengerlingkan mata ke arah kiri, menatap dinding lebih bagus dibanding harus beradu argumen dengan Viktor.
Carl segera menengahi. "Nanti kita diskusikan bersama, kita ini tim, jangan egois." Dia memberi pesan, tapi sama sekali tidak dihiraukan oleh dua manusia yang sudah sepenuhnya seperti anjing dan kucing. Carl mengelus dada sabar.
Aaric tersenyum geli. Merasa percuma menegur Theo dan Viktor, sebab mereka juga sama persis seperti Fried, yang tidak bisa dikendalikan hanya dengan ucapan.
"Mungkin tidak lama lagi Holy Eagle akan merekrut anggota baru," cetus Len sambil mengusap dagu.
"Siapa yang peduli dengan tim mereka?!" sinis Viktor dan Theo bersamaan membuat Len terdiam sebelum memukul dua manusia di depannya menggunakan tangannya.
Berhasil di depan pintu kamar Qenan, Jeri langsung masuk bersama timnya, tanpa permisi maupun sungkan mereka langsung memenuhi ruangan. Melihat kondisi Qenan yang belum juga sadar, membuat Jeri merasa terganggu karena pikirannya sendiri, sesekali ia memperhatikan pola pernapasan Qenan demi melihat parah atau tidaknya luka temannya.
"Kata Tuan Jakob, Qenan bisa saja sadar besok malam," beritahu Carl pada Jeri.
Jeri mengangguk. Pelan-pelan ia menatap teman-temannya, kemudian berkata, "Malam ini kita segera bersiap, kita menjalankan misi tanpa mereka."
Seluruhnya mengangguk setuju.
"Yang menuju ke Pulau Xeenoon ada Theo, Viktor, Kallen, dan aku."
Viktor dan Theo awalnya tersenyum senang, tetapi setelah mendengar nama Kallen terucap dari bibir Jeri, baik keduanya juga seluruh tim dibuat langsung terkejut. Mereka semua seolah tertimpa batu besar, kemudian disambar petir, ingin menyangkal tetapi wajah serius Jeri tak bisa mereka lawan.
Viktor dan Theo membuang muka bersamaan, mendapati mereka satu tim dengan iblis tidak tahu diuntung, mereka berdua sudah merasa muak sebelum bertemu dengan oknumnya sendiri.
"Yang menuju Desa Reelbok sisa dari kami, Aaric, bisa kamu atur? Masukkan Arden di salah satu tim kalian," perintah Jeri lagi.
Aaric menghela napas pelan, berusaha menerima perintah Jeri dengan lapang dada, pelan-pelan ia mengintip wajah teman-temannya yang tampak lesu.
"Yang mencari bunga Leven Daniel bersama Kartel, yang mencari pegasus Len bersama Rafe, sedangkan yang mencari unicorn biarkan aku bersama Carl. Arden biar dalam pengawasanku." Begitulah sekiranya bentukan kasar dari setiap tim yang akan menjalankan misi masing-masing, Aaric memutuskan ini sembari melihat kemampuan teman-temannya, ia tidak asal memilih.
Wajah Daniel tiba-tiba berubah menjadi sengit, merasa tidak terima dengan keputusan tidak masuk akal yang mereka emban, dia langsung melakukan protes, "Di tim kita kenapa harus ada Arden dan Kartel? Kartel saja masih belum terkontrol, ini ditambah Arden, ini sangat tidak imbang!"
Masih terbayang di ingatan Daniel, di mana Kartel menyerang mereka tanpa ampun ketika tidak terkendali, jika bersamanya ia takut tidak bisa mengendalikan iblis di dalam Kartel jika dia mengamuk sewaktu-waktu.
"Lalu adil bagimu apa? Melemparkan Kartel ke tim kita?" sungut Rafe sambil menukikkan alis tajam.
Pertengkaran akan meledak, sebelum itu terjadi, juga sebelum Qenan terganggu karena suara pertikaian mereka, Jeri mengambil keputusan lagi. "Biarkan Kartel bersamaku," tegasnya.
Theo dan Viktor langsung menoleh bersamaan menatap Jeri sinis, bersama-sama mereka berdua berucap, "Kenapa jadi seperti itu?"
"Kita tidak akan sanggup menangani dua iblis dalam satu waktu, Jeri, kita hanya bertiga! Adil jika Kartel berada di tim mereka yang jumlah orangnya banyak!" protes Theo.
"Benar kata Theo, sekuat-kuatnya dirimu, tidak akan mungkin jika melawan dua iblis sekaligus. Lagipula, aku mungkin juga tidak bisa melakukan hal terbaik ketika Kallen dan Kartel mengamuk!" sungut Viktor menyudutkan Jeri.
Jeri tetap bungkam, tidak menolak dan tidak memprotes, dia hanya mendengarkan keluh kesah dua temannya yang mengapit ia.
Kartel yang menjadi bahan lemparan tiap tim menundukkan kepala dalam, dia tahu bahwa ia termasuk beban tim di sini, mendengar mereka saling bertengkar untuk melemparkan kepada siapa ia berlabuh, entah mengapa hatinya terasa remuk. Ingin rasanya ia menangis, tetapi ia bukan anak kecil, ia tidak mungkin untuk membebankan tim Jeri lebih dari ini.
"Bukankah lebih baik aku di sini membantu Ay---Tuan Jakob memb----"
"Kau dalam pengawasanku, biarkan mereka mengawasi Arden," potong Jeri cepat, tidak menerima tawaran lagi, telinganya tertutup sekarang juga.
Kartel tersenyum senang. Viktor dan Theo melengos. Sisanya merasa lega bahwa beban mereka mengurang, hanya saja mereka merasa tidak enak kepada Jeri yang jadi menanggung segala beban di tim ini.
"Lagi pula dengan menjalankan misi bersama Jeri, mungkin itu bisa menjadi latihan baru untukku, siapa tahu aku bisa semakin cepat mengontrol kekuatanku." Dengan polosnya, Kartel menunjukkan senyum lebar, dia bagai anak kecil lugu yang mengharapkan hal mustahil terjadi di depan matanya.
Jeri menatap Kartel datar, kemudian membalik badan bersiap untuk pergi, akan tetapi di ambang pintu sudah ada Choky yang menyender pada kusen pintu.
Melihat reaksi Jeri, seluruh tim yang berada di dalam ruangan langsung membalik badan, sekarang mereka menatap Choky yang sedang tersenyum lebar hingga matanya membentuk bulan sabit.
"Tidak baik bukan ribut di kamar orang sakit?" sindir Choky. "Ayo, ikut denganku. Sebelum kalian berangkat, ada yang harus aku ajarkan pada kalian." Ia melangkah pergi, diikuti anak buahnya yang juga berbaris secara teratur mengikutinya, mereka seperti kawanan bebek yang berjalan menuju sawah.
"Apa yang akan Guru ajarkan pada kami?" tanya Carl, dia sedikit bahagia, karena firasatnya mengatakan Choky akan mengajarkan sesuatu jurus yang begitu hebat.
Tim Jeri mengikuti Choky dari belakang, mereka semua yakin akan menuju ke belakang rumah mereka, berlatih di sana.
"Tumben sekali Tuan Choky sedikit baik kepada kita," ujar Theo dengan suara yang terdengar nyata sedang merendahkan seorang guru juga pejabat. "Biasanya kita dianaktirikan," lanjutnya.
Viktor dan Rafe tertawa renyah, menyadari kenyataan yang sering mereka lalui ketika mendapatkan guru seperti Choky, suatu perbedaan seperti yang sedang terjadi sekarang menjadi bahan lelucon yang menarik.
Dalam langkahnya, Choky merasa tersakiti dengan ucapan Theo yang menyayat hati, membuat beberapa sel dalam tubuhnya berhenti menjalankan fungsi sekilas. Kening Choky dipenuhi oleh perempatan imajinasi, kulitnya berkedut-kedut, kepalanya ingin meledak.
"Aku sudah muak dengan kekacauan yang kalian berikan kepadaku, aku sudah lelah mendapatkan surat tagihan kerusakan melulu, apa kalian betah kena denda terus? Apa kalian senang menyiksaku?" Dengan sangat cepat, langkah kaki Choky berhenti, tubuhnya bergerak memutar menghadap tim Jeri. Tak lupa pandangan matanya seperti sedang kerasukan iblis, sangat mengerikan, tetapi di mata tim Jeri itu sangat lucu.
Daniel, Theo, Kartel, dan Viktor tertawa keras, merasa tidak bersalah dengan emosi guru mereka yang meledak-ledak.
"Lagian yang sering merusak itu Fried, bukan kami," seru Viktor membela diri, meski ia juga ingin tertawa, tetapi ia masih ingin mengutarakan kedongkolan hatinya.
"Kau sendiri juga salah satu biang keladinya, Viktor," sinis Aaric.
Viktor langsung bungkam, pelan-pelan dia tersenyum nista kepada Aaric.
"Biarkan dia saja yang menggantikan dendamu, Tuan," Sahut Len sambil menyeringai licik, hal itu disetujui langsung oleh Aaric, Carl, dan Daniel menggunakan anggukan cepat.
"Orang seperti Fried, memang mampu menggantikan dana yang keluar akibat ulahnya?" Lagi-lagi Theo berucap, terdengar menjengkelkan, tetapi itu adalah fakta.
Choky menghela napas berat. Hatinya yang panas sedikit membaik. Tersenyum lebar, membalik badan, kembali melanjutkan langkah keluar dari koloseum. "Aku akan mengajari kalian sihir diachoristís kepada kalian, aku harap kalian sebelum berangkat, malam ini wajib menguasai sihir ini. Setidaknya tiga atau empat orang dari kalian mampu menguasainya."
"Diachoristís?" gumam mereka semua sambil mengingat-ingat nama sihir yang sempat mereka dengar ketika pertama kali masuk markas.
"Diachoristís adalah sihir yang memisahkan area yang bermuatan sihir dengan yang tidak bermuatan sihir. Bentuk dari sihir ini seperti selimut yang menjuntai di daerah yang bermuatan sihir, sehingga tatkala suatu tempat kita jadikan tempat bertarung, tempat itu tidak akan mengalami kerusakan karena sudah dilindungi. Sebaliknya, jika tempat yang bermuatan sihir tidak dilindungi dengan sihir ini, maka ketika kalian mengeluarkan sihir terbesar kalian, tempat itu akan rusak total karena tidak dilindungi."
Sambil berjalan menuju belakang rumah tim Jeri, Choky menjelaskan mengenai sihir yang ia maksudkan. Di perjalanan ia dan anak-anak sering mendapatkan sapaan dari warga, yang hanya mereka balas dengan anggukan disertai senyuman menawan
"Sihir ini selain pertengkaran kalian takkan bisa dilihat orang lain selain orang-orang di dalam selimut, sihir ini juga ampuh untuk membuat area terlindungi tetap aman meski kalian merobohkannya. Kalian harus menguasainya malam ini!"
Mengerlingkan mata kesal, Daniel menatap jemu pada lingkungan belakang rumah mereka, kemudian berakhir pada Choky. "Mana mungkin kami bisa menguasainya dalam semalam?"
Choky tersenyum lebar, sangat mencurigakan. "Aku bisa menguasainya dalam semalam waktu itu, pasti diantara kali----"
"Jangan bandingkan kami denganmu, Tuan!" protes Daniel berhasil memotong ucapan Choky.
"Lalu apa bedanya ini dengan sihir penghalang mutlak dari Everton?" tanya Rafe. Jika dipikirkan kembali, sihir ini dan sihir Everton sama-sama berguna untuk menghalangi.
Choky menyentil kening Daniel pelan, kemudian menatap Rafe antusias. "Sebenarnya dua sihir ini sama, penyebutannya saja yang beda, tetapi ada yang berbeda dari penggunaan juga sedikit fungsinya," beber Choky.
Beberapa warga yang melihat Choky bersama anak didiknya sedang berjalan melintasi rumah-rumah warga, mereka langsung berbaris untuk melihat venator-venator muda, tak jarang juga sebagian masyarakat memberi sapaan yang dibalas senyuman hingga lambaian tangan.
Anak-anak kecil yang mengidolakan para venator berlarian berusaha mendekati pemuda-pemuda tampan itu, mereka tertawa kencang saat melihat bahwa salah satu venator memberikan bunga es---dari Aaric---sehingga membuat mereka kagum, adapun anak kecil yang malu-malu hanya bisa menunjuk venator yang ia sukai.
Mendapat respon masyarakat yang positif, Choky beserta anak didiknya merasa bersyukur, setidaknya ketika mereka gundah bahkan hampir menyerah karena pertarungan melawan iblis, ada alasan mengapa mereka harus berjalan ke depan. Ya, demi masyarakat yang menyambut mereka dan memberi harapan kepada mereka.
"Diachoristís hanya bisa digunakan untuk ruangan besar dengan fungsi yang sudah kalian ketahui, yakni melindungi yang diselimuti dan mengheningkan pertarungan di dalam selimut dari ruangan di luar selimut." Anak didik Choky mendengarkan dengan baik, bahkan setelah kaki mereka telah melangkah di pelataran rumah, mereka tetap saja fokus dengan penjelasan sang guru pembimbing.
"Sedangkan sihir Everton dia bisa menjadi penghalang dan bisa menjadi senjata. Sihir itu bisa digunakan secara leluasa entah di ruangan kecil atau besar, tergantung penggunanya memakai untuk apa. Tidak sama dengan Diachoristís, sihir ini tidak bisa mengheningkan pertarungan, hanya bisa melindungi apa yang ingin pengguna lindungi."
"Kenapa kita harus belajar sihir Diachoristís?" Sesaat sebelumnya Choky telah selesai menjelaskan, tetapi lagi-lagi pertanyaan lain muncul, kali ini dari Daniel.
Choky hanya berdiam diri pasrah. Menatap halaman belakang rumah Black Wolf dengan tatapan menilai, setelah itu dia menjawab, "Untuk meniadakan kecemasan publik."
"Sepertinya masih banyak spesifikasi yang kurang jelas, kita bisa melihat perbedaannya langsung setelah melihat sihir Everton dengan sihir Diachoristís," ujar Carl dengan wajah yang masih kebingungan.
"Iya, masih ada yang mengganjal," sahut Len.
Choky menatap satu persatu para penyihir di depannya, kemudian memberi komando, "Segera berbaris lurus, lalu ikuti perintahku!"
Segera para pemuda langsung berbaris secara sejajar, melakukan apa yang diperintahkan oleh Choky, segera memulai pelatihan sore itu juga, tidak peduli dengan cahaya senja yang mulai melambai. Mereka semua dengan fokus mengikuti setiap gerakan Choky, melatih diri untuk menguasai sihir diachoristís, tingkat kesusahan sihir ini mudah-mudah sukar.
Setelah merasa anak didiknya cukup memahami bagaimana mengaktifkan sihir tersebut, ia langsung mengambil posisi duduk di atas batu besar dekat sungai. Mengawasi perjuangan para penyihir muda yang selalu ia banggakan, merasa lucu ketika salah satu dari antara mereka mengamuk karena tidak bisa mengontrol sihir, dia adalah Viktor seorang pemuda yang tidak sabaran.
Aaric mengangkat kedua tangannya melampaui kepala, matanya menatap langit yang sudah tidak menunjukkan pencahayaan, malam ini bulan tidak ingin menemani bumantara.
Dari tengah-tengah telapak tangan Aaric muncul aliran sihir berwarna biru muda yang begitu cantik, mekar menuju langit, kemudian merajalela memenuhi area belakang rumah hingga menyentuh tanah. Suasana menjadi hening, tidak ada suara hewan liar yang terdengar, hanya suara deru napas dari mereka yang berada di bawah naungan aliran sihir tipis yang terdengar.
Seluruh orang mendongak, menatap kagum pada selimut biru transparan yang membentang menghalangi langit. Aaric menurunkan kedua tangannya, sihirnya masih berada di cakrawala, menunjukkan keseriusannya dalam belajar.
"Waah! Kau cepat belajar, Aaric!" puji Choky sambil bertepuk tangan. "Tetapi perlu diperluas jangkauannya, perbesar diameternya, ukuran seperti ini takkan bisa menyelamatkan satu desa," komentarnya kemudian.
Aaric mengangguk, kemudian menonaktifkan sihirnya.
Giliran Jeri yang menunjukkan kemampuannya, kedua tangan terangkat ke atas, kemudian segera mungkin sebuah cahaya ungu kemerahan meluas ke cakrawala, membentuk kubah transparan. Kembali sensasi sunyi mereka rasakan, kedamaian berada di sini, tetapi yang lebih memuaskan lagi adalah ukuran sihir diachoristís milik Jeri lebih besar dibandingkan milik Aaric.
Mereka semua takjub, termasuk Choky.
Bertepuk tangan keras, Choky mengapresiasi kerja keras Jeri dalam menguasai sihir penghalang. "Itu lumayan untuk melindungi setengah desa, kerugian markas tidak akan mencapai angka tertinggi! Bagus-bagus!"
Daniel dan Rafe menatap Choky dengan mata menyipit sebelah, tak lupa dengan Daniel yang memiringkan belahan bibir tebalnya, sehingga wajah Daniel lebih menjengkelkan dari Rafe. Keduanya sudah paham, apa yang diucapkan Choky semena-mena untuk kepentingan markas---tidak, ini lebih sedikit merendahkan mereka?
"Dia seperti seorang yang mata duitan," gumam Kartel yang di dengar oleh Rafe dan Daniel, sehingga kedua orang yang mendengarnya mengangguk setuju, bahkan Rafe sampai menunjukkan dua jempol tangannya pada Kartel.
Menutup mata. Menurunkan kedua tangannya, seketika sihir yang ia aktifkan menjadi tidak aktif. Jeri mengusap keringat di pelipis, lagi-lagi pandangannya memburam, entah apa yang terjadi pada kesehatan netranya.
Len yang menyadari perubahan Jeri segera menghampiri, ia menyandingkan diri ke ketua tim. "Kau baik-baik saja?" tanyanya cemas, jarang sekali Jeri terlihat pucat.
Jeri menggoyangkan tangannya ke kanan dan kiri sebatas dada, mengatakan tidak dengan lambaian tangannya, kemudian dia berdiri di dekat pohon dengan punggung yang menyender pada batang pohon.
Len hanya bisa menatap pergerakan Jeri tanpa bisa menanyai hal lebih lanjut, kemudian ia mengambil gerakan cepat untuk ikut menyender di pohon pinus, menemani Jeri dalam diam.
Sekonyong-konyong Viktor berada di tengah-tengah barisan, mengangkat kedua tangannya ke atas kepala seolah ia akan memeluk dirgantara, kepalanya terdongak, matanya melotot tajam. Tidak ada yang merasa heran dengan tingkah konyol Viktor, seolah apa yang dilakukan pemuda itu adalah hal normal, terkecuali Choky yang tampak bertanya-tanya dengan pose yang sedang Viktor tunjukkan.
Permulaan yang begitu luar biasa nyentrik itu hanya menghasilkan sebuah perubahan kecil pada sihirnya, beberapa detik terlihat kemudian lenyap, hanya sejumput sihir yang keluar dari telapak tangannya kemudian musnah. Hal yang diawali dengan meriah, diakhiri dengan kecacatan, hal yang dilakukan Viktor membuat teman-temannya tertawa.
Merasa dirinya baru saja menjadi badut bagi teman-temanya, Viktor langsung mengambil posisi tegap. Wajahnya terlihat sangat kesal, sedangkan matanya menyorot teman-temannya, mereka secara tidak sungkan menunjukkan senyum hingga tertawa terpingkal merendahkan dirinya. Menjengkelkan sekali.
"Berhentilah tertawa, tidak lucu!" Melempari Daniel dengan batu kecil, bukannya dia berhenti tertawa malah semakin menjadi, Viktor jengkel seketika.
"Sebab sejak tadi kau hanyalah melakukan gerakan sia-sia. Ke langit tidak sampai, ke bumi tidak nyata, usahlah terkejut dengan hasilnya." Carl memberi petuah pada Viktor, karena mungkin ia memakai bahasa yang dalam, Viktor tidak mengerti hingga mengabaikan dirinya.
"Bagaimana tadi dia mengawalinya?" tanya Daniel pada teman-temannya.
"Begini-begini," kata Kartel sambil mencontoh ulang bagaimana Viktor tadi memulai mengaktifkan sihir.
"Lebih begini!" Kali ini Theo juga ikut mempraktikkan, bahkan gerakan Theo lebih terlihat merekayasa dan mendramatisir gerakan Viktor, menyudutkan kawannya melalui pergerakan tiruannya.
"Bukannya seperti ini?" Rafe ikut serta dalam praktik tersebut, dia lebih terbawa suasana hingga meniru gerakan Viktor yang sesungguhnya, hanya saja wajah Rafe lebih terlihat menyeramkan dibandingkan wajah Viktor.
Keempat pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal di belakang rumah, menyudutkan teman mereka seolah menjadi hal seru bagi keempatnya, hal itu membuat Choky merasa terhibur sampai ikut tertawa pelan.
"Berhentilah kalian seperti itu, lihatlah Viktor, kalian bisa menjadi umpan hidupnya," tegur Len sambil menunjuk Viktor.
Siapa sangka dan siapa yang mengira, pemuda yang menyukai warna hijau itu memasang wajah murka, kemudian tanpa aba-aba memunculkan Aldane untuk menyerang empat pemuda yang sedang melawak di depannya.
Namun, keempat pemuda itu berhasil menghindari serangan Aldane, hingga Aldane menubruk Aaric yang sejak tadi diam, membuat boneka sihirnya sekarang berada dalam cengkraman wakil ketua.
Menyorot tajam pada Viktor, tangan kanannya yang menggenggam kepala Aldane terjulur ke depan, jari-jarinya siap memecahkan kepala Aldane saat itu juga. Suasana mencekam hadir begitu saja di antara mereka, bahkan Viktor terlihat agak jinak, mungkin dia takut kalau Aaric menghancurkan boneka kesayangannya.
Aldane mengedipkan mata, bola matanya bergerak ke atas, cemas kepada kepalanya yang disandera.
"Berhentilah bermain-main, fokus pada penguasaan sihir kalian," peringat Aaric sambil melemparkan Aldane begitu saja kepada Viktor.
Tangan kanan Carl menutup mulutnya sepenuhnya, ia merasa kurang bisa mengendalikan tawanya saat ini.
Viktor memeluk Aldane cepat, mengecek segera kepala boneka cantiknya, kemudian mengusap-usap puncak kepala Aldane sebelum ia hilangkan dari pandangannya.
Jari mengawasi keributan malam ini dengan seksama, menikmati suara tawa teman-temannya dalam diam.
Suasana hening setelah Kartel memunculkan diri untuk menunjukkan penguasaan sihirnya terhadap diachoristís, banyak yang berharap setidaknya Kartel tidak kebablasan hingga tidak terkendali, mereka semua siap-siap untuk berperang ketika Kartel menunjukkan pose awal penggunaan sihir itu. Kartel bagi mereka bagaikan bom waktu, Choky juga berpikir demikian, sehingga guru tim Jeri semakin menatap dia intens ditengah-tengah ia sedang mempersiapkan diri untuk melawan Kartel.
Kedua tangan Kartel terangkat ke atas langit, keajaiban di antara ketegangan terjadi, yang mana sebuah sihir pemisah ruang telah tergenapi di angkasa. Jangkauannya lebih luas, diameternya sudah seperti kubah raksasa, dan mereka yakin sihir Kartel telah menutupi Desa Yeresmiel detik ini juga.
Theo, Rafe, Viktor dan Daniel tercengang. Choky melebarkan mata takjub. Aaric tersenyum bangga. Jeri, Len, dan Carl mengamati betapa luar biasa sihir Kartel saat ini. Mereka semua terdiam seribu bahasa hanya karena sihir diachoristís yang sudah sempurna di tangan Kartel.
Jakob yang baru saja keluar dari koloseum langsung mendongak ke langit, menyipitkan mata dan bergumam, "Apa yang terjadi?"
Kartel tersenyum bangga, menatap teman-temannya yang masih takjub dengan perbuatannya, pelan-pelan ia menurunkan kedua tangannya, saat itu juga sihir yang ia pakai langsung hilang. Langit kini tidak ada lagi penghalang.
Choky berdiri, berjalan mendekati Kartel, kemudian menepuk-nepuk bahu Kartel dengan bangga. "Dasar anak muda, masa depanmu menjanjikan! Tapi jangan besar kepala dulu, kontrol sihirmu masih berantakan, perbaiki lagi." Netranya menatap dada pemuda itu yang naik turun, juga hidungnya yang kembang kempis.
Choky menyadari bahwa Kartel meskipun berhasil menyempurnakan sihir diachoristís, dia kehilangan kontrol terhadap energi sihirnya, dia bisa kehabisan energi sihir jika tidak mengontrol dengan benar keluarnya energi dari dalam tubuhnya.
Kartel mengangguk antusias, ketika puncak kepalanya ditepuk oleh Choky, rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Kerja bagus, Kartel!!" teriak Rafe heboh sambil bertepuk tangan, sorot matanya menunjukkan ketulusan tiada tara, juga rasa bangga kepada Kartel.
"Luar biasa!" puji Len sambil tersenyum lebar, menganggukkan kepala mantap ketika Kartel menatapnya tak percaya.
"Akan aku ajari kontrol sihir saat perjalanan misi nanti," ucap Aaric.
Kartel mengangguk-anggukkan kepala.
"Coba satu lagi," perintah Choky.
Kali ini Carl menunjukkan aksinya, berhasil, tetapi tidak sesempurna seperti Kartel ataupun Jeri. Mungkin sedikit sama dengan milik Aaric.
Choky berdiri, menatap langit dengan puas. "Ukuran paling kecil sihir diachoristís adalah lima belas meter, sedangkan penghalang mutlak bervariasi, bisa saja sihir penghalang mutlak berukuran paling kecil satu inchi."
Bergerak cepat, Choky menghancurkan sebuah pohon hanya dengan satu tangannya, membuat anak didiknya tercengang.
Apa yang sedang dia lakukan?! Begitulah arti dari wajah-wajah sensi dari beberapa orang yang menatap Choky saat ini.
Choky menarik bahu Carl turun, menyuruh pemuda itu menghentikan aliran sihirnya sehingga sihir diachoristís tidak aktif. Setelah semua usai, Choky menunjuk pohon yang ia hancurkan masih berdiri tegap seperti posisi awal pohon sebelum dia pukul.
Para murid terdiam seribu bahasa, mencerna apa yang sedang terjadi barusan, kemudian menatap Choky dam pohon berulang kali seolah memastikan sesuatu.
Tingkah menggemaskan anak didiknya membuat ia terkekeh pelan. "Diachoristís adalah sihir spesial yang bisa dikuasai siapapun, ketika dalam selimut mengalami kehancuran, tetapi setelah selimut dibuka tidak ada yang namanya hancur. Berbeda dengan penghalang mutlak, ketika di dalam penghalang mengalami kehancuran, ketika sihir dilepaskan benda yang hancur akan tetap hancur," tutur Choky dengan sabar.
"Wah, gila, sihir yang licik!" papar Viktor, dia masih dalam kondisi tercengang.
"Kita semua harus menguasai ini," suruh Aaric yang disetujui teman-temannya.
Choky tertawa kencang, akhirnya mereka semua sadar betapa hebat sihir yang ia dapatkan dari sebuah buku peninggalan lama. "Namun, semua itu tidak berlaku ketika nyawamu yang hilang, sihir ini tidak bisa untuk mengembalikan nyawa."
Theo menatap bengis Choky, kemudian mengumpat, "Cih, benar-benar busuk!"
Merasa ia tidak diperlukan lagi, Choky menepuk pelan bahu Viktor, kemudian ia melangkah pergi. "Berlatihlah kalian, aku juga akan menjalankan misi," katanya sambil berlalu begitu saja, ia tidak menatap bagaimana murid-muridnya memberi salam hormat padanya dengan cara merundukkan badan sembilan puluh derajat; kecuali Theo yang sibuk menunjukkan jari tengah ke punggung Choky, ketika ia mulai pergi dari sana.
"Itu tadi gila, Kartel!" seru Daniel, dia mendekati pemuda pirang itu, kemudian menepuk-nepuk bagian depan tubuh Kartel menggunakan tangannya yang terkepal.
Dalam diam, Jeri merasa lega.
"Lihat, kau kalah dengan Kartel, kau ini memang sangat menyedihkan!" olok Theo pada Viktor, mengalihkan tanda jari tengahnya ke rekan sebayanya.
Viktor menoleh pada Theo, menatap sengit pada temannya, mendesis bagai ular ingin segera melepaskan emosinya. "Memangnya kau bisa menggunakan sihir itu? Banyak sekali kau berbicara, membuat telingaku panas."
Alis Theo naik sebelah, pandangannya menjadi merendahkan, kemudian dia menyeringai seram. "Apa aku perlu mempraktekkannya di sini? Kau yakin tidak tersakiti karena hanya dirimu yang mungkin tidak bisa menguasai sihir ini di tim kita? Bukankah kau merasa tertekan kemudian tersudutkan, Tuan sombong yang terhormat?"
Jari telunjuk Theo menusuk dada kanan Viktor berkali-kali, wajahnya tak luput dari seringaian, matanya semakin merendahkan orang yang dalam pandangannya.
Menepis tangan Theo segera, menarik kerah pakaian pemuda berambut ikal di depannya, mendekatkan wajahnya pada dia. Bergumam dengan nada mengerikan, "Dirimu mau berkelahi, ha?"
Carl menghela napas panjang, melangkah maju untuk mendamaikan mereka, tetapi keduanya tetap bersikeras untuk adu sihir, dengan kesabaran yang setipis kain akhirnya Carl meninju dua manusia di depannya hingga terlempar menjumpai pohon yang tadi sempat dihancurkan oleh Choky. Kini pohon itu telah benar-benar hancur.
"Ah, harusnya kau pakai sihir itu dulu," komentar Rafe, dia menatap sayang pada pohon yang hancur, kemudian dia terkekeh pelan seolah tidak terjadi apa-apa barusan.
Theo dan Viktor berhasil berdiam diri dengan posisi tubuh terduduk di atas tanah, keduanya merasa tubuh mereka remuk akibat tinju dari Carl, ditambah harus mencium pohon.
Anak-anak lain tertawa kencang melihat Theo dan Viktor terkena tinjuan sayang dari Carl, tetapi sesaat kemudian ada sebuah suara yang menghentikan tawa mereka.
"Kalian berniat meninggalkan kami begitu saja? Sangat tidak masuk akal jika tim ini pergi menjalankan misi tanpa aku!" Fried muncul dari arah depan---arah rumah---dengan wajah sedikit congkak, senyumnya juga merekah, derap langkah kakinya terdengar bersemangat.
Di belakang Fried ada Qenan yang berjalan dengan wajah dingin, menatap teman-temannya dalam diam.
"Kapan kau bangun, ha?" Jari telunjuk Rafe menunjuk Fried.
Fried tersenyum miring. "Aku bahkan tidak yakin kalau aku pingsan tadi," katanya dengan bangga.
Seorang lain merangkul Fried dari belakang, dia adalah Theo yang sekarang tampak bahagia karena Fried ikut dalam misi. Dia seolah lupa kalau barusan ia merasakan tubuhnya sakit semua. "Kau yakin tidak ada luka dibalik pakaianmu ini anak kecil?"
Fried terkekeh girang, menatap Theo dengan mata lebarnya, kemudian dia berkata dengan entengnya, "Aku bahkan tidak tergores sama sekali, hahahaha!"
"Sombong sekali," gumam Theo dan Daniel bersamaan.
Viktor mendengus kesal. Dia pelan-pelan mulai bangkit, sambil mengeluhkan tulang punggungnya, ia bersumpah di dalam hati akan menendang bokong Carl jika ia memiliki kesempatan.
"Kau baik-baik saja, Qenan?" tanya Aaric kepada Qenan
Qenan mengangguk. Ia sudah sangat baik-baik saja. "Aku mendengar kalian akan menjalankan misi, aku tidak bisa hanya berbaring di atas kasur, lagipula aku akan terus merasa bersalah saat ini jika terus berdiam diri. " Dia tampak lesu, bayangan atas kematian William sudah menjatuhkan mentalnya. Ia tidak tahu bahwa dalam pertandingan malah membuatnya menjadi pembunuh.
Menyadari akan kelesuan Qenan, Aaric beserta Carl merundukkan kepalanya, tidak tahu harus berkata seperti apa.
"Biarkan Qenan bersama tim kami, dan Fried pada tim kalian," pinta Len sambil tersenyum kepada Jeri.
Jeri menganggukkan kepala begitu saja tanpa bertanya mengapa Len melemparkan Fried pada dirinya. Mungkin demi berjaga-jaga jika Kallen maupun Kartel mengamuk, tim Jeri tak hanya bertiga, terlebih Fried juga sudah menunjukkan perubahan kualitas sihirnya yang sudah mumpuni.
Aaric melongo sebab ia sadar akan sesuatu, dia menatap Len tidak terima, kemudian dia berkomentar, "Padahal aku ingin mengajari Kartel kontrol sihir!"
Dia teringat harus berpisah dengan Kartel.
Len yang mendapat protesan dari wakil ketua tim menunjukkan senyum kecil. "Biarkan Jeri yang mengajarinya," katanya.
Aaric mengerlingkan mata ke kanan, sedikit sebal dengan Len, rencananya batal karena pemindahan Kartel kepada tim Jeri. Padahal ia tadi sudah sangat bersemangat untuk mengajari Kartel saat perjalanan misi, tetapi ambisinya gagal total karena Len, ia berharap ada kesempatan ia mengajari Kartel lagi.
"Dia merajuk," ledek Qenan pada Aaric yang berdiam diri.
Len terkekeh, kemudian menggelengkan kepala, merasa kalau Aaric sekarang menjadi lebih sensitif.
"Yang mencari bunga biar Daniel, Qenan dan Arden," ujar Len yang lagi-lagi mengatur bentuk tim, tidak ada yang menolak, hanya Daniel yang terlihat ingin memakan Len hidup-hidup.
"Bedebah sampah!"
15 September 2022,
Ersann.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top