31 : Permintaan Jeri

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.



Aku membaca dari buku yang Ayahku bawa dari perpustakaan di daerah manusia, buku itu hanya berisi tidak sampai sepuluh halaman.” Membuka ucapannya, Kallen menatap lurus ke depan, mengarah pada sel kosong di belakang punggung Jeri.

Kallen telah siap memberikan arti dari huadian yang berada di keningnya. Berharap juga setelah mengeluarkan seluruh informasi yang ia punya, ketua tim pemburu iblis di depannya segera memberikan janji untuk membebaskan dia dan Arden dari bilik penjara ini, kemudian memasukkan mereka ke dalam tim mereka.

Rencananya bukan ia buat semata-mata hanya ingin bebas, atau membantu Jeri dalam mendapatkan kelompok iblis, tetapi jauh dari itu semua adalah kemenangan Kallen. Jika Jeri lebih pintar darinya, mungkin rencananya akan gagal, pasti ia akan dicurigai sejak awal.

Namun, lihatlah, Jeri tampak percaya! Ah, atau lebih tepatnya, terpaksa menjual kepercayaannya demi informasi yang ia miliki. Menyeringai puas di dalam hati, Kallen akan menikmati wajah kalut nan ketakutan Jeri nanti.

Arden duduk di belakang membiarkan Kallen melancarkan aksinya, dia tetap diam, menemani Lefko yang kedinginan mencari kehangatan di pangkuannya.

Sedangkan Jeri sendiri tidak berniat memotong atau memberi pertanyaan kepada Kallen sebelum informasi yang ia selidiki sepenuhnya terbuka di telinganya. Bobot dan bebet bacaan yang Kallen tekuni, akan ia jadikan pertimbangan apakah iblis di depannya bisa ia yakini atau tidak, sejak awal Jeri tidak menaruh kepercayaan penuh kepada Kallen.

Jika menguntungkan akan ia ambil, jika tidak, akan ia buang seperti sampah.

Penjara bawah tanah ini masih seperti tampilan awal, akan tetapi kali ini ada yang berbeda di sini, entah apa yang terjadi tetapi Jeri bisa merasakan udara lembab di sini pelan-pelan lenyap. Ada suhu panas yang dipancarkan dari luar, tetapi suhu panas apa?

“Tanda itu disebutkan bisa muncul kepada manusia,” kata Kallen, matanya menatap tegas pada netra segelap arang milik Jeri. Ia bisa merasakan sedikit ada keterkejutan di balik tatapan datar itu, pelan-pelan tersenyum lebar di dalam hati, manusia pengetahuannya belum banyak ternyata.

“Ada dua alasan mengapa bisa dimiliki manusia. Pertama, karena menjual tubuhnya pada iblis, membiarkan iblis menghuni tubuhnya, dan membiarkan dirinya menjadi boneka untuk diperalat iblis.”

“Kedua, sebagai bukti puncak kehebatan manusia sendiri. Mereka yang rela mengorbankan nyawa, mereka yang membiarkan nyawa menjadi taruhan untuk naik tingkat sihir, mereka akan memunculkan tanda ini sebagai janji antara raga dan jiwa kepada sihir yang mereka pakai. Untuk masuk ke tingkat ini, membutuhkan banyak latihan, bahkan ada yang bisa gagal meski latihannya sudah bertahun-tahun. Memiliki tanda ini, manusia akan memiliki sihir lebih kuat dari sebelumnya.”

Arden yang asik mengusap bulu lebat Lefko langsung terdiam mendengar penjelasan Kallen, matanya menatap punggung temannya kagum, dia seolah tahu segala hal di dunia ini.

Sedangkan Jeri terus menjadi pengamat yang baik, telinganya tak membiarkan satupun informasi yang terlewat.

“Apakah ada yang bisa selamat setelah menggunakan huadian?” tanya Jeri kemudian. Ia merasa dijatuhi tanda tanya besar di ubun-ubun ketika teringat kemampuan Genoveya, serta fakta bahwa Genoveya masih hidup adalah suatu keterangan yang dimisterikan.

“Banyak yang selamat, tetapi juga banyak yang gagal, juga sebagian mengalami kecacatan karena proses itu sama seperti ledakan sihir."

Jeri terdiam seribu bahasa seolah mulutnya terpaku, bahkan tubuhnya hampir mati rasa, akan tetapi otaknya terus mengolah fakta-fakta di lapangan soal Genoveya.

Menutup mata. Jeri belum mengetahui kondisi Genoveya lebih lanjut. Aaric yang berkemungkinan sudah melihat kondisi gadis itu. Apakah dia memiliki kecacatan, atau baik-baik saja hingga merobohkan penjelasan Kallen?

Membuka mata, melepas rasa pusing yang melanda kepalanya. Berpikir cepat, setelah dari sini, lebih baik Jeri segera menemui Genoveya untuk sekedar melihat kondisinya, pun sedikit mencari tahu mengapa sejak tadi hatinya terasa gundah?

“Sedangkan untuk iblis, tanda itu muncul sebagai pengikat kekuatan kami, tanda itu bagai kutukan bagi kaum kami, sebab kami tak bisa mengeluarkan kekuatan terbesar kami karena kutukan dari Hades. Oleh karena itu, kebanyakan iblis berusaha menjadi kuat untuk mematahkan kutukan ini. Lebih dari it---"

“Jika itu adalah kutukan bagi kaum iblis, mengapa ketika kalian sekarat tanda itu muncul seolah melindungi kalian? Apa kalian berdua memakai sihir regenerasi tingkat tinggi? Jangan-jangan kalian manusia?” memotong ucapan Kallen segera, mata tajam Jeri menyorot sinis pada mata iblis di depannya, sebab ia luapkan seluruh kecurigaannya saat ini juga.

Penemuan Kallen dan Arden di hutan adalah suatu keberuntungan bagi timnya, tetapi Jeri tak menyangka banyak teka-teki yang berhubungan dengan iblis, apalagi informasi tanda huadian ini seolah membingungkan umat manusia dan iblis---baginya--- membuat ia berpikir apakah ada yang mengkoordinir informasi ini sehingga tidak jelas? Jeri curiga, tetapi tidak tahu siapa yang akan ia curigai.

Arden mendongak menatap Jeri sinis, begitu pula dengan Kallen, siapa yang tidak tersinggung disebut sebagai manusia oleh manusia yang mereka pandang rendah?

Merasa kedua iblis di depannya merubah mimik wajah menjadi lebih suram dari yang sebelumnya, Jeri hanya membalas dengan kedipan mata datar, melihat reaksi mereka membuat ia mengerti jika mereka berdua terkejut dengan sangkalannya tadi.

Mereka berdua belum tahu mengenai tanda kening mereka yang muncul ketika mereka tak sadarkan diri.

Sejak awal tadi, Jeri langsung menanyakan pada poin penting mereka saja mengenai tanda di kening iblis yang disebut huadian. Mereka mengira ia bertanya soal tanda kening mereka karena informasi umum di dunia ini tentang iblis, tetapi jauh dari itu, mereka tidak tahu fakta diri mereka sendiri.

Jeri melempar pandangan ke langit-langit sel penjara, apa tanda ini menjadi misteri? Jika tanda huadian yang mereka kenal sebagai tanda kutukan iblis dari Hades, mengapa manusia bisa memilikinya sebagai bukti kekuatan besar manusia itu sendiri?

Merasa pusing, Jeri merendahkan pandangan, menatap dua iblis yang tak segan-segan menatapnya intens. Lebih baik ia mengajak Len atau Qenan untuk membongkar tanda ini. Informasi ini sangat mencurigakan, baru kali ini juga ia melihat manusia memiliki tanda itu, atau memang Jeri yang tertutup akan seluruh informasi dunia?

Suara tapak kaki mendekati area sel yang Jeri tekuni saat ini menjadi irama lain di sekitarnya mereka bertiga, seketika kepalanya menoleh ke sisi kanan, menebak-nebak siapa yang akan datang?

“Kau, sebaiknya tarik ucapanmu tadi, kita bukan makhluk rendahan sepertimu.” Arden yang sejak tadi diam tiba-tiba bersuara, wajahnya tampak murka, juga tarikan napas yang dia pakai begitu kencang.

Jeri mengabaikan itu.

Pelan-pelan siluet seseorang muncul. Sepatu hitam mengilap terlihat bergerak bersama tongkat hitam berhias warna emas. Jubah hitam melambai-lambai menghasilkan suara gemerincing pada perhiasan yang menempel pada jubah kebanggaan dia. Rambut putih panjang tergerai indah disambut oleh cahaya suram penjara. Sorot mata yang teduh menunjukkan warna perak yang begitu lugas.

Dia Choky Egon, datang ke sel penjara demi menemui Jeri.

Kini pria dewasa itu berhadapan dengan muridnya, menatap Jeri tegas, sepasang netranya melirik dua iblis yang menatapnya sinis. Menyeringai, kemudian bergumam dengan suara agak sedikit keras, “Oh, kalian dua iblis yang dikalahkan murid-muridku?”

Nada suara Choky yang begitu merendahkan menancap di hati Arden dan Kallen, sehingga membuat kedua iblis itu makin menunjukkan ketidaksukaan mereka, pun kedua tangan mereka saling meremas karena emosi.

Choky tersenyum lebar, kemudian melanjutkan ucapannya, “Tidak apa kalah dalam pertarungan, kalian bisa bertumbuh hebat lagi, bukan?”

Arden dan Kallen agak melunak, akan tetapi ucapan Choky selanjutnya membuat mereka kembali emosi.

“Kalau kalian bisa keluar dari sini tentunya,” lanjut Choky.

Jeri berdiri mendampingi Choky segera, ia dan seluruh timnya sudah tahu bagaimana watak Choky jika berurusan dengan iblis. Sebenarnya Choky orang baik, tetapi ketika berurusan dengan iblis, dia menjadi agak sinting dengan merendahkan derajat iblis sesukanya dan terus berusaha membuat iblis putus asa karena ucapan atau serangannya.

“Tuan, ada apa?” tanya Jeri singkat. Tidak mungkin seorang Choky datang ke tempat kumuh seperti ini tanpa alasan.

Choky segera ingat dengan tujuannya datang ke sel penjara bawah tanah, dengan cepat ia mengatakan tujuannya datang ke sini. “Jeri, kamu dipanggil Tuan Jakob. Segeralah menghadap bersama timmu. Timmu sudah menunggu di markas.”

Melangkahkan kaki terlebih dahulu, Choky segera pergi dari sana dengan langkah tegas, diikuti Jeri yang bertanya-tanya di dalam hati, apakah bagian bertandingnya dengan Jay sudah waktunya?

Kallen menatap kepergian Jeri bersama orang tua tadi melalui celah-celah sel penjara yang begitu kecil. “Kau harus tepati janjimu, manusia.” Batinnya dengan perasaan menggebu.

Arden menghela napas panjang, membuat aliran napasnya mengejutkan Lefko yang sedang tertidur. “Kallen, kau mengetahui hal lain soal Hades, tidak?” tanyanya.

Kallen melirik ke belakang, kemudian menggelengkan kepala. “Kenapa kau menanyakan soal Hades?”

Pertanyaannya tidak dibalas apapun oleh Arden, membuat Kallen mendecap pelan.



°°ρђลиэяล°°


Berita tentang meninggalnya William telah membuat beberapa orang ikut berduka, beberapa dari warga desa langsung bergotong royong menggali kubur untuk William. Mayat William masih berada di markas dengan tubuh yang sudah dibersihkan, dia tampak damai di atas brankar, seolah sedang tidur semata bukan meninggalkan keluarga untuk selamanya; itupun jika tidak terlihat tubuh sisi kiri Willam yang tidak lagi utuh.

Keluarga William sudah datang untuk menjemput putra tersayang mereka. Tak menyangka secepat ini putra satu-satunya mereka meninggal ketika melakukan turnamen. Ibu William menangis histeris, tak ingin ditinggal oleh putranya, hingga ayah Willam memalingkan wajah, sebab tak sanggup melihat istrinya.

Air mata Keandre Roger---ayah William---menetes. Sebagai ayah, dia juga merasa kehilangan. Putranya adalah satu-satunya harapan bagi dia dan sang istri, bahwa akan ada kemenangan bagi umat manusia atas iblis.

Henry, Jay, dan Alexa berdiri mendampingi jenazah teman mereka. Mengamati bagaimana terpukulnya Theresea---ibu William---yang menangis di pelukan suaminya, sedangkan Keandre tak habis-habis menyentuh tangan putranya berharap anak satu-satunya bangun dan membuka mata. Ada rasa duka serta pilu yang tersorot jelas di raut wajah mereka.

Aaric sebagai perwakilan dari timnya berdiri di belakang ayah dan ibu William, berdampingan dengan Jakob, merasa bersalah karena kematian William.

Henry dan Jay dengan bengis menatap Aaric, ingin sekali menghabisi pemuda itu dengan tangan mereka, sebagai balasan atas kematian teman mereka. Sedangkan Alexa masih terkejut dengan kematian teman setimnya, pelan-pelan ia kecewa karena tak melihat pertandingan William, air mata segera turun dari pelupuknya.

Melangkahkan kaki satu kali, Aaric telah memantapkan diri untuk mengatakan minta maaf, dengan suara berat ia berkata, “Tuan, Nyonya, saya selaku wakil ketua tim dari Black Wolf mengucapkan maaf sebesar-besarnya. Untuk teman saya Qenan, dia mungkin tidak bermaksud demikian, tetapi saya tidak menutup mata bahwa kecelakaan yang terjadi hari ini adalah kesalahan Qenan. Oleh karena itu saya minta maaf.”

Menundukkan badan sembilan puluh derajat, Aaric menutup matanya rapat, jantungnya terasa sakit. Dengan tulus ia mengucapkan maaf.

Orang tua Willam hanya diam menatap Aaric yang jatuh dalam keterpurukan rasa bersalah.

Tidak ada balasan dari orangtua Willam membuat Aaric semakin menekuni rasa sakitnya. Ia mendongak demi menatap ayah dan ibu William yang tengah menatapnya datar, tatapan kehilangan mencolok di sana, membuat Aaric tak tahu harus mengungkapkan apa lagi.

Menundukkan kepalanya lagi. Semakin merundukkan tubuh. Kedua tangannya menumpu pada lutut. “Mungkin dengan ucapan maaf saja takkan membuat ka---"

“Berhentilah minta maaf, ucapan penyesalanmu takkan membuat anakku kembali, kenapa tidak kau saja yang mati?!” pekik ibu William---Theresea Roger---sambil menunjuk-nunjuk Aaric. Dia dalam peluk suaminya berusaha melepaskan diri untuk meraih Aaric, tetapi suaminya sama sekali tak memperbolehkan dirinya menyentuh pemuda tersebut.

Aaric bergerak cepat. Menegakkan badan. Menatap ibu William dengan tatapan sedikit terkejut. Jantungnya berdegap kencang. Melihat bagaimana perempuan itu terus berusaha meraih tubuhnya sambil terus memintanya untuk mati.

“Kenapa tidak pemuda bernama Qenan saja yang mati? Kenapa tidak kau saja yang mati? Kenapa harus anakku yang mati?”

Kembali suara Theresea tersebut menyapa gendang telinga Aaric, secara perlahan membuat tatapan matanya yang agak membulat jadi datar seolah telah menerima ia dikata-katai.

“Tim kalian, tidak, Qenan pembunuh! Lihat saja nanti, aku akan menyewa pemb—”

“Sayang, jangan berkata yang tidak-tidak!” larang Keandre sambil mendekap tubuh istrinya. Memeluknya erat, kemudian tangan kanannya yang kekar menumpu pada ubun-ubun, dengan penuh ketulusan dia mengusap puncak kepala istrinya dengan jemari tegasnya. Dia berusaha untuk menenangkan batin istrinya.

Theresea kembali menangis.

Aaric terkejut, amat sangat terkejut dengan ujaran kebencian dari perempuan cantik yang mengenakan gaun biru disertai dengan perhiasan nyentrik. Segera ia menjatuhkan diri ke atas lantai, mengambil sikap runduk; kedua tangan saling bertumpu di atas lantai, dan dilanjutkan dengan kening yang menempel pada punggung tangan.

Melihat tindakan Aaric yang begitu cepat, membuat Jakob tak sempat untuk menghalangi pergerakan Aaric, kini dia menatap sedih pada salah satu anak didiknya. Sedangkan Henry bersama kawan-kawan dibuat terkejut dengan tindakan Aaric. Ayah William mengulas senyum, dia memahami jiwa prajurit di dalam diri Aaric.

“Saya mohon jangan lakukan itu, Nyonya, tapi saya sanggup jika harus menerima hukuman. Sebagai ganti Qenan, saya menyanggupi hukuman itu,” pinta Aaric tanpa rasa takut sama sekali pada hatinya, ia bertekad untuk melindungi temannya, tanpa peduli nyawa yang ia pertaruhkan.

Jakob menarik bahu Aaric cepat, menyuruhnya berdiri, menatap tegas Aaric. “Kau tak perlu menyalahkan dirimu sendiri, kau tak perlu menjalankan hukuman, kejadian ini biarkan jadi pelajaran untuk kita kedepannya.”

Aaric menundukkan kepala, tak sanggup untuk menunjukkan ekspresi yang dia simpan.

Keandre menghela napas, mendekap istrinya sayang, kemudian berucap, “Aku tidak ingin menanggung dosa jika harus menganiaya seseorang yang sebaik kamu, saya ikhlas jika ditinggal putra saya, semoga kedepannya kamu beserta timmu mampu melanjutkan tekad William untuk membebaskan dunia ini dari ancaman iblis.”

Aaric senang. Berdiri tegap, mengepalkan tangan kanannya kemudian ia bawa di mana jantungnya berada. “Baik, saya berjanji untuk meneruskan tekad Willam!”

Henry meludah, tanda tidak peduli, menolak sifat Aaric.

Jay melangkah maju, matanya menyorot tajam pada Aaric, kemudian dengan suara lantang dia mengeluarkan isi hatinya, “Sebagai saudara satu tim, saya tidak terima jika salah satu saudara saya tewas, biarkan saya yang memberi hukuman kepada Aaric.”

Henry mengangguk setuju. “Saya akan ikut serta,” selanya.

Jakob hendak menyangkal, tetapi didahului oleh Aaric yang mengucapkan persetujuan.

“Baiklah.”

Aaric, Henry, dan Jay melangkah pergi meninggalkan ruangan, menuju ke sisi belakang markas, terhubung menuju koloseum.

Tangan Alexa terangkat kemudian turun, bibirnya kelu ingin memanggil nama dua temannya, kemudian dia memeluk dirinya sendiri. Menutup mata, berharap tidak terjadi hal buruk lebih dari Genoveya ataupun William.

Jakob mendesah lelah, ia percaya mereka takkan bertindak lebih untuk melakukan hukuman pada Aaric. Melangkah pergi, ia berniat untuk mengawasi anak-anak didiknya, supaya tidak kelepasan hingga terjadi pembunuhan kedua.

Di belakang gedung markas, tepatnya di halaman belakang, kini sudah ada tiga pemuda yang saling berhadapan. Aaric yang berada di tengah-tengah mereka langsung mendapatkan penjara tulang dari sihir Jay, membuat dia tak bisa pergi ke mana-mana, lagipula dia tidak memiliki niat melawan atau kabur.

Dia menatap tiap-tiap tulang yang melingkari tubuhnya. Tinggi tulang itu melebihi dirinya, jika dilihat-lihat tulang yang menancap adalah tulang panjang seperti tulang yang membentuk lengan atas ataupun paha.

Aaric telah bersumpah bahwa ini adalah hukumannya, supaya Qenan tidak mendapatkan perkara lebih besar.

Sebuah tulang berbentuk rangka manusia muncul dari dalam tanah, kemudian tangannya terikat oleh tangan tulang itu, sehingga Aaric terlihat tengah berada di tiang tengkorak.

Jay mengaktifkan sihirnya menggunakan kedua tangannya, matanya tak berkedip untuk mengamati setiap gerakan sihirnya.

“Kuharap kau tidak menangis,” kata Henry sambil menyatukan kedua tangannya, sehingga terbentuklah sebuah sihir bayangan yang membungkus tubuh Aaric sepenuhnya dengan bayangannya.

Tubuh Aaric yang tak bisa bergerak karena ikatan dari sihir tulang Jay, sekarang lebih tak bisa bernapas ketika balutan bagai selimut hitam memenuhi tubuhnya. Ia merasa seperti kepompong saat ini. Tak tahu apa yang terjadi selanjutnya, Aaric berusaha mengintip dari sela-sela selimut bayangan, tetapi upayanya gagal. Dia tak bisa menatap apapun, tidak ada sela-sela.

Kedua tangan, kedua kaki, juga bagian pinggulnya tertancap sesuatu hingga tubuhnya terasa terkoyak. Aaric menahan rasa sakit dengan menggigit bibir kuat-kuat. Matanya memerah. Ia tahu, ini sihir milik Jay, dia sedang menusukkan beberapa tulang pada tubuhnya.

Mendongakkan kepala, matanya tertutup rapat, kemudian mulutnya mengeluarkan darah akibat dari gigitannya. Tulang-tulang yang telah menancap itu bergerak liar bagai bor, menyakiti setiap sel tubuhnya, memeras daging juga tulangnya, memaksa darahnya keluar dari dalam tubuhnya. Ini teramat sakit.

Jay menyeringai, dia terus menggerakkan kedua tangannya untuk mengontrol tulang-tulang yang sedang menjamah tubuh Aaric. “Apa kau sudah mati di sana karena tulangku? Atau kau sedang menahan jeritan?”

Tak ada sahutan dari pertanyaannya. Jay menggerakkan jarinya lagi.

“Kau sebagai wakil ketua tim memang menarik, berani ambil risiko demi teman-temanmu, tapi apakah mereka akan menemukanmu di sini, ha?” sungut Henry sambil terus menggenggam kedua tangannya, terus meremas Aaric dalam sihir bayangan.

Aaric di dalam terus berusaha tetap sadar meski tubuhnya kian terhimpit, belum lagi tulang-tulang itu terus menerobos masuk. Ia merasakan bahwa pinggulnya telah berlubang besar, ia mampu merasakan rembesan darah yang begitu lembab di area pinggul. Rasa sakit yang begitu menusuk hingga raganya seolah akan lepas, membuat seluruh tubuhnya mengalami kaku dan kram, sehingga tak bisa merasakan apapun selain rasa sakit yang menjalar hingga tulang belakang dan berakhir pada ubun-ubunnya.

Telinga Aaric tak bisa mendengar suara dua orang yang sedang menyiksanya, bagai orang hampir kehilangan kesadaran, suara mereka seperti air mengalir di telinganya. Bahkan Aaric tidak tahu, apakah sekarang dia membuka mata, atau sedang menutup mata. Di sini terlalu gelap. Tak hanya itu, paru-parunya seolah terbakar, jantungnya mulai berhenti berdetak, pasokan oksigen tak bisa masuk pada organ pernapasannya.

Aaric kritis, atau malah akan mati.

Henry dan Jay bersenang-senang atas mainan baru yang mereka kuasai sekarang, menyiksa dan terus menyiksa yang mereka pikirkan. Melepas kemarahan mereka atas kematian William. Tak peduli jika Aaric akan menjadi korban selanjutnya.

Di tengah-tengah mereka dalam kesenangan. Tiba-tiba sebuah bayangan gelap menyerap habis sihir bayangan milik Henry, kemudian mengikat pemuda pemilik sihir bayangan itu dengan sihir magis milik Theo.

“Kau sedang bersenang-senang? Bagaimana jika berpesta denganku?” Alis pirang Theo menukik tajam, matanya menatap tajam ke Henry, ia sungguh ingin menghabisi pemuda itu jika saja di belakangnya bukan ada Jeri.

Henry meronta. “Lepaskan!”

Di sisi lain ada Viktor yang datang setelah Theo, dia mengaktifkan Aldane dengan cepat, membuat Aldane terpisah beberapa bagian, kemudian setiap bagian tubuhnya yang terpisah terdapat belati. Bagian-bagian itu menancap pada tubuh Jay.

“Akkh!” Jay meringis kesakitan ketika tubuhnya tertancap beberapa belati. Matanya menatap kedua tangannya terdapat tiga belati, kakinya lima belati, dan perutnya satu belati.

Viktor menapakkan kaki ke atas tanah setelah beberapa saat yang lalu melayang. Menjentikkan jari, bagian-bagian tubuh Aldane berputar dalam kondisi menancap di tubuh Jay, alhasil korbannya jatuh terduduk tak bisa menahan sakit.

Viktor menyeringai. Mata hijaunya menyalak terang. “Kau apakan teman kami? Kau berusaha membunuh dia dengan siksaan? Apa kalian pikir Aaric bisa mati dengan siksaan kalian? Kalian sedang membalaskan dendam? Bagaimana jika sekarang kita bertarung di sini? Aku bahkan sungkan mengatakan kalau kalian akan kalah jika melawan kami.”

Jay mendongak, menatap Viktor bengis. “Jaga ucapanmu, Viktor! Akhh---”

“Ups, jangan membentakku,” gumam Viktor sambil kembali menyiksa Jay.

Di belakang ada Jeri yang berhasil melepaskan Aaric menggunakan pedangnya. Kini dia sedang membopong wakil ketua timnya. Mata Jeri menatap lurus ke depan, ia cukup marah ketika temannya diperlakukan demikian, tetapi ia memilih diam sebab Theo dan Viktor sudah cukup untuk memberi balasan atas apa yang mereka perbuat pada Aaric.

Jeri tadi sudah berada di markas, menunggu Jakob, bahkan Fried dengan tanpa berpikir panjang mencari Jakob ke ruangan Jakob. Namun tidak ada tanda-tanda Jakob. Hingga ketika Jeri, Viktor dan Theo menemukan kejanggalan, bahwa Aaric teman mereka juga tidak nampak. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke koloseum siapa tahu Aaric ada di sana.

Tak menyangka jika mereka menemukan Jay dan Henry yang melakukan tindakan mencurigakan, bersamaan dengan itu Theo merasakan keberadaan Aaric di dalam buntalan bayangan hitam yang dikendalikan Henry.

Jeri sudah tahu jika Qenan telah membunuh William, ia sudah tahu seluruh keterangan pertandingan mereka berdua dari mulut lebar Fried bersama Rafe, bahkan ia masih ingat ketika Kartel dengan kagumnya mengatakan api milik Qenan berubah warna dengan begitu indahnya. Ia terkejut tetapi ia simpan rasa terkejutnya, ia lebih terkejut akan kabar bahwa William meninggal, padahal dia termasuk penyihir yang simpang siur akan menjadi terkuat di bawah Choky.

Pun ia kasihan kepada Qenan yang tak sadarkan diri di ruang rawat karena kehabisan energi sihir. Menurut penjelasan Carl, Qenan juga hampir tewas jika Jakob tidak segera menanganinya.

Efek dari memforsir energi sihir terlalu keras, juga dampak dari meningkatkan kemampuan tingkat api dalam waktu singkat, membuat serangan kejut pada aliran sihir di tubuh. Sehingga energi sihir yang sudah habis juga mengalami pengaruh buruk dari aliran sihir yang berantakan.

Bagi Jeri, kondisi Qenan sama mengerikannya dengan kondisi Oliver.

“Jangan seolah-olah kalian benar, kita tidak bisa menutup mata atas kematian teman kami. Tentu saja kami marah, wajar jika kami ingin balas dendam! Memangnya kalian tahu rasanya ditinggal teman-teman kami mati?! Kalian hanya kehilangan Gavrill!” pekik Henry sambil terus bergerak liar, berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan sihir gelap milik Theo.

Theo menyeringai kejam, matanya membulat seolah telah menemukan harta karun. “Wah, kau menyebutkan nama terlarang,” katanya sambil melemparkan Henry ke pohon dengan masih kondisi terikat.

"Hanya katamu?" Alis Viktor menukik tajam dan matanya menyorot tajam manusia yang baru saja berkata demikian.

Henry memuntahkan darah. Theo tertawa terbahak-bahak.

Jay menatap miris pada kawannya, ia sendiri tak bisa bergerak karena pengaruh sihir Viktor.

“Bukankah idiologi kalian rela mati demi kemenangan?” tanya pelan Jeri. Ia masih ingat soal percakapannya dengan Nicolaus tadi pagi.

Jay mendongak, menatap Jeri ketus. “Tahu apa kau soal idiologi kami?”

Jeri tak mengindahkan Jay. Dia menatap Aaric yang berusaha melepaskan diri dari bopongannya.

“Tak apa, aku yang meminta mereka untuk menghukumku, aku me---”

“Aaric, berhentilah berpikir bahwa segala sesuatu yang menjadi perkara di tim kita itu adalah tanggung jawabmu. Berhentilah bersikap bodoh seperti itu, diriku muak melihatnya,” sungut Viktor sambil menoleh ke belakang, memotong ucapan Aaric begitu saja, pun matanya menatap tak suka pada kawannya.

Theo menyahut, “Apa gunanya Jeri sebagai ketua tim jika kau bertindak bodoh seperti itu? Posisimu harusnya digantikan oleh Jeri, hahahaha.” Diakhiri dengan tawa renyah.

Viktor menatap Theo sinis, ingin sekali ia putuskan kepala manusia itu supaya tidak seenaknya dalam berkata-kata.

Aaric hanya tersenyum tipis, hatinya sekarang menjadi tenang. Berbanding terbalik dengan Jeri yang tampak dongkol, terlihat dari sorot mata Jeri yang menyipit, juga alisnya yang menukik. Tentu saja ucapan Theo yang tanpa adab itu menyakiti hatinya sebagai ketua tim.

Jakob datang.

Kedatangan Jakob yang mendadak mengejutkan Theo dan Viktor, tanpa menunggu diperintahkan untuk melepaskan siksaan pada Jay dan Henry, membuat dua teman Aaric segera melepaskan sihir mereka.

“Cukup sampai di sini saja urusan kalian, tak perlu ada pembalasan, keluarga William telah mengikhlaskan kepergian putra mereka. Henry, Jay, kalian pergilah.” Jakob memerintah dengan nada tegas.

Henry mendengus tidak suka. Berjalan tertatih menuju Jay yang masih terduduk di atas tanah, dengan terpaksa ia membantu temannya berdiri, kemudian berjalan pergi dengan saling merangkul. Sebelum mereka benar-benar pergi, Henry menatap Theo dalam, kemudian pergi tanpa berpamitan.

Theo yang ditatap Henry menaikkan alis, tak mengerti dengan maksud tatapan yang diberikan Henry, kemudian ia mengerlingkan mata bosan.

Menghampiri Aaric, melihat kondisi muridnya yang begitu gegabah menerima hukuman dari tim lain. Tangan kanan Jakob naik hingga sebatas dada Aaric, sebuah sinar hijau yang begitu indah keluar dari permukaan telapak tangannya menyorot seluruh tubuh Aaric, pelan-pelan luka yang diderita pemuda itu hilang.

Tubuh Aaric kembali fit, sekarang dia bisa berdiri tegak tanpa bantuan dari Jeri. “Terimakasih, Tuan,” ucap Aaric sambil merundukkan badan.

Jakob mengangguk. Sepasang mata berwarna anggur merah menatap Jeri dan Aaric bergantian, menghela napas panjang. “Sangat berat untuk mengatakannya, tetapi akibat pertandingan yang fatal ini, tim kalian dengan terpaksa seluruhnya harus membayar denda.”

Viktor melongo, matanya melebar, tidak terima dengan pernyataan dari Jakob. “Tunggu sebentar, turnamen praktik memang sering menimbulkan korban, bahkan tahun lalu juga ada tiga penyihir meninggal dunia dalam praktik, tapi kenapa baru kali ini aku mendengar ada hukuman?”

“Mencurigakan,” sahut Theo.

Jakob juga tahu. Membalik badan, memberi punggung pada pandangan murid-muridnya. Mata Jakob lurus ke depan, pikirannya sangat banyak hingga tak bisa diringkas dengan benar.

Dia berkata, “Tahun ini kita mengalami krisis venator. Banyak yang sudah meninggal dalam misi. Bahkan venator bebas jumlahnya bisa dihitung jari. Kalian bisa melihat tim Genoveya, seluruh timnya sudah habis menjadi korban atas keserakahan kita yang ingin mengalahkan iblis segera.”

“Belum lagi, banyaknya pendaftar ke kelompok kita sudah tidak memenuhi standar. Jumlahnya tidak sebanding dengan tahun-tahun lalu. Dapat diperkirakan, jika kita terus-menerus dalam krisis ini, umat manusia akan kalah, dan iblis di luar sana akan semakin leluasa mengibarkan bendera kemenangan. Oleh karena itu aku hadirkan Kartel dalam tim kalian, untuk menjangkau kita agar jauh dari perkiraan buruk para petinggi. Aku, beserta petinggi lain sudah memutuskan untuk mengurangi jumlah korban jiwa, tetapi aku tidak menyangka dalam sehari hampir empat nyawa melayang karena turnamen. Bagiku, ini sudah sama saja dengan melangkah menuju kekalahan.”

Kedua tangan Jakob mengepal, pandangannya kian menajam, bibirnya tertarik horizontal. Mengucapkan setiap kalimat terasa lebih berat, fakta yang ia telaah membuatnya ingin menyerah.

“Terlebih keluarga William adalah keluarga terhormat, donatur tetap pada kelompok kita dan ayahnya adalah seorang menteri keuangan. Sebagai pimpinan tentu aku merasa tidak enak jika tidak menghukum kalian, jadi kuharap kalian memahami apa maksudku,” jelas Jakob dengan suara pelan.

Theo merengut tidak suka, bibirnya berkedut-kedut, kemudian dia mencela, “Bahkan ada aku juga tidak berpengaruh? Tuan, Anda tidak lupa bukan kalau sebagian dari upah venator dalam menjalankan misi kita ditunjang sepenuhnya olehku, pembelian alat-alat sihir juga dari uangku, ke---”

Viktor memotong ucapan Theo segera dengan memukul kepalanya menggunakan Aldane. “Berhentilah pamer kekayaanmu, Theo. Lagipula, Tuan Jakob mana percaya dengan sumber kekayaanmu, anak yang entah berantah datang dari mana memiliki kekayaan bagai keluarga kerajaan, itu sangat mencurigakan. Siapa tahu kau ini perampok!” serunya ngasal.

Theo terkekeh keras. Jakob hanya bisa mengelus dada mendengar seruan dua pemuda di belakangnya. Melirik ke belakang, ia bisa melihat Theo dan Viktor yang seperti api dan air, kemudian Jeri dan Aaric memilih diam tak ingin memisahkan mereka berdua. Merasa takkan ada penolakan atas hukuman yang ia berikan, Jakob melangkah pergi sambil tersenyum tipis, akan tetapi Jeri menahan dirinya untuk diam ditempat melalui permintaannya yang cukup membuatnya terkejut.

“Tuan, izinkan saya menjadikan dua iblis yang kami bawa masuk ke tim saya,”

Tak hanya Jakob yang terkejut dengan permintaan Jeri, tetapi Theo, Aaric, beserta Viktor lebih dari rasa terkejut. Mereka bertiga mendelik horor pada ketua tim, tak percaya hingga mulut mereka terbuka dan menutup seperti ikan koi kehabisan oksigen, ketiganya menatap Jeri dengan tatapan menuntut.

Jakob meredakan rasa terkejutnya, merilekskan pikiran, menormalkan debaran jantungnya. Ia sudah terlalu tua untuk terus diberikan kejutan seperti ini. Menghela napas, menarik kemudian membuang udara melalui hidung, rasanya baru saja ia seperti akan mati.

“Kau punya rencana?” tanya Jakob. Ia yakin Jeri meminta sesuatu pasti ada hal yang ingin dia lakukan, sehingga ia tak perlu merasa khawatir.

Jeri mengangguk.

Viktor meraba wajahnya frustrasi. “Apa yang kau rencanakan untuk mereka?!”

“Aku berharap kita tidak mendapatkan hukuman jauh lebih mengerikan dari membayar denda,” seloroh Theo.

Mendengar Theo dan Viktor mendumel, Aaric terkekeh.

“Terserah padamu, asal kau tidak memberikan kesalahan ketika memasukkan mereka dalam timmu,” putus Jakob sambil tersenyum, kemudian dia melangkah pergi, kedua tangannya tergenggam di belakang tubuh.

"Tuan?"

"Tuan!!"

Theo dan Viktor berwajah pucat. Tidak yakin dengan keputusan Jakob yang menyetujui permintaan ketua tim mereka.

Kenapa tim mereka menjadi penuh risiko?

Dari Kartel manusia buatan Jakob, hingga dua iblis yang entah seberapa besar kekuatan sihir mereka berkembang. Rasanya Viktor ingin mengamuk setiap hari.

“Aku yakin ini keputusan yang benar,” ucap Aaric lembut.

Theo mendesis, “Menjadi masalah bagi kita.” Matanya menyipit sinis pada Aaric. "Dan aku tidak akan membiayai denda kali ini, sialan!" lanjutnya sambil menatap Jakob emosi, kemudian dia melangkah pergi terlebih dahulu, dengan langkah menghentak dia meninggalkan teman-temannya.

20 Agustus 2022,

Ersann.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top