30 : Qenan VS William

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.

Alexa!”

“Alexa!”

“Heh! Mau ke mana kau!”

Sebal panggilannya berkali-kali tidak dihiraukan, Henry menarik tangan teman perempuannya cepat, membuat Alexa berhenti melangkah. Keduanya berhadapan, Henry dengan tatapan tajam menuntut, sedangkan Alexa dengan tatapan tak ingin diganggu.

Jay melangkah ke pinggiran tangga yang dijadikan jalan ke arena hingga bagian belakang bangku penonton, mendekati dua temannya segera, tak ingin Henry berkata yang tidak-tidak kepada Alexa.

Menarik cepat pergelangan tangannya dari cengkraman Henry. “Sakit tahu!” gerutu Alexa.

“Kau sendiri kenapa diam saja ketika aku panggil? Kau tuli? Kau mau ke mana terlihat terburu-buru begitu, William akan bertanding dengan Qenan!” protes Henry menekan Alexa.

Alexa tak mengatakan apapun, dia langsung melangkah pergi, meninggalkan Henry, juga Jay yang melangkah mendekat. Dia menghembuskan napas panjang nan berat, kepalanya sedikit pusing, kemudian menggerutu kembali, “Berisik sekali dia.”

Henry berniat mengejar Alexa, akan tetapi tindakannya dicegah oleh Jay. Bahunya ditarik ke belakang, membuat punggungnya langsung menubruk bagian depan tubuh Jay. Mendengus kasar, melirik pemuda tersebut sensi, kemudian menepis tangan Jay yang berada di atas bahunya.

“Apaan, sih!” sungut Henry.

Jay mendesah pelan, memijat pangkal hidungnya lelah. “Biarkan dia istirahat sebentar, ayo kita lihat William!” Menarik pergelangan tangan Henry, menggelandang pemuda itu kembali ke bangku mereka sebelumnya, menggandengnya paksa hingga ia seret.

Membuat penonton yang dilewati Henry dan Jay menggerutu tak suka.

Henry pasrah ketika dirinya diseret kembali ke tempat duduknya, tetapi mengapa dirinya diperlakukan seperti sapi yang akan disembelih?

“Ingatkan aku untuk membunuhmu setelah aku berhasil mengalahkan bajingan dari tim Jeri,” sarkas Henry sambil menarik tangannya dari gandengan, tetapi cekalan Jay lebih kuat darinya, sehingga ia masih diseret menuju tengah-tengah tempat penonton.

“Takkan aku ingatkan. Lagian kau tidak akan sanggup membunuhku,” kata Jay tenang sambil terus memaksa Henry berjalan mengikutinya.

“Kenapa tidak sanggup!” ketus Henry.

Jay menoleh ke belakang, menatap Henry tulus, kemudian tersenyum lebar seperti anak polos. “Kita teman, 'kan?” ucapnya begitu menekan, kemudian menyeringai jahil, alhasil ia mendapat umpatan kasar dari Henry.

“Bajingan kurang ajar! Tidak sudi aku berteman dengan manusia aneh sepertimu!” sungut Henry.

Jay hanya membalas dengan kekehan.

Berdiri tegak saling berhadapan di tengah-tengah arena. Pandangannya lurus ke depan, tetapi bukan sedang melihat William, melainkan dinding di belakang punggung pemuda itu. Qenan bukan sedang sombong, dia memang tidak terlalu menyukai pemuda di depannya, meskipun wajah orang itu tampan rupawan sekalipun takkan pernah menurunkan eksistensi rasa kesalnya.

Jauh di dalam benaknya saat ini dia sedang memikirkan mengenai teman perempuannya yang sedang tidak sadarkan diri di ruang rawat, juga rencana Aaric untuk menyembuhkan Oliver sebelum hari ke tujuh nanti, mau tak mau Qenan merenungi perkara tim mereka---terlebih Jeri juga belum terlihat kembali, padahal dia sudah berada di dalam arena.

Melemparkan pandangan ke wasit yang berjalan mendekat, Qenan segera bersiap, akan ia seriuskan sejak awal pertandingan ini. Pertandingannya dalam melawan William harus segera berakhir secepatnya, supaya mereka memiliki banyak waktu untuk menangani Oliver, jika ia berlama-lama dengan pertarungan ini nyawa Oliver mungkin pelan-pelan lenyap.

Melihat alis Qenan menukik tajam membuat William sadar sesuatu bahwasanya seseorang yang dia hadapi sekarang sudah serius. Tersenyum tipis, ia menyadari juga adanya ketidaktenangan dalam diri pemuda yang menutup wajahnya dengan masker hitam, terlihat dari pandangannya sering tidak fokus ke satu titik ke titik lain.

“Kau yakin bisa menang?” tanya William  dengan raut wajah yang menunjukkan rasa skeptis.

Qenan menatap William datar, kemudian mengerlingkan mata ke kanan, seolah-olah dia tak menganggap kemampuan musuhnya berarti.

Berdecak kesal, William geram dengan respon menyebalkan Qenan, tetapi tak terlalu ia pikirkan sebab kemampuan Qenan cukup unik untuk ia lawan.

“Di turnamen kemarin kau hampir menyudutkanku, dan sekarang takkan kuberikan satu---”

“Jangan terlalu percaya diri,” potong Qenan cepat. Tidak ada yang tahu raut wajah Qenan seperti apa karena masker yang dia kenakan, tetapi alisnya semakin menukik tajam, dan matanya menjadi terlihat mengerikan.

William terkekeh, kemudian berdiam diri.

Wasit datang di tengah-tengah mereka, menatap kedua peserta dengan senyum renyah yang dia sampaikan tetapi sama sekali tak direspon oleh dua peserta itu. Padahal di turnamen kemarin William sangat ramah kepada wasit, Qenan menunjukkan sikap hormat padanya, kali ini dia seolah mengabaikan dirinya.

Menghela napas, wasit mengangkat tangan kanannya, kemudian berteriak lantang, “William Roger dari Holy Eagle, melawan Qenan Penrod dari Black Wolf!” Di akhir kalimat tangan kiri wasit terangkat.

Dari segala penjuru koloseum terdengar bunyi tepuk tangan meriah, sorak sorai teriakan penonton, disusul dengan bunyi-bunyian terompet yang menghasilkan sebuah kertas warna-warni keluar dari lubang terompet kemudian menghujani arena dengan derasnya. Diakhiri dengan bunyi ledakan di langit, warna langit menjadi lebih merah kekuningan hiasan dari petasan, sebagai pertanda bahwa pertandingan kembali dimulai.

Dari menara terdapat dua petinggi  venator, sayang sekali Jakob tidak berada di tempat duduknya, hanya ada Choky dan Nicolaus yang menonton jalannya pertandingan.

“Sayang sekali dengan pertandingan Viktor dengan Alexa yang tidak seperti harapan, semoga pertandingan mereka berdua sedikit menghibur,” kata Choky sekenanya. Dia menatap lurus ke Qenan, berharap pemuda itu mengalahkan William.

Nicolaus hanya melirik Choky tanpa merespon lebih, ia hanya memikirkan ke mana perginya Alexa. Perempuan itu setelah melawan Viktor, dia seolah dimakan bumi tanpa tanda-tanda keberadaannya.

Apa dia sedang menenangkan diri?”

Nicolaus menutup mata, jika benar Alexa merasa frustrasi dengan hasil pertandingan, mungkin dia memang membutuhkan tempat tenang untuk menjernihkan pikiran juga membentuk karakternya kembali.

“Dimulai!”

Wasit melompat cepat ke udara, melayang di cakrawala bagai burung, kemudian berpindah ke sisi lain koloseum untuk memantau. Di saat yang bersamaan, Qenan memakai senjata khasnya dalam pertarungan jarak dekat, melompat segera ke depan berusaha meraih William, tetapi detik yang sama pula sebuah api menghalangi tangannya hingga ia harus melompat ke belakang supaya dia tak termakan api itu.

William tersenyum pongah, sedangkan Qenan mengamati pergerakan lawannya, sungguh pertarungan mereka berdua saling bertolak belakang.

Menatap kesepuluh jarinya yang tersela sebuah senjata khusus yang mirip knuckle hanya saja memiliki ujung lebih panjang dan lancip seperti cakar kucing, biasa disebut sebagai adamantium claw.

Berdecak pelan, ia harus mencari celah untuk mendekati William. Berlari kencang memutari William, secara bersamaan pemuda berambut hitam panjang itu melemparkan sebuah bola api untuk menghalangi Qenan yang hendak mendekatinya.

Lemparan api William tak ada satupun yang mengenai tubuh Qenan, dia terlalu gesit hingga sihir yang ia tujukan selalu meleset. Mata William terus mengamati pergerakan Qenan, terus melemparinya dengan bola api kuningnya.

“Kau hanya tahu cara menghindar, ya!” teriak lantang William, mencoba menarik emosi Qenan, hanya saja upayanya gagal.

Qenan bukanlah seseorang yang bisa tersulut emosi dengan mudah, tidak seperti Fried, dia lebih mengunggulkan kemampuan berpikirnya dibandingkan emosi.

Qenan terus berlari mendekati William, sesekali ia merelakan diri untuk membiarkan dirinya terkena api milik musuhnya demi ia pilah dalam pikirannya.

“Kapan kau tunjukkan kemampuanmu!” Lelah terus dipermainkan Qenan, William menghentikan aksi brutalnya dalam menyerang, dan menatap lawannya intens. Ia yakin seratus persen, pemuda itu sedang menyusun strategi, atau sedang memastikan sesuatu melalui pikiran cerdiknya itu.

“Begitulah cara bertarung Qenan. Sama seperti Len, Carl, dan Aaric kalau bertarung. Suka nyusahin tim, dan bikin jenuh musuh, mikir terus soalnya.” Fried berkomentar dengan mudahnya, tak memedulikan teman-teman yang namanya ia sebut menatapnya sinis.

Len berkata sinis untuk membalas ucapan Fried, “Daripada tidak punya otak, langsung membahayakan satu tim.”

Carl dan Daniel terkekeh pelan, terhibur dengan celaan Len kepada Fried.

"Sialan," maki Fried, dia memalingkan wajah dengan cepat, dia telah kehilangan kata-katanya untuk melawan.

Kembali kepada Qenan yang berada di arena. Dia ikut berhenti berlari memutari arena setelah tak mendapat serangan. Matanya saling berseteru dengan netra hijau muda milik William, ia sedang memilah satu persatu informasi yang ia gali sendiri.

Sihir api memiliki tingkatan, semua berawal dari tingkat ke lima. Seluruh sihir api di mulai dari sihir api merah, hal paling mendasar itu dikembangkan kapasitas tingkat panasnya hingga muncul tingkatan-tingkatan lain. Dengan berlatih merubah kapasitas panas dalam sihir api, tingkatan sihir api juga akan naik.

Penyihir yang memiliki elemen api mereka bisa mengatur suhu panas sihir mereka, ketika mereka berhasil masuk ke tingkat sihir api kuning atau di atasnya, mereka bisa memiliki warna api kuning dengan suhu api yang bisa diatur; bisa disamaratakan dengan sihir api tingkat rendah, bisa menggunakan suhu normal, juga bisa meningkatkan suhu sihir api mereka maksimal seperti tingkatan sihir mereka saat ini.

Bisa dikatakan tingkatan sihir api bagian atas bisa menggunakan suhu api tingkatan sihir api rendah, yang membedakan hanyalah maksimal suhu yang mereka gunakan, juga warna api sihir.

Dari buku yang tertulis mengenai sejarah sihir api, baru satu yang memiliki sihir api putih, dan itu juga masih dipertanyakan siapa seseorang itu.

Mungkin saja jika Jeri tak mengubah pola berlatihnya, mungkin Jeri akan menggapai sihir api putih.

Qenan tiba-tiba teringat dengan iblis yang sempat dilawan oleh Aaric, iblis itu juga memiliki sihir api, satu tingkat dengan Viktor, akan tetapi ia juga merasa berbeda dengan kapasitas panas dari api tersebut.

Mengerti ia tak bisa membuang waktu lebih lama lagi, Qenan melangkah mendekat ke arah William, menghentakkan kakinya lebih kencang dari sebelumnya. Saat itu juga seluruh tubuhnya diselimuti oleh api, bagai ia memakai jubah api berwarna kuning keemasan.

Penonton takjub. Mereka berteriak menyemangati Qenan dan William.

William menyeringai. “Kau serius juga akhirnya,” katanya sambil menggunakan sihir api. Sihirnya membentuk bulatan-bulatan berjumlah banyak mengintari tubuhnya, bahkan William memainkan lima bola api di kedua tangannya, ia lemparkan bolak-balik dari atas ke bawah.

William tersenyum lebar. Dia melemparkan bola-bola apinya, memberontak pada Qenan yang berusaha mendekat, suara riuh terdengar keras akibat perlawanan pemuda bermasker itu.

Dalam hitungan detik, sebelum Qenan menyentuhnya, William mengganti serangan bolanya menjadi tubuhnya dikelilingi oleh kobaran api. Ia sadar bahwa seseorang yang kini berjalan tegas mengarah padanya memiliki niat untuk mengalahkannya segera!

Kedua netra mereka bercahaya penuh kilau. Dengan kecepatan tinggi yang serupa, keduanya mendekat dengan begitu mantap, tak lama bunyi ledakan terjadi di arena mengejutkan seluruh penonton. Api berwarna kuning melambung tinggi menembus awan, udara menjadi sangat panas membuat seluruh orang di sana berkeringat, dan cahaya langit menjadi jingga seperti sore hari.

Di tengah-tengah arena ada dua orang saling berhadapan, salah satu tangan dari keduanya terangkat setengah dada, mengeluarkan sihir api dalam kapasitas besar dengan jarak sangat dekat. Ledakan terjadi akibat bertemunya dua api dengan selang waktu yang bersamaan, menghasilkan bunyi yang mengejutkan seluruh orang.

Api yang keluar dari energi sihir melalui tangan mereka terus bertambah, baik William maupun Qenan sama-sama terus berupaya meningkatkan kualitas sihir mereka, menunjukkan sihir siapa yang paling panas. Karena ulah kedua penyihir yang sedang balapan menuju tingkat sihir api kedua, membuat udara di sekeliling mereka menjadi sangat panas, sebagian pakaian yang terbuat dari kain tipis sudah terbakar.

Langit seolah tersakiti, tak bisa menerima sihir keduanya semakin lama, hingga langit biru secara pelan-pelan menjadi senja, kemudian secara cepat berubah menjadi merah delima bagai darah bergerak liar di atas sana. Cakrawala tak bisa berseru, jika bisa, mungkin Qenan dan William sudah dimaki-maki.

Tiang api. Begitu beberapa penonton menjuluki sihir yang mereka lihat saat ini. Mereka semua melihat betapa tinggi api itu menanjak, hingga awan tertembus menjamah dirgantara.

Tak hanya pakaian penonton yang terbakar, dua penyihir yang sedang adu sihir itu juga ikut terbakar, bahkan lengan baju Qenan sepenuhnya lenyap karena tak bisa menahan panas.

Qenan bisa meniru sihir orang lain untuk beberapa saat dengan cara meminum darah musuh. Ia bisa memiliki sihir orang lain hingga satu sampai dua bulan lamanya. Hal itu tergantung kualitas energi sihir. Jika pemilik sihir memiliki energi sihir wajar, maka Qenan bisa memilikinya satu bulan. Namun, jika pemilik sihir asli memiliki kemampuan sihir yang di atas wajar, Qenan bisa memiliki sihir yang ia tiru selama dua bulan.

Mendorong tangan ke depan, sedikit melawan pergesekan api yang begitu hebat, Qenan menekankan diri untuk menaikkan sihirnya.

William menurunkan tangannya segera hingga sihirnya hilang, dengan waktu yang begitu singkat, dia kembali mengangkat tangannya kali ini kedua tangannya ikut serta mengeluarkan sihir, diarahkannya kedua tangannya ke arah Qenan. Api berwarna kuning langsung lepas ke depan, mengarah pada musuhnya.

Qenan memundurkan langkahnya, agak terkejut ketika William tiba-tiba melepaskan sihir lagi. Sesaat sebelum sihir William mengenainya, Qenan berhasil menghindar dengan melompat ke atas, kemudian menyerang William dari atas menggunakan sihir serupa yang baru saja menyerangnya.

William berhasil menghindar, tetapi tidak memiliki hasil sempurna, karena sebagian pakaiannya terbakar oleh serangan Qenan.

Awang-awang telah kembali sehat dengan warna biru indahnya, awan mulai menata diri untuk melanjutkan perjalanan, pun udara sudah lebih dingin dari yang tadi membuat penonton merasa lega.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Qenan segera berlari cepat mendekati William, dengan jarak sedekat ini seharusnya ia bisa mendapatkan darah William. Menggunakan senjata yang masih ia pakai, Qenan berusaha  mencakar William, tetapi berhasil dihindari pemuda itu dengan mudah.

Tak ingin gagal, Qenan melakukan gerakan mencakar lebih banyak lagi, lebih brutal, juga tak terdeteksi. Sehingga William dengan susah payah terus melangkah mundur sembari menghindari serangan Qenan.

Kanan, kiri, atas, dan bawah. Qenan tak habis-habisnya untuk terus memojokkan William dalam sergapan cakarannya.

William melemparkan tubuh bagian atasnya ke belakang, menghindari serangan Qenan yang mengarah pada kepalanya, mata William menatap tangan seseorang yang melintas di atasnya dengan ritme pelan. Tanpa pikir panjang, ia tarik tangan itu, di saat yang bersamaan, ia lepaskan sihir apinya sehingga membakar tangan yang ia pegang.

“Akkh!” pekik Qenan merasa kepanasan, dengan segera ia keluarkan sihir api dari tangan kirinya ke perut William dengan kapasitas panas yang ia pertajam.

“Arkh!” William berteriak sakit.

Keduanya saling menghentikan sihir, jarak mereka saling berjauhan, dan mereka sama-sama memegangi bagian tubuh mereka yang terasa panas dan sakit.

William berdiri agak busung ke depan, tangan kanannya memegang perutnya letih, sedangkan wajahnya menunjukkan peluh yang begitu banyak telah dia keluarkan. Netranya menatap Qenan datar, ia cukup terhibur dengan permainan ini, lebih seru daripada yang dulu.

Qenan memegang tangan kanannya yang mengepul, kulitnya terkelupas efek sihir api yang dikeluarkan oleh William, bahkan tangan kanannya mengeluarkan darah dari kulit yang seperti kulit siput ini.

Berdiri tegak. William tersenyum lebar, menatap antusias kepada Qenan, kemudian berucap, “Kau semakin kuat dalam kontrol energi sihirmu, Ya, Qenan? Dahulu kau tak bisa meniru sihirku sebaik ini karena masalah energi sihirmu yang tidak stabil. Bersyukurnya aku bisa melawanmu ulang.”

Dibalas dengan seringai dari Qenan meski tidak terlihat karena bibirnya tertutup oleh masker hitamnya. "Kau pikir begitu?" Suaranya terdengar seperti sedang mencela.

Panas matahari menyengat kulitnya, membuat matanya segera menatap ke langit, ternyata cuaca menjadi sangat cerah. Panas sihir William saling beradu dengan panas terik matahari, membuat Qenan mendesah kesal.

Mengaktifkan sihir kembali, kini seluruh tubuhnya diselimuti oleh api, Qenan harus segera menghentikan pertandingan ini.

Dari arah lain William melakukan hal serupa. Yang membuat William berbeda adalah, dia membuat sebuah pedang dari sihir apinya, padahal senjata yang terbuat dari sihir akan menarik energi sihir lebih banyak dari mengeluarkan sihir saja.

Melihat William demikian, Qenan melakukan hal serupa. Menciptakan senjata menggunakan sihirnya, hanya saja senjata yang ia buat adalah senjata yang sudah dipakainya sejak awal, hanya ia kembangkan menjadi lebih panjang dan berat supaya jangkauannya lebih luas lagi.

William dan Qenan berlari bersamaan, saling berhadapan dengan begitu cepat, kemudian pedang dan adamantium claw saling bertemu membuat bunyi nyaring yang begitu ketara. Bergerak cepat lagi, kembali saling serang menggunakan senjata, berupaya menusuk juga mencakar, dan  membelah juga menusuk.

Pergerakan cepat William dan Qenan sangat tidak bisa dipercayai. Pergerakan mereka bagai kilatan cahaya yang memutari arena, kemudian berhenti sejenak meninggalkan bunyi adu senjata, kemudian kembali bergerak cepat. Mata telanjang tak bisa melihat pergerakan mereka.

Melihat pertandingan sejak awal seimbang, Nicolaus melirik kepada Choky. “Kau yakin tidak Jeri dan Theo saja yang berkembang, kan?”

Choky terkekeh keras, membuat wajah tampannya terlihat menjengkelkan di mata Nicolaus.

“Cih,” berdecak sinis, Nicolaus kemudian mengabaikan Choky yang masih tertawa entah karena apa.

Pedang dan adamantium claw saling bertemu, bergetar hebat berusaha melepaskan diri dari blokade, di sisi lain pengguna senjata saling bertatapan penuh dengan keinginan untuk menang.

Qenan menahan pedang William menggunakan kedua tangannya yang membentuk huruf ‘X’ di depan wajahnya, tak lupa senjatanya dengan gagah berani bergesekan dengan senjata milik William.

Merasa tak bisa untuk menerobos pertahanan Qenan, William melompat ke belakang, dan bergerak cepat ke sisi kanan untuk melakukan serangan lagi. Akan tetapi lawannya lagi-lagi berhasil menghalangi pergerakannya, kembali mereka saling berhadapan, dengan posisi yang masih sama.

Mendesah pelan. Ia sudah merasa terlalu banyak mengeluarkan energi sihir, tubuhnya sedikit melemas, tetapi ia tak bisa untuk menyatakan kalah di tempat ini.

Merasa William lengah, Qenan melakukan gerakan cepat dengan mendorong cepat pedang William dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya melakukan gerakan menusuk ke arah paha William.

Pergerakan cepat Qenan masih bisa dibaca William, dalam sepersekian detik dia bisa menghindari serangan Qenan, menciptakan sihir api untuk memisahkan diri dari Qenan. Sehingga pemuda itu menusuk api bukan dirinya.

Qenan mendecih. Melepas sihir senjata dengan begitu mudahnya, dia sudah terlalu banyak menggunakan energi sihir, tentu ia tahu batasannya dalam meniru ataupun soal kondisinya sendiri dalam bertarung menggunakan sihir.

William tetap menggunakan pedang sihirnya, bergerak cepat mengincar dada Qenan, setiap langkahnya terpicu sebuah api yang meledak-ledak seolah memberi dirinya jalan menuju Qenan.

Sedangkan Qenan dari berdiri tegap menjadi membungkuk, dia bergaya seperti hewan buas yang siap menyergap, dari gaya juga warna matanya yang mencolok dia seperti serigala. Kedua tumitnya terangkat melakukan persiapan, ketika William datang dengan kecepatan tinggi untuk menusuknya, di saat itu jugalah Qenan melompat tinggi ke langit yang membuat William tercengang sambil mendongak.

Bagai punya sayap transparan, Qenan mampu menghindari serangan William, kemudian dia turun dengan cepat efek gaya gravitasi bumi, kedua tangannya membentuk huruf ‘X’ di depan kepalanya. Terjun bebas dari ketinggian sepuluh meter, diikuti dengan percikan api yang mengelilingi tubuhnya, udara menjadi kembali panas.

Mengerti situasi. William melindungi dirinya dengan pedang yang ia acungkan ke atas, kemudian ia buat jadi horizontal untuk dijadikan tameng.

Pergolakan terjadi. Lagi-lagi mereka saling beradu senjata. William menahan pedangnya dengan kedua tangan, kakinya sedikit bergetar, matanya menatap cokelat terang netra Qenan. Indah tetapi misterius.

“Coba tebak, Qenan meniru gaya bertarung siapa?” tanya Len. Dia menoleh ke samping kanan dan kiri tubuhnya, mengajak teman-temannya untuk saling menebak.

“Yang pasti bukan gaya bertarungku, gayaku tidak seperti hewan,” jawab Fried sinis, takut jika Len tiba-tiba mengatakan jenis pertarungan Qenan sama persis dengan gayanya.

Aaric dan Carl tertawa kalem.

Rafe meninju pelan bahu Fried, kemudian dia tertawa terpingkal-pingkal saat tahu wajah temannya ketika menatapnya begitu lucu, sebab alis dan matanya sama-sama menukik ke atas.

“Bukankah memang seperti hewan?” celetuk Kartel dengan polosnya yang diberi acungan jempol oleh Len. Kartel bertepuk tangan sendiri, merayakan kebenaran jawabannya, seketika Rafe ikut-ikutan bertepuk tangan sambil tertawa.

“Oh, berarti kemampuan Qenan tak hanya bisa meniru sihir manusia, tetapi sihir hewan juga. Rendahan.” Seperti biasa Theo dengan ucapan sinisnya.

Daniel menoleh kepada Theo, kemudian bergumam, “Memangnya ada hewan yang memiliki sihir?”

Viktor mengusap dagu, menatap langit. “Ada sepertinya, werewolf? Ah, tapi ...”

“Itu sudah punah sejak abad ke dua,” tanggap Rafe.

Len menyipitkan mata ke arena. Mengabaikan teman-temannya yang sibuk berdebat sesuatu. Menatap Qenan datar, kemudian dia memalingkan wajah, seolah tak ingin terlalu jauh memikirkan asumsinya sendiri.

Carl merasa agak aneh dengan perubahan sifat Len, segera ia mengikuti pandangan temannya yang sempat jatuh kepada Qenan, karena ia tidak tahu apa-apa akhirnya yang ia dapatkan hanyalah kebingungan semata.

Tak membiarkan William bergerak untuk melakukan aksi lain, Qenan mengaktifkan sihir yang sama seperti di awal mereka bertarung, dengan segera api berkobar besar membakar arena. Udara menjadi lebih panas karena api hanya mengisi seluruh arena. Qenan berusaha membakar William bersama arena juga penonton, sungguh rencana yang gila!

Penonton berhamburan ke belakang, menjauhi area panas yang terlalu dekat mereka, beberapa dari penonton bahkan sibuk memaki-maki penguna sihir api.

William terkejut dengan serangan mendadak Qenan, dia jatuh terduduk dengan pedang sihir yang lenyap, bersamaan dengan itu senjata Qenan berhasil menggores pundaknya.

Api di arena lenyap. Penonton dibuat ingin tahu dengan hasil pertarungan. Di sana terlihat satu orang terduduk dengan tangan yang memegang bahu, darah merembes dari pakaiannya, genangan merah mengotori lantai putih. Di depan seseorang yang kesakitan ada seorang lain berdiri menjulang, dan sedang menjilati senjatanya yang berlumuran darah. Penonton dibuat ngeri seketika.

“Gila,” sungut Henry di bangku penonton, tangannya mengepal siap menghantam kepala Qenan.

Jay menatap datar punggung William. Dia tidak memberikan komentar apapun mengenai situasi pelik yang sekarang terjadi.

Mata cokelat terang Qenan menatap William tajam. Dalam diamnya ia menyeringai misterius,  pelan-pelan ia menutup kembali wajahnya dengan masker, tak membiarkan orang lain terlalu banyak mengonsumsi ketampanan wajahnya.

“Kita lanjutkan?”

Gila, dia gila, apa dia tidak merasakan energinya hilang setelah mengeluarkan sihir sebesar itu?”

William mendongak, menatap sinis tepat di mata Qenan. Ia terlalu meremehkan pemuda itu. Ia juga terlalu bersemangat melawan seseorang yang memiliki kemampuan sihir unik seperti dia. Hanya saja, ia tidak tahu, jika Qenan memiliki pasokan energi sihir yang sangat berkecukupan, terlihat melimpah hingga ia iri.

Tapi apa semua berakhir di sini?

Meremas kedua tangannya di atas lantai dengan geram, William segera bangkit, kembali berdiri berhadapan dengan Qenan dengan pandangannya yang lebih yakin jika ia akan menang saat ini.

Penonton lagi-lagi harus mengebalkan kulit mereka, kembali rasa panas memancar di seluruh penjuru koloseum, kedua penyihir itu lagi-lagi menciptakan tiang api menuju cakrawala hingga langit seolah terbelah. Jika tadi adalah satu tiang dengan ukuran besar, sekarang dua tiang dengan ukuran masing-masing seperti diameter sumur di rumah mereka. Dan entah kenapa panas yang dipancarkan lebih panas dari yang lain?

“Apa mereka sedang berusaha menurunkan Dewa dari langit?” gerutu Nicolaus sambil menatap langit yang kian merubah warnanya dari biru menjadi merah pekat. Seakan sangkakala kematian telah dikeluarkan.

“Dasar anak muda, suka pamer,” cela Choky sambil tersenyum tipis.

Salah satu tiang api berubah warna, membuat seluruh orang yang menonton langsung ternganga, tim Jeri terdiam seribu bahasa, tim Genoveya melotot, dan dua petinggi merasakan serangan jantung.

Di dalam ruangan, masih dengan upaya penolongan Oliver, Jakob merasakan tingkatan sihir yang sangat besar, akan tetapi ia tidak bisa menggolongkan sihir apa yang sedang  ia rasakan. Tingkatan ini sangat mengerikan. Menurunkan kedua tangannya, berhenti mengerjakan tugasnya,  Jakob segera melangkah keluar.

Saat ia keluar dari ruangan, ada Alexa yang berdiri berhadapan dengannya dengan wajah terkejut. Jakob bertanya, “Kau ingin menjenguk Oliver?”

Alexa menggelengkan kepala ribut, ia ingin memberi alasan yang lebih baik, akan tetapi Jakob sudah berjalan pergi. Perempuan cantik itu hanya bisa menatap langkah kaki Jakob yang terburu-buru. “Kenapa udaranya semakin panas?” gumamnya.

Viktor dan Aaric merasa kelu pada lidah mereka, mulut mereka seolah kehilangan sel saraf untuk berkata-kata, pandangan keduanya mengarah pada tiang api yang telah sepenuhnya berubah warna menjadi biru. Tingkatan api yang setara dengan ketua tim mereka. Jantung mereka berdua berpacu dengan cepat, menuju tingkat sihir yang lebih besar membutuhkan beberapa hari hingga bulan, sihir Qenan sudah pasti bukan hanya sekedar meniru saja.

“Apa baik-baik saja membiarkan mereka tetap seperti itu?” Daniel menunjuk ke arena, menatap ke belakang, kepada Carl juga Aaric. Namun, nahasnya, pertanyaannya tidak digubris oleh dua orang yang ia harapkan bisa memiliki jawaban paling normal.

Fried yang biasanya mengoceh kini terbungkam. Menatap tiang api yang sudah sepenuhnya berubah warna menjadi biru. Dalam hatinya dia berteriak bahwa pertandingan kali ini lebih dari kata gila! Bagaimana tidak gila, di awal pertandingan ada Genoveya dan Oliver yang mengorbankan nyawa demi menumbangkan lawan, dan ini?

Sihir mengerikan apa lagi yang bisa disebut lebih dari gila dari tingkatan sihir api biru?!

Seandainya Jeri di sini!

“Apa Qenan pernah menceritakan kemampuannya yang bisa memperkuat sihir yang dia tiru?!” sungut Theo sambil menatap skeptis kepada teman-temannya, yang dibalas gelengan dari Carl, Rafe, dan juga Viktor.

Kartel mendongak, mulutnya terbuka lebar, matanya terpaku pada warna biru api milik Qenan. “Apa itu sihir api?”

William bergetar hebat ketika melihat perubahan sihir Qenan yang menjadi naik tingkat, gila, bahkan berhadapan dengan Jeri tidak semenakutkan ini. Jeri memiliki sihir api biru, tetapi dia sama sekali tidak seperti ini, atau memang Jeri tidak ingin menunjukkan kehebatan api biru itu sendiri?

William bergerak mundur, lututnya seolah ingin lepas dari posisi, kakinya tak sanggup menahan berat badannya. Ia ketakutan, tetapi egonya juga tak bisa ia lepaskan, bagaimana ini?

Jay mengetatkan rahang, tangannya mengepal, matanya kian menatap tajam pada punggung William.

“Sialan si Qenan itu,” umpat Jay.

Nicolaus dan Choky beranjak dari keterdiaman mereka, perasaan keduanya sangat buruk, segera mereka melompat turun. Ketika kedua petinggi melompat, bertepatan dengan tragedi besar yang membakar keduanya, membuat mereka bertanya-tanya, bagaimana cara Qenan dan William bertahan dari api yang panasnya seperti neraka ini?

Tak ada waktu untuk mengatakan menyerah, William melakukan gerakan secara patah-patah untuk melakukan serangan. Di saat yang bersamaan juga, Qenan melakukan pergerakan yang sama dengan William.

Kedua tangan mereka terangkat sebatas dada, pandangan mereka saling bertukar, kemudian api yang menjadi tiang hilang berubah menjadi jurus penyerang.

Flamethrower,” ucap William dan Qenan bersamaan.

Semburan api yang berasal dari kedua tangan mereka meluncur bebas membakar udara di depannya, mengarah pada lawan, kemudian bertubrukan menimbulkan dampak yang besar berupa ledakan hingga colosseum merasakan getaran hebat bagai terkena gempa.

Semburan tersebut saling berupaya menjatuhkan lawan, terkadang terlihat semburan milik William yang mendorong mundur sihir Qenan, terkadang juga sebaliknya.

William menatap Qenan, ia terkekeh pelan, tinggal menunggu waktu di mana Qenan kehabisan seluruh energi sihirnya.

Seperti dugaan William, Qenan terengah-engah dalam melakukan sihir yang sekarang ia keluarkan, terlalu bersemangat dengan ajaran Jeri hingga ia lupa bahwa energi sihirnya tidak sebanyak itu. Memang pada awalnya ia tidak terlalu banyak mengeluarkan energi sihir sebab ia mulai bisa mengontrolnya lebih baik lagi, tetapi ketika ia menggunakan sihir yang biasanya menjadi simbol kekuatan milik William---sihir terbesar milik William---Qenan baru sadar bahwa energi yang diserap sihir ini sangatlah banyak.

Mungkin hanya untuk orang yang berpengalaman di sihir flamethrower saja yang bisa mengeluarkan sihir itu berkali-kali tanpa mengurangi banyak energi sihir, tetapi seseorang yang baru saja menguasainya, takkan mungkin sehandal itu.

Ledakan besar terjadi kembali, api mengepul menjulang langit, arena dipenuhi oleh api dua warna, udara seolah hilang digantikan dengan hawa panas yang tidak terkira.

Kejadian yang begitu mengerikan itu terjadi dalam sepersekian detik, mungkin dalam lima kali mata berkedip lama waktu Qenan dan William saling melemparkan sihir besar.

Jakob melompat dari pagar, kemudian tanpa disangka-sangka, api itu padam seketika. Jakob turun ke arena, menatap dua pemuda yang saling berdiri berhadapan, keduanya tersenyum bangga.

Hanya saja, setelah itu Qenan jatuh ke atas tanah, dia tak sadarkan diri. Sedangkan William berdiri tegak dengan wajah bangga, tetapi sebagian dari tubuhnya telah hilang meninggalkan tulang.

William meninggal dalam keadaan berdiri. Tubuh sisi kirinya hangus terbakar hingga organ dalamnya ikut musnah dimakan api, hanya tulang rusuk beserta tulang kaki kiri yang terlihat masih ada, tapi tidak sepenuhnya utuh. Sedangkan tengkorak kepala kiri William tak menunjukkan keutuhan, menunjukkan betapa mengerikannya sihir api tingkat kedua.

Nicolaus dan Choky terlambat dalam upaya penyelamatan kedua belah pihak, berkat api yang begitu besar dampaknya membuat mereka kerepotan dalam mendekati William dan Qenan. Bahkan pakaian mereka berdua terlihat compang-camping, dan rambut mereka ada yang terbakar.

Kali ini baik Nicolaus, maupun Choky, sama-sama terkejut dengan meninggalnya William. Nicolaus segera menggendong William pergi dari arena, diikuti Choky yang juga menggendong Qenan.

Jakob menundukkan kepala. Menatap wasit datar, lagi-lagi seperti ini, sudah dua orang menjadi korban. Mendongak ke tribun penonton, kemudian berteriak tegas.

“Turnamen praktik antara Black Wolf dengan Holy Eagle dihentikan,”  serunya lantang. Jakob menatap kepergian Nicolaus.

“William Roger dinyatakan meninggal, dan Qenan Penrod dinyatakan gugur dari turnamen,” putus Jakob.

Henry melompat ke arena bersama Jay, wajahnya lebih buruk dari yang tadi, matanya memerah karena terbakar emosi. Jay terlihat termakan emosi juga.

“Maaf Tuan Jakob jika saya lancang, tetapi biarkan kami berdua melakukan pembalasan kepada tim Jeri. Nyawa harus dibalas nyawa, setidaknya biarkan saya membuat Theo mengalami cacat seumur hidup,” seru Henry sambil menunjuk Theo yang berdiri di samping dinding tribun penonton.

Theo langsung menyeringai.

“Tolong beri kami kesempatan untuk membalaskan dendam Will—"

“Apa kalian masih belum mengerti? Apa kalian masih buta! Dalam turnamen kali ini kalian sama sekali tidak merasakan apapun? Kekuatan kalian takkan bisa menandingi tim Jeri saat ini! Tiga kali putaran pertandingan, tiga pemain tim Jeri semua menunjukkan jarak yang begitu besar dengan kekuatan kalian sekarang. Kalian mau bunuh diri?” Jakob menatap kedua orang di depannya sinis, memotong ucapan Jay dengan cepat.

Theo yang tersulut api emosi menaikkan alis sensi, ia juga sangat ingin melawan Henry atas apa yang ia alami di lorong koloseum tadi. “Saya menerima tantangan dari Hen----” belum sempat melengkapi ucapannya, mulut Theo dibekap oleh Carl tanpa penolakan sama sekali.

Jakob menatap sinis kelompok Jeri berada. “Untuk tim Jeri, nanti temui saya!”

Henry dan Jay memendam rasa dongkol mereka, pergi dari koloseum dengan wajah suram, banyak niatan buruk di hati mereka yang disembunyikan. Dendam membara di hati mereka.

“Pertandingan selanjutnya Everton dari White Tiger melawan Fried dari Black Wolf,” kata Jakob sambil melangkah pergi dari arena.

Fried melongo, dia berdiri di atas dinding, menunjuk Jakob sensi. “Tuan, katanya Black Wolf dihentikan tur----”

“Karena Everton ingin sekali melawanmu, dan jangan sampai kau membunuh dia!” potong Jakob sambil menyeringai lebar, membuat Fried mengamuk di atas tribun.

“Sialan sekali dia!” sungut Fried.

Di bangku penonton, orang tua William mengalami pukulan keras, ibu William menangis histeris setelah melihat putra semata wayangnya telah meninggalkan bumi.


15 Agustus 2022,

Ersann.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top