26 : Oliver VS Genoveya [Final]
"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.
"Kkkhhhh,"
Erangan kesakitan terdengar memilukan. Darah keluar berasal dari dada yang tertusuk, juga mulut yang memuntahkan cairan kental berwarna merah, mengucur pada pasir berwarna putih. Memberi noda pada pasir yang tak bernoda.
Oliver berdiri tegap di depan seseorang yang berusaha membunuh dirinya sendiri. Ada rasa bangga yang tercetus di dalam hatinya, dengan senyum menawan dia mendongak menatap timnya berada. Fokus matanya bukan kepada Fried yang melonjak bahagia, atau pada Kartel yang melambaikan tangan, maupun Viktor yang tampak menaruh emosi.
Namun, kepada pemuda tampan berambut hitam panjang dengan wajah seputih susu, sang pemilik netra hitam tegas nan tajam, pada empunya wajah yang begitu dingin. Pada ketua tim yang begitu ia banggakan.
Apakah Jeri menatapnya dengan bangga? Apakah dia mengakui ia telah menjadi kuat seperti yang dia harapkan? Apa ia telah memenuhi harapan Jeri sebagai perempuan yang kuat?
"Jeri, bagaimana pandanganmu akan aku?"
Mengangkat tangan kanannya, Oliver tersenyum lebar memberi pesan kepada timnya bahwa ia baik-baik saja. Penonton menjerit histeris.
"Khhhhhhh,"
Ringkihan menyakitkan kembali terdengar, kali ini dibarengi dengan bunyi daging yang terkoyak. Oliver memandang ngeri pada tangan yang berlumuran darah berusaha mencabik dada Genoveya, itu menyakitkan. Menatap mulut perempuan itu dengan sendu, meski Genoveya meringis kesakitan hingga giginya nampak, entah kenapa rasa kasihannya menghilang.
Di tribun penonton ada Henry yang naik pitam, dia berusaha naik ke dinding pembatas untuk pergi ke arena menyelamatkan Genoveya, tetapi teman-temannya menghalangi dan meminta Henry untuk bersabar. Mereka semua yakin kalau Genoveya tak semudah itu dilumpuhkan.
Pergerakan cepat terjadi. Kedua tangan Genoveya terangkat, menyeret keluar dua tongkat besinya dari dalam tubuh, kemudian tubuh itu hampir ambruk ke depan jika Genoveya tidak menumpukan tubuh pada senjata yang ia jadikan tongkat.
Mata Oliver membelalak, ia segera melompat menjauh.
"Tidak mungkin!"
Sorak sorai makin menggebu, tim Jeri terdiam berusaha mencari tahu.
Tubuh ramping Genoveya bergerak ke kanan ke kiri mencari keseimbangan penuh. Tubuh yang telah terluka parah itu sempoyongan bergerak tegap. Mata yang penuh darah itu menatap kabur pada bayangan buram di depannya. Dia tersenyum mengerikan, menyeringai jahat. Kemudian salah satu tangannya mengusap darah di sekitar mulutnya dengan kasar setelah tubuhnya telah benar-benar imbang.
"Sakit tahu, kheh."
"Dia lepas dari sihirku?" Tentu saja Oliver panik setelah mendengar desisan jahat dari Genoveya, ada aura lain yang lebih mengerikan dari sebelum-sebelumnya. Tubuh Oliver bergetar singkat, merasa takut untuk sekian detik.
Henry berhenti bergerak, tubuhnya pelan-pelan menjadi lebih rileks, wajahnya dipenuhi seringai. "Syukurlah." Dia bergumam dengan hati yang sudah tak mencemaskan apapun, dia sudah terbebas dengan perasaan buruknya.
Mengusap matanya dengan kain yang ia sobek dari seragamnya, membuat pandangannya kembali cerah tanpa ada kabut ataupun bayangan hitam akibat darah. Ia bisa melihat jelas rupa Oliver.
"Kau pikir aku tidak tahu bagaimana mengatasi sihir matamu itu? Hanya tinggal membatalkannya dengan rasa sakit! Aku hampir mati kau tahu?" Dia menyeringai seolah luka yang dia tanggung bukanlah apa-apa, padahal sakitnya luar biasa. Genoveya tersenyum lebar dengan mata menyorot tajam ke Oliver.
Mengorbankan diri demi membatalkan sihir Oliver adalah hal yang menakutkan, Genoveya sempat takut dia akan kehilangan nyawanya sendiri karena nekat berusaha lepas dari pengaruh hipnotis Oliver. Dewa masih bersamanya, hidupnya masih terjaga, meski ia pikir beberapa tulang yang melindungi paru-paru dan jantung sudah ada yang rusak.
Mata gelap Genoveya menatap Alexa, gadis yang menjadi teman setimnya memberi acungan jempol, seolah pikiran mereka berdua saling terhubung sehingga tahu apa yang harus mereka perbuat selanjutnya.
"Dia nekat, tapi juga cerdas," aku Qenan sambil menatap punggung bergetar Genoveya.
"Demi Dewa, dia masih hidup?!" Kartel melongo, mulutnya terbuka lebar, matanya melotot horor dan jari telunjuknya menunjuk Genoveva dengan penuh getaran.
Rafe tertawa pelan. Dia menekan tangan Kartel untuk tidak menunjuk Genoveya juga menekan rahang pemuda itu supaya tidak keterusan melongo.
"Ya, dia masih hidup, Kart," ucap Rafe meyakinkan.
Daniel mengangguk setuju, satu pendapat dengan pengakuan Qenan. Jeri mengamati dengan jeli jalannya pertandingan. Penonton heboh dengan huru-hara di tribun.
"Mari kita mulai!" Menyeringai misterius, Genoveya langsung melompat dengan kecepatan tinggi mendekati Oliver. Ia terkejut ketika kecepatan tingginya berhasil dihindari oleh gadis albino itu, tetapi itu yang malah membuatnya tertarik.
"Mau sampai kapan kau terus menghindar?"
Oliver membungkam mulutnya. Menghindari serangan beruntun Genoveya takkan membuatnya beruntung seperti tadi. Alur pertandingan ini sudah mulai berubah. Yang lebih mengerikan lagi, Genoveya seperti zombie pemakan darah manusia.
"Cih!" mendesis, Oliver hampir terpeleset karena lantai yang terkena cipratan darah Genoveya. Menatap tajam, ia tidak sedang berusaha mengaktifkan sihir matanya, tetapi ia sedang berusaha menepis senjata Genoveya yang terus berusaha melukainya dengan sihir angin yang ia miliki.
Oliver memiliki dua sihir, sihir mata dan sihir angin. Sihir utamanya adalah angin, sedangkan sihir matanya ia pelajari setelah bertemu dengan Jeri dengan alasan ia ingin seperti Jeri.
Sihir angin Oliver membentuk pusaran angin, mendorong dua senjata Genoveya untuk menjauh, keduanya menjadi saling serang. Genoveya dengan dua senjata yang berusaha melukai Oliver, serta Oliver yang terus menghalau juga menyerang Genoveya dengan sihir anginnya.
Pertandingan berjalan sangat lambat dengan pergerakan dua gadis yang berusaha saling mengenai dengan jarak dekat, beberapa penonton sudah ada yang merasa bosan dengan pertandingannya.
Sebuah tragedi terjadi. Oliver yang berusaha menendang Genoveya dari samping, berusaha memberi serangan kejutan, malah terkena senjata milik Genoveya sehingga darah di kakinya membekas pada senjata tajam milik gadis berambut hitam.
Genoveya mengangkat salah satu senjatanya yang sudah terkena darah Oliver, mengangkat benda itu sejajar dengan wajahnya, mata hitam Genoveya menatap Oliver agak menyipit---menikmati wajah meringis Oliver----sebentar lagi wajah cantik itu akan lebih menarik dari yang sekarang, lebih kesakitan.
Menyeringai. Lidah merah kenyal terjulur ke depan, membelai senjata bak sumpit dengan nikmat, Genoveya menyantap habis bekas darah Oliver. Wajah yang biasanya sangat kalem nan polos berubah menjadi manusia berjiwa iblis dengan kegilaan di atas batas wajar.
Pelan-pelan mata Genoveya menjadi hitam, tidak ada yang berwarna lain selain hitam. Bersamaan dengan itu, tubuh Oliver yang berdiri tegap langsung jatuh tersungkur. Penonton membisu, menunggu apa yang terjadi kemudian.
Genoveya berdiri tegap, dagunya terdongak, matanya menatap datar pada tubuh gemulai yang berusaha bangkit dari atas lantai. Menyeringai.
Menahan tubuhnya supaya tidak menempel pada lantai dengan kedua tangannya, pandangannya mulai buram, serta tubuhnya mulai bergetar. Ia terlalu berani dan ceroboh, sekarang ia sadar dirinya takkan bisa melampaui Genoveya. Pertandingan ini sudah ditentukan siapa pemenangnya sejak Genoveya mendapatkan darahnya.
Membuat segel tangan yang begitu rumit, membuka gerbang sihir yang selalu wajib dia gunakan sebelum menggunakan sihir tingkat tingginya.
"Blood prison: rain!" ucap Genoveya.
Tangan kanan Genoveya naik membentuk cengkraman bagai kaki elang yang mencengkram mangsa, saat itu juga sebagian dari darah milik Oliver keluar dari dalam tubuh gadis itu melalui lubang hidung-mata-telinga. Tak hanya darah Oliver, darahnya sebagai pengguna sihir darah juga ikut bergabung bersama darah Oliver, keluar melalui seluruh pori-pori kulitnya.
Oliver jatuh terduduk dengan kepala terdongak ke atas, darahnya dipaksa keluar dari dalam tubuhnya membuat ia kehabisan darah.
"Arrrkkk!" menjerit kesakitan, kedua tangannya mencengkram pahanya kuat-kuat, matanya menangis tetapi bukan air mata yang keluar melainkan darah.
Darah itu berkumpul di langit, membuat penonton takjub dengan warna merah delima yang tercipta. Tim Genoveya menyeringai, mustahil bagi siapapun selamat dari serangan sihir tingkat tinggi, terlebih sihir mengerikan seperti sihir darah.
Seluruh orang yang melihat sihir Genoveya tercengang, merasa merinding untuk sesaat, pun merasa kasihan kepada Oliver.
Fried berhenti menjerit antusias, kini dia berdiam diri dengan mata membola, kedua tangannya mengepal.
Kartel bergetar hebat, apa pertandingan ini digunakan untuk membunuh orang?
"Kaparat!" umpat Viktor sambil melempar tangan kanannya ke belakang, merasa pedih juga marah kepada Genoveya.
"Setiap kali Genoveya memakai sihir itu, delapan puluh persen darah diambil dari musuh, dan dua puluh persen dari tubuhnya sendiri. Sihir darah termasuk sihir berbahaya, bisa membahayakan pengguna ataupun musuhnya. Jika Genoveya orang bodoh, dia akan mati karena sihirnya sendiri." Seperti biasa Carl akan mengocehkan apapun jika itu bersangkutan dengan informasi, kebiasaan sering membacanya bersama Qenan memang sesuatu yang unik. Dia seperti buku berjalan.
Kartel menoleh. "Apa seberbahaya itu?"
Rafe menatap Carl penuh tuntutan, terlihat dia sedang khawatir kepada Oliver.
Carl mengangguk. "Ya. Penggunanya bisa kehabisan darahnya sendiri, bisa termakan oleh darahnya sendiri, dan bisa mati karena darahnya sendiri."
Kartel bungkam. Menatap Oliver yang menjerit sakit ketika darahnya dikuras keluar dari dalam tubuh. Apa Genoveya sekarang sedang mengendalikan darah orang lain?
"Karena Genoveya awalnya tidak bisa menguasai sihirnya sendiri, tetapi karena ketangguhannya, akhirnya Genoveya diangkat menjadi penyihir elit."
Carl menutup mata, tidak bisa melanjutkan melihat Oliver menderita. Yang lain mendengarkan penjelasan Carl dengan serius. Mereka merinding dengan penjelasan Carl.
"Sihir yang hebat," pikir Kartel.
"Dia akan menjadi pemburu iblis yang ditakuti," ujar Len jujur.
"Cih, aku juga tidak akan sudi berhadapan dengan pemilik sihir merepotkan itu," sungut Theo sembari membuang air liurnya ke atas lantai tribun.
Kembali pada pertandingan. Genoveya melakukan gerakan lain. Dengan sangat cepat, dalam satu detik, darah yang awalnya seperti bola di langit terpencar seperti hujan. Turun ke bawah dengan kecepatan tinggi, menghantam tubuh Oliver begitu saja.
Hujan darah hanya tertuju pada Oliver. Tubuhnya terkoyak karena air yang meluncur seperti jarum yang begitu lancip, gaya gravitasi dan juga kecepatan jatuh mempengaruhi tajamnya ujung air yang membobol tubuh Oliver.
Para penonton menutup mulut mereka dengan tangan. Choky, Jakob, dan Nicolaus terdiam khawatir. Tim Genoveya tersenyum lebar. Tim Jeri berubah menjadi suram.
Memeluk dirinya sendiri dengan kedua tangan, mendekap dirinya dengan erat, kepalanya menoleh ke sana-sini menghindari serangan darah tetapi rasanya masih memilukan. Dirinya masih dihujani air darah yang begitu menyakiti tubuhnya.
Meringis sakit. Menangis pilu. Tubuhnya tak bisa digerakkan, padahal ia kesakitan setengah mati. Organ dalamnya pecah, ia merasakan nyeri terlalu keras di dalam tubuhnya. Oliver pikir ia akan mati karena kekurangan darah, ternyata ia akan mati karena diserang darahnya sendiri.
Ia ingin melawan sihir Genoveya dengan kekuatannya, tetapi pergerakannya selalu dihentikan dengan rasa sakit yang terus menghujani dirinya.
Oliver tak bisa berkutik selain menerima takdirnya yang akan segera binasa.
Genoveya tersenyum lebar, matanya yang menggelap melebar memperlihatkan bahwa dirinya sangat menikmati pertunjukan mengerikan itu. "Siapapun tak ada yang bisa menghentikan blood prison milikku. Kau takkan bisa bergerak karena kau terpenjara oleh hujan darah itu. Hanya Gavrill yang bisa menghentikan diriku."
"Gavrill?" gumam Kartel bingung. Ia langsung menoleh pada teman-temannya mencari tahu.
"Siapa Gavrill? Tadi teman gadis itu juga menyebut nama Gavrill." Ia pun tanpa sungkan bertanya kepada orang-orang di sekitarnya, tetapi ia hanya mendapatkan balasan palingan wajah dari mereka serta gelengan dari Qenan.
Carl yang serba tahu memilih bungkam, lebih menunjukkan rasa cemas kepada Oliver.
"Sialan!!" umpat Viktor sambil menatap wasit penuh emosi, jika begini terus, Oliver bisa mati.
Krak!
Tiba-tiba Fried berdiri di atas dinding arena, kedua tangannya terangkat menuju mulutnya, kemudian dia berteriak keras berharap Oliver mendengar, "Oliver, kau berjanji memenangkan turnamen ini, 'kan?!"
Di sisi lain ada Jay yang tersenyum merendahkan. "Sia-sia."
"Apa dia bisa lepas dari sihir mengerikan itu?"
"Mustahil untuk keluar dari sihir itu,"
Bahkan penonton memberi penilaian terhadap jalannya pertandingan.
Genoveya mendongak menatap Fried, ia sadar akan kepanikan pemuda itu, sungguh pemuda polos yang baik hati. Menyeringai tipis. "Sayang sekali, takdirnya akan berakhir di sini." Kemudian mengalihkan pandangannya ke depan, menatap tubuh itu mulai terkulai di atas lantai dengan berbaur bersama genangan darah.
Tergeletak tak berdaya di atas lantai. Rasa sakit di tubuhnya mulai tidak terasa. Pandangannya juga sudah mengabur. Suara Fried berhasil ia dengar, tetapi tidak berhasil membuatnya untuk bangkit. Bagaimanapun kondisinya telah parah!
Dengan pandangan yang memburam, ia menatap jauh ke tempat di mana timnya berada. Tersenyum tipis, berkat mereka ia bisa bebas dari kerangkeng emas. Berkat mereka ia mengerti artinya kebebasan. Mata Oliver melebar ketika melihat Jeri---meski agak buram---yang memberinya simbol untuk bangun dengan menggunakan tangan kanan, dia melambai dari bawah ke atas.
Apa ia masih bisa bangun?
Bahkan tubuhnya sudah mulai keram, tapi ia harus mencoba. Ya, Jeri sudah mengatakan itu, mungkin dia telah menyadari bahwa kemampuannya tidak hanya sebatas ini. Pelan-pelan dalam baringnya, ia menggerakkan kedua tangannya untuk saling berjabat di depan dadanya, jika ini gagal maka habis riwayatnya.
Langit menjadi gelap. Awan berkumpul pada satu titik. Seluruh orang menatap ke atas, memperhatikan awan yang terus membentuk pusaran.
Genoveya melangkah mundur karena tergesek angin yang begitu panas dan dingin. "Dia masih bisa menggunakan sihir?" Menatap Oliver yang masih terkapar.
Oliver membuka mulut, kemudian mengeluarkan udara dari dalam mulutnya. Sepersekian detik, udara yang ia keluarkan membentuk lingkaran angin yang begitu kencang, mengarah ke atas, memecah darah yang menghujaninya, membuat sihir Genoveya hancur. Darahnya kembali ke tubuhnya melalui lubang awal saat darah itu keluar, meski ia tak merasa kekurangan darah lagi, tetapi rasa sakit yang ia rasakan masih ada.
Lingkaran angin itu bergerak terus ke atas, membuat gumpalan awan menjadi berantakan, sebuah badai tiba-tiba meluncur ke permukaan arena. Genoveya melangkah mundur, udaranya terasa panas tapi juga dingin. Sihir macam apa yang dimiliki Oliver?
Oliver berdiri pelan-pelan, membuat teman-temannya di tribun berteriak memberi semangat, ia tersenyum tipis menutupi rasa pusing yang ia derita.
"Kau membuat teman-temanku cemas, tahu," kata Oliver dengan suara yang pelan.
Badai berhenti. Dengan energi terakhir yang ia miliki, mungkin ini adalah sihir yang akan ia pakai sebagai jurus terakhir. Tangan kanan Oliver naik ke atas, bulatan angin yang dikira mereka semua hilang ternyata muncul lagi dari langit melingkar pada pergelangan tangan Oliver.
Genoveya menyadari bahwa Oliver tidak main-main dengan sihir terakhir itu. Dengan segera ia menyatukan kedua tangannya, mempertemukan dua telapak tangannya di depan mulut, pelan-pelan di keningnya muncul sebuah tanda hitam.
"Huadian?!" seluruh Tim Black Wolf mengucapkan kata itu serempak, termasuk Jeri yang mengatakannya sambil menatap tajam Genoveya.
"Tim sialan itu! Mereka menyembunyikan sesuatu dari kita, dasar bajingan!" umpat Theo, matanya langsung menatap nyalang kepada Genoveya dan timnya berada.
Carl berdehem, sepertinya Theo lupa kalau tim mereka saat ini juga sedang menyembunyikan Kartel.
"Bedebah-bedebah itu," lirih Daniel, kedua tangannya saling meremas, matanya menatap intens pada Henry yang sedang menyeringai pongah di tempatnya berdiri.
"Aku juga akan serius, Oliver! Keluarkan seluruh sisa energi sihirmu untukku!" Genoveya melentangkan tangan, bibirnya menyeringai lebar. Sepanjang bentangan tangannya muncul kembali sebuah cairan merah, bergejolak di udara, kemudian pelan-pelan membentuk seperti lingkaran kecil. Sihir itu seperti blood prison, hanya saja memakai darah penggunanya sendiri.
"Blood prison unlimited, open!"
Mata Alexa membola. "Dia memakai sihir terlarang!"
Henry melirik gadis di sampingnya. "Biarkan saja, biarkan gadis itu binasa, dan timnya menangis luluh lantak."
Jay bersedekap dada, tubuhnya sedikit membusung ke depan. "Siapapun yang terkena itu takkan bisa menghentikan sihir itu terkecuali penggunanya mati. "
Henry menatap Jay sanksi. "Sebelum Genoveya mati, Oliver sudah mati duluan."
Jay mendecih, orang dengan otak dangkal seperti Henry takkan peduli soal taruhan yang dipasang Genoveya.
William menepuk belakang kepala Henry. "Lihatlah sihir Oliver juga."
Henry melihat ke depan. Menatap benda bulat raksasa. "Bulatan angin?"
William mendecih. Jay memaki dalam hati. Alexa menggelengkan kepala.
"Itu adalah angin yang memiliki kecepatan tinggi, terbentuk seperti bulatan dengan ujung lancip bisa terlihat seperti kumpulan paku, jika sihir itu terlepas apa yang terjadi pada Genoveya?" William menatap Henry yang sudah paham, terlihat dari wajah cemasnya.
"Siapa cepat, dia dapat," lanjut William dingin.
Di tengah-tengah arena ada sihir Oliver yang begitu mendominasi, udara dia seluruh koloseum seolah terhisap ke sihir yang sedang diaktifkan Oliver. Sihir itu terdiri dari bulatan-bulatan angin yang berkumpul menjadi satu hingga menjadi bulatan besar berwarna biru seperti langit.
"Spear wind," gumam Oliver sambil menatap Genoveya marah.
Rafe menatap takjub sihir Oliver.
"Sudah lama tidak melihat spear wind, sepertinya juga Oliver sudah sedikit menyempurnakan sihir andalannya!" Rafe merasa bersemangat ketika sihir yang Oliver punya dikeluarkan, sebab gadis itu sering memakai sihir matanya katanya lebih menghemat energi dibanding sihir angin aspek utamanya.
Aaric menganggukkan kepala mantap, kemudian berkata, "Ukurannya juga lumayan bertambah besar."
"Bisa dikatakan Oliver menang kali ini?" Kartel menoleh ke kanan dan ke kiri, ada yang membalas dengan anggukan, ada yang membalas dengan wajah bodoh; ini sudah pasti Fried dan Viktor, juga ada yang membalas dengan gelengan kepala tidak tahu.
Sihir spear wind dan blood prison unlimited dilepaskan secara bersamaan, membuat dua sihir itu saling bertemu di tengah-tengah arena kemudian memunculkan efek ledakan yang begitu besar hingga koloseum menjadi penuh kabut. Seluruh orang di sana menepis kabut yang menghalangi pandangan, saat pandangan mereka telah pulih, ketika kabut telah hilang---
----Ada hal yang mengejutkan terjadi. Pertemuan antar dua sihir yang menimbulkan ledakan tadi sepertinya mengalami pergolakan hebat yang membuat dua penggunanya masih terkena sihir lawan.
Sihir angin Oliver hancur setengah, yang setengahnya menelan Genoveya ke dalam putaran angin yang penuh dengan siksaan.
Sihir darah milik Genoveya hancur seperempatnya, sisanya menghujani Oliver, membawa gadis itu dalam kebinasaan yang kekal.
Oliver merasakan sakit luar biasa itu lagi yang mengenai seluruh sudut tubuhnya, ia berkubang pada darah miliknya sendiri, tubuhnya seolah seperti ditusuk-tusuk oleh belati. Siksaan kekal yang memilukan.
Sedangkan Genoveya berada di dalam sihir angin Oliver. Tubuhnya terangkat dipangku oleh angin. Angin itu menyiksa tubuhnya sedemikian rupa. Ia seperti kertas yang disobek-sobek. Sihir angin ini memiliki kecepatan sehingga setiap partikel di dalam sihir ini berhasil melukai tubuhnya. Efeknya sama persis seperti blood prison miliknya. Akhirnya ia tahu rasanya disiksa oleh kekuatannya sendiri.
Tim Genoveya melotot horor. Tim Oliver berharap cemas.
Sihir milik Oliver hilang. Tubuh Genoveya jatuh ke atas lantai dengan darah yang ia jadikan kasur. Dia terluka dengan sayatan yang merobek kulit dan dagingnya, sungguh mengerikan.
Sihir darah milik Genoveya mulai melemah. Oliver mendongak menatap Genoveya. Jika gadis pemilik sihir darah memiliki luka sayatan, maka dirinya memiliki luka tusukan yang membuat tubuhnya terasa bolong di sana-sini.
Pakaian Oliver dan Genoveya sama-sama telah penuh dengan sobekan, tidak layak di pakai, seragam yang lusuh tak pantas dilihat.
Alexa melihat itu hingga akhir. Tubuhnya bergetar hebat. Menghilangkan kekacauan dalam dirinya dengan menarik pelan helai rambutnya ke belakang
"Dia kuat," batin Genoveya sambil bergerak untuk bangkit.
"Aku harus menang," gumam Oliver mengikuti pergerakan Genoveya.
Kedua gadis itu berjalan sempoyongan saling berhadapan, tubuh mereka yang sama-sama lemas meski Oliver yang terlihat telah kehilangan seluruh energinya, atau Genoveya yang kehilangan staminanya, mereka berdua tetap ngotot untuk menyelesaikan pertandingan ini hingga wasit mengatakan siapa pemenangnya.
Tiba-tiba Nicolaus dan Choky datang.
Choky mendorong pelan tubuh Oliver ke belakang sehingga tubuh perempuan itu tergoleng kepada gendongan Viktor. Di samping Choky ada Jeri dan Aaric yang berhadapan langsung dengan Jay dan William.
Di samping Viktor ada Kartel yang memakaikan sebuah kain hitam untuk menutup tubuh hampir terbuka milik Oliver.
Nicolaus berhadapan dengan Choky dengan wajah penuh wibawa tanpa ada rasa marah, ia menatap Choky penuh perhatian begitu juga sebaliknya. Mereka berdua tidak ingin kehilangan anak didik masing-masing.
Jay dan William menatap Jeri serta Aaric dengan tatapan bengis. Henry dan Alexa membopong Genoveya yang sudah tak sadarkan diri.
Oliver yang berada di dalam gendongan bridal Viktor pelan-pelan menatap punggung tegap Jeri, tangan kirinya terangkat berusaha meraih punggung itu tetapi tangan Kartel malah memegang tangannya memberi kehangatan.
"Kamu bisa istirahat, Oliver," ucap Viktor tegas dengan wajah yang menunduk menghadap gadis yang sudah tak berdaya dengan penuh luka juga darah.
Kartel yang memegang erat-erat tangan kiri Oliver mengangguk setuju, ia panik setengah mati melihat Oliver akan melawan Genoveya lagi, sehingga ia turun yang ternyata bersamaan dengan teman-temannya.
Tersenyum tipis. "Terimakasih." Ucapan Oliver sangat pelan, dibarengi dengan mata sayu Oliver pelan-pelan menutup.
Sebelum ia benar-benar menutup mata, ia masih memiliki kesempatan untuk menatap punggung Jeri lagi, dengan bangga ia mengistirahatkan diri.
"Jeri, sampai kapan aku menunggu kau membalas cintaku?"
"Oliv, berhentilah."
Jakob ikut turun, dia mendorong wasit yang memberi hormat. menjadi penengah antar dua kubu, ia tampak sedikit kesenggol murkanya. "Pertandingan imbang, persiapkan untuk pertandingan selanjutnya," perintah Jakob dengan mata yang menatap wasit datar.
Wasit mengangguk segera.
Viktor segera membawa Oliver menuju ruang kesehatan yang berada di dalam koloseum diikuti teman-temannya juga pembimbing mereka.
"Wah, gila, mereka memiliki sihir semengerikan itu,"
"Bukan, kah, itu tadi membahayakan nyawa?!!!"
"Gilaaaa!"
"Kak Oliv sungguh tangguh melawan Kak Genoveya, mereka seperti Dewi-Dewi!"
"Wwaaaah!"
"Kak Genoveya juga hebat memiliki sihir mengerikan itu!"
Anggota lain yang menonton itu bersemangat menceritakan perasaan merinding saat mereka menonton pertandingan barusan.
"Hampir saja aku ikut mati," gumam Kaisar sambil menurunkan tangannya. Ia tadi hampir menyuruh penjaganya untuk menghentikan pertandingan, tetapi tidak jadi, ternyata pengurus turnamen lebih cepat dari perkiraannya.
Wajah Kaisar juga terlihat panik setelah menonton adegan pertandingan yang begitu pelik.
11 Juli 2022,
Ersann.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top