24 : Battle Di Koloseum
"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.
Berada di balik juruji besi dengan tubuh yang diberi rantai anti sihir, kedua iblis yang berada di dalam penjara hanya bisa diam sambil memperhatikan lingkungan. Penjara ini berada di bawah tanah, cahaya di dapat dari nyalak api obor, tidak begitu terang seperti di luar sana.
Salah satu iblis membaringkan diri di sudut sel penjara, sedangkan iblis yang lain duduk bersila mendiamkan diri. Keduanya tak ada percakapan yang berarti, pikiran mereka melayang-layang pada benak yang sudah memberat. Suramnya cahaya di bawah tanah, membalutkan udara dingin yang menyerobok kulit, hingga anjing putih di sudut lain sel penjara meringkuk keras demi menghalau udara dingin.
Kallen, seseorang yang telah menganggap dirinya patut dibanggakan karena lahir dengan kekuatan yang mengejutkan, ternyata tidak lebih seperti ulat berlawanan dengan burung ketika keluar dari sangkarnya.
Mengapa jadi seperti ini? Bukankah di tempatnya ketika ia menyebutkan nama sihir miliknya semua langsung takut?
Ia disegani, 'kan?
Lantas mengapa ketika ia sudah keluar dari lingkaran aman menuju dunia luar malah dirinya seperti sedang dipermalukan?
Kekuatan yang ia anggap segalanya, sihir tak terbatas yang begitu besar, malah dengan mudahnya hancur ketika di dunia luar. Ia sudah kalah dua kali, pertama ia kehilangan seluruh timnya, kedua ia dimasukkan ke dalam penjara menyedihkan, sesungguhnya sihir yang ia gunakan berguna atau tidak?
Kallen merasa malu telah bersikap angkuh nan sombong sebelumnya, berbicara besar jika ia bisa menemukan raja iblis sendiri, rasanya ia ingin menggali liang lahat untuk dirinya sendiri setelah tahu ia tidak sekuat perkiraannya.
Mereka hanya terlalu takut dengan sebutan sihirnya, ia hanya bangga dengan sihir dasyat yang ia terima, tetapi kenyataannya sihir ini tidak memenangkan satupun perkelahian.
Menundukkan kepala, meremas kedua tangannya, bibirnya dia gigit dari dalam keras-keras. Rasa kecewa yang hadir di dalam benaknya sungguh luar biasa memberi kesan mematikan pada hati serta jiwanya.
Ia tidak sekuat itu, ia tidak seharusnya sebangga itu, masih banyak yang kuat dan berkuasa di dunia luar. Ia yang sejak lahir berada di ruang lingkup daerah iblis, terkejut dengan dunia luar, jauh dari ekpektasinya.
"Aku harap kau tidak memikirkan kematian teman-temanku," ucap Arden. Dia beranjak dari tempatnya, mulai menggerakkan diri untuk duduk setelah waktunya ia habiskan dengan berbaring. Matanya menelisik pada wajah datar Kallen, sejak tadi ia melihat pemuda itu tidak tenang dalam kesendiriannya.
Kallen melirik kepada Arden, wajah temannya tak bisa ia lihat dengan jelas sebab keterbatasan cahaya, kemudian dia memalingkan wajah menatap jeruji besi. Di penjara bawah tanah ini tak hanya mereka berdua yang mengisi sel kecil, masih banyak sel yang terisi oleh makhluk-makhluk lain dengan kesalahan yang beragam.
Seluruh tahanan berwajah suram, pasti mereka merasa tertekan dengan kehidupan tak normal di bawah tanah, tubuh yang tidak disinari cahaya matahari seolah pelan-pelan menjadi busuk, aroma tak sedap muncul dari piring-piring bekas makanan seolah tahanan menjadi babi yang diternak manusia.
Salah satu obor mati diterpa angin, Kallen mengetahui hal itu, menyebabkan ia semakin ingin melubangi kepalanya sendiri, tak tahan dengan bayangan kesombongan yang ia lakukan di hari-hari kemarin. Ia merasa bersalah tapi juga merasa kecewa.
"Bagaimana mereka sekuat itu?"
Bayangan manusia yang berkelompok saat menyerang dirinya memasuki relung hati, terlebih seseorang dengan mata tajam yang berhasil melumpuhkan sihir airnya, Kallen masih dibuat bergetar melihat kebesaran sihir itu.
Mereka hanya sekedar manusia, tetapi mereka sangat lihai dalam bertarung, kira-kira sudah berapa kemenangan yang mereka raih? Sudah berapa kali mereka menentang iblis?
Melihat Kallen tampak gelisah seperti itu adalah kali pertama bagi Arden, sehingga dia tertegun melihat reaksi Kallen yang menurutnya terlalu berlebihan. Jujur, ucapan Kallen sangat benar. Di awal ia bertemu dengan Kallen, ia sudah merasakan dialah yang terkuat, bisa ia anggap sebagai rival abadi.
Akan tetapi, dua kekalahan yang mereka berdua rasakan seolah-oleh menampar mereka dari mimpi, tidak mungkin seseorang yang kekuatannya hampir setara dengan dewa serta dirinya yang memiliki kekuatan sihir phoenix bisa kalah dua kali secara beruntun.
Namun, kekalahan ini nyata, mereka berdua tak bisa menyangkal bahwa apa yang terjadi di diri mereka hanya fatamorgana, semua ini kenyataan yang begitu menyakitkan.
Arden meremas celana hitamnya, merasa jengkel dengan apa yang terjadi, apa gunanya mereka berlatih hingga sekarang hanya untuk kekalahan? Ular, kelompok venator, mereka jauh melampaui mereka berdua dalam segi sihir dan bertarung, mereka terlatih dibandingkan dirinya dan Kallen.
Sulit bagi Arden menerima, tetapi ketika kenyataan telah menampar, bagian mana yang tak bisa ia terima? Dengan terpaksa ia menerima keputusasaan ini.
"Apa rencanamu selanjutnya, Kallen?" bisik Arden lemah yang hanya disambut dengan lirikan mata.
Lefko yang berbaring melingkar di sudut sel penjara hanya mengamati kekecewaan tuannya.
ρђลи†эяล
Kehadiran Black Wolf di bangku peserta memeriahkan koloseum secara mendadak. Banyak penonton yang bersorak-sorai merasa bahagia dengan hadirnya kelompok yang telah membantu mereka.
Praktik ini selain dihadiri oleh anggota venator, dihadiri juga oleh warga masyarakat dari dekat maupun jauh untuk mendukung pemburu iblis; orang-orang dari jauh biasanya mendukung tim yang pernah menolong mereka. Juga di datangi oleh Kaisar, bangsawan dan beberapa petinggi lain.
Koloseum memiliki tinggi lima puluh lima, panjang dua ratus meter, lebar seratus enam puluh, dan luas seluruh bangunan sekitar tiga hektar.
Di bagian luar, tepat di atas pintu utama masuk koloseum, terdapat patung prajurit yang membawa pedang teracung ke atas. Arenanya sebagian dilapisi lantai berwarna putih dan sebagian yang lain dilapisi dengan pasir. Di bagian sisi timur bangunan ada sebuah menara tinggi membentuk sayap burung merpati, di tengah-tengahnya ada sebuah berlian yang menjadi pendeteksi keberadaan iblis, di tempat itulah pimpinan venator beserta dua petinggi lain berada untuk menonton.
Tidak ada atap, tempat ini diberi atap alami yakni langit yang begitu menawan memancarkan warna biru.
Di setiap sisi gedung berbentuk lingkaran diisi dengan tempat-tempat duduk bagi penonton juga peserta, dibatasi oleh dinding pendek sebagai penghalang antara arena dengan bangku penonton.
Di sisi selatan tim Black Wolf berada, separuh dari mereka berdiri sedang memantau banyaknya manusia di tempat ini. Sisanya duduk menikmati waktu senggang mereka untuk bersiap-siap.
Di menara terdapat tiga orang yang duduk di sebuah kursi mewah, salah satu dari mereka berdiri membuat pakaian putihnya bergerak cepat.
"Timmu sudah datang, Choky."
Choky tersenyum lebar. Black Wolf adalah tim yang ia bimbing.
Pandangan Nicolaus jauh ke sisi lain, ke sisi di mana tim Black Wolf berada, telinganya mendengar jeritan manusia yang mendukung mereka. Tersenyum tipis. Jari-jari yang terbalut sarung tangan memegang besi di depannya.
"Siapa sangka tim brutal seperti mereka mendapatkan dukungan hampir delapan puluh persen penonton," kata Nicolaus.
Jakob serta Choky tertawa renyah, mereka juga tak mengira kalau tim yang dari awal muncul hingga sekarang suka membuat rusuh bisa menjadi pentolan markas. Yang lebih mengejutkannya lagi adalah jiwa saling membantu mereka lebih tinggi, jiwa solidaritas mereka sangat Choky acungi jempol.
"Mereka menggemaskan," ujar Choky.
Netra berwarna cokelat muda yang agak memudar melirik ke belakang, menatap Choky bangga, entah bagaimana temannya itu membimbing tim yang diketuai Jeri sehingga kelompok itu menjadi sangat terkenal. Berbeda dengan kelompok yang ia bimbing, mereka semua tak bisa menjaga nyawa masing-masing.
Nicolaus menyeringai. "Aku harap timku maupun timmu dipertemukan dalam sebuah battle."
Choky tersenyum ringan, tak lama kemudian dia membalas, "Itu sudah pasti. Jangan kecewa dengan perkembangan mereka. Mereka bukan lagi kroco seperti tahun kemarin, apalagi Jeri dan Theo."
Nicolaus tak membalas, ia hanya kembali memperhatikan kelompok Jeri, membiarkan Choky berbangga di belakang punggungnya.
Sedangkan Jakob hanya tersenyum misterius menanggapi percakapan yang baru saja terjadi.
"Akhirnya turnamen praktik para venator dimulai juga, saya akan umumkan para peserta." Seorang pria dewasa dengan pakaian terbuka hanya dengan mengenakan celana panjang, sedangkan atasan hanya terdapat kain putih yang dipelintir-pelintir menuju ke bagian belakang tubuh.
"Aku siap menjadi yang terkuat, cih," Mengangkat tangan sebatas bahu, kedua tangannya saling mengepal, kemudian bergerak cepat untuk bertemu di depan dada. Fried menyeringai lebar.
" ... Dimulai dengan Oliver dari Black Wolf yang akan melawan Genoveya dari Holy Eagle ..."
Oliver terdiam, pelan-pelan dia tersenyum lebar dengan mata yang menatap jauh kepada tim Genoveya berada.
"Semangat, Oliv!" Kartel memberi semangat, sisanya sibuk mencela Oliver yang harus memulai babak awal dengan orang mengerikan.
"Sudah pasti Oliver kalah," sungut Theo yang langsung mendapat balasan berupa tinjuan perut dari Carl.
Oliver mendesis, menatap sinis Theo. "Kita buktikan nanti!"
" ... Kemudian disusul Viktor dari Black Wolf melawan Alexa dari Holy Eagle ..."
Wajah Viktor menjadi pucat pasi, pandangannya mengabur, dia tiba-tiba tidak bersemangat. "Kenapa harus dengan gadis penggoda itu!"
Rafe menepuk bahu Viktor. "Biarkan Aldane yang menyerang," ia berkata dengan senyuman mengejek yang membuat wajah Viktor semakin jelek.
" ... Yang ketiga Qenan dari Black Wolf melawan William dari Holy Eagle ..."
Qenan hanya bungkam, tidak senang tidak juga sedih, sama sekali tak bersemangat seperti biasanya. Teman-temannya juga ribut seperti biasa menyuruh ia menang, tidak boleh kalah seperti turnamen tahun kemarin.
Qenan di balik masker hitamnya tersenyum tipis, merasa lucu dengan ingatannya yang membawanya pada momen di mana tim mereka kalah serempak saat melawan tim lain.
Ah, tidak. Ada Jeri yang imbang melawan Jay, serta Gavrill yang berhasil mengalahkan Genoveya.
Di sisi lain ada William yang langsung mendongakkan kepala, tersenyum licik. "Aku beruntung."
"...Theo dari Black Wolf melawan Henry dari Holy Eagle..."
Wajah berseri-seri Theo sehabis menyemangati Qenan dengan ucapan sinisnya langsung berubah menjadi datar, mata sebiru langitnya menjadi sangat tajam menuju arah depan di mana Henry berada, pelan-pelan tangannya mengepal bersamaan dengan bibirnya yang tertarik secara horizontal. Tanpa ia sadari sihirnya mulai aktif.
"Tenangkan dirimu Theo, kau pasti bisa mengalahkan dia," kata Len sambil menatap percikan sihir berwarna hitam di sekeliling tubuh Theo.
Begitu pula dengan Henry. Pemuda itu merasakan apa yang dirasakan oleh Theo. Sihirnya pun meluap-luap keluar dari dalam tubuhnya siap membantai Theo yang membuatnya ingin mengamuk.
" ... Jeri dari Black Wolf melawan Jay dari Holy Eagle ..."
Jeri hanya diam, tapi tidak dengan rekan-rekannya yang malah bahagia setengah mati melihat ketua mereka akan beraksi. Terlebih Fried, Viktor dan Rafe sampai berjoget-joget di bangku penonton, sungguh kegiatan yang memalukan.
Aaric, Len dan Carl tersenyum bangga. Theo menatap Jeri mantap. Kartel bertepuk tangan dengan wajah yang begitu polos. Sedangkan Oliver segera berdoa demi kemenangan Jeri.
"Jangan buat Jay mendapatkan posisi imbang, Ketua!" pekik bahagia Daniel dengan wajah penuh binar.
Daniel dan Theo segera menepuk bahu Jeri, memberi dukungan secara langsung yang dibalas oleh lirikan mata ketua mereka.
" ... Fried dari Black Wolf melawan Everton dari White Tiger,"
"KENAPA AKU MELAWAN ANAK BARU! GANTIKAN POSISIKU DENGAN QENAN ATAU THEO, KEKUATANKU TIDAK SETARA DENGAN ANA---MMMPPH!"
Theo dan Qenan segera membekap mulut comber Fried, mereka tidak mau manusia yang memiliki emosi paling tumpul ini beraksi. Membuat malu anak-anak tingkatan mereka.
Tak hanya Fried, beberapa dari Tim Jeri melawan anak baru yang masuk di tim White Tiger, tetapi tidak ada yang seheboh Fried saat tahu hal yang menurut Fried memalukan.
"Aku dengar Everton adalah anak baru yang cukup kuat," beritahu Carl yang tidak diindahkan oleh Fried.
"Hey," Kaisar menoleh pada salah satu penjaganya, ketika seseorang di belakangnya merundukkan badan ke depan, ia melanjutkan ucapannya, "Mereka, kan?"
Penjaga itu mengangguk cepat, dan Kaisar menatap Black Wolf disertai senyum lebar yang menawan.
Di sisi lain ada bangsawan yang terlihat serba merah muda, dia berdiam diri sambil terus menikmati bagaimana seseorang berulah di tempat duduk paling depan bersama teman-temannya, kemudian dia terkekeh-kekeh melihat kelakuan setiap anggota Black Wolf.
9 Juli 2022,
Ersann.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top