22 : Keputusan Jakob
"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.
Atap rumah berlubang membentuk bulatan besar. Dinding bangunan yang menjadi tempat berteduh para pemburu iblis bergetar. Bunyi ledakan telah menarik seluruh penghuni menuju titik ledakan.
Aaric berdiri di atas atap, tak gentar juga tak takut tatkala ia berada di ketinggian dua puluh meter. Matanya menatap dua orang di luar bangunan menapak tanah, ia tak menyangka kalau keduanya tiba-tiba bangun secara bersamaan, setelah itu kabur setelah menyadari keberadaannya.
"Iblis sialan!" kutuk Viktor. Pemuda tersebut tersulut emosi, dia melompat naik ke atas atap, berdampingan dengan Aaric. Mata hijau tuanya menyalak menatap dua orang yang mendongak menatap dirinya dan Aaric.
Aaric dan Viktor saling berpandangan dengan dua orang tersebut, seolah mengantarkan pesan untuk berperang sesegera mungkin. Mereka berempat bisa merasakan kekuatan masing-masing, seberapa besar kemampuan sihir, serta seberapa besar tekanan yang berhasil diukur melalui udara di sekitar mereka.
Penglihatan Aaric teralihkan kepada seekor anjing putih yang bergerak mendekat kepada salah satu iblis itu, ia pikir anjing itu hilang setelah tidak terlihat sekian lama. Mengabaikan eksistensi anjing, ia melompat turun, berhadapan langsung dengan dua orang itu.
Begitupula dengan Viktor, dia menapak pada tanah dengan selamat, wajahnya lebih serius dibandingkan dengan biasanya. Mungkin dikarenakan dia merasakan aura tekanan tidak biasa dari dua orang itu, dia merasa waspada, perlu dicurigai bahwa keduanya bisa saja iblis tingkat atas yang mereka cari.
"Apa yang kalian lakukan kepada kami di rumah peyok kalian, manusia!" Nada suaranya begitu menekan, begitu dalam seolah menaruh dendam, wajahnya menunjukkan ketidaksukaan yang begitu besar. Keningnya mengerut, alisnya menukik, matanya menajam sedikit kilatan merah di sana. Seseorang berambut abu-abu pendek itu menggeram tak suka.
Sedangkan seseorang lain tampak menyerupai si rambut abu-abu, tetapi dia terlihat lebih tenang.
"Harusnya kau berterimakasih kepada kami, tanpa kami kalian binasa!"
Seseorang datang dari arah pintu utama rumah, seseorang yang memiliki jiwa emosi yang begitu membara melebihi Viktor. Pemuda yang memiliki tinggi 191 sentimeter, pemilik helai rambut putih susu, juga mata ungu tua, dia Fried yang selalu mendahulukan emosinya dibandingkan akal sehatnya.
Sebelum dua iblis itu mengamuk, Rafe segera bertindak untuk mengikat keduanya dengan sihir yang ia punya. Sebuah kain tipis berwarna putih bersih yang biasa digunakan sebagai perban bergerak cepat dari tangan Rafe yang terbungkus kain putih meraih dua iblis itu dalam lilitan kuat.
Rafe mengacungkan tangan kanan ke depan sejajar dengan hidung, membentuk sebuah kepalan---berusaha mempererat ikatan---dan mata tajamnya menatap dua iblis yang berusaha melepaskan diri, disertai anjing putih yang menggonggong sambil mendekati dirinya berani.
"Apa yang ... akkh!" Kepalanya menunduk kemudian mendongak, tubuhnya ia gerak-gerakkan, ikatan di tubuhnya teralu kencang. Matanya mendelik marah kepada pemilik sihir pengikat. Semakin ia berusaha lepas, semakin kuat ikatan ini mengikat, seolah tubuhnya akan hancur dan tulangnya segera remuk.
Rafe mencoba menekan terus tubuh kedua iblis itu, akan tetapi kekuatan dari salah satu dari mereka berdua berhasil membuat ikatannya terlepas, membuat kain itu mengerut kembali melingkari kedua tangannya.
"Dia memiliki kemampuan anti sihir," gumam Rafe dengan mata membulat, cukup terkejut dengan sihir yang baru saja ia temui.
Pemuda di samping kanan mengeluarkan api, warna yang begitu indah terlihat memukau dengan warna emas bagai perhiasan murni. Api yang berbeda dari jenis sihir api yang Rafe temui.
Fried tersenyum lebar, bagai orang kesetanan dia melangkah maju, tangan kanannya menciptakan sebuah sihir yang menyerupai api namun berada di sebuah alat seperti obor, lebih tepatnya yang ia ciptakan adalah kapak api.
"Biar aku yang melawan dia," seru Fried, dia segera berlari mengarah pada pemilik sihir api.
Aaric tidak tinggal diam, dia mengikuti Fried untuk melawan iblis itu, tujuannya untuk diserahkan kepada Jakob bukan membunuh mereka. Mengeluarkan kekuatan api merah miliknya, dia melawan iblis itu seolah sedang menari dengan api.
Gerakan yang lincah dan terlatih, tidak terlalu boros dan begitu fokus, Aaric menggunakan kedua tangannya yang terkepal sebagai sarang api merahnya. Dia meninju setiap sudut efektif musuhnya, ada yang berhasil dihindari, ada yang berhasil terkena.
Fried menggunakan kekuatannya sebagai pendamping Aaric, ia berambisi untuk menangkap iblis sihir api ini. Meringis sakit ketika api musuhnya mengenai tangannya, cukup panas, lebih panas dari api yang Aaric keluarkan.
Rafe mengeluarkan sihirnya lagi, energi yang dia punyai belum terkuras, sebelum teman-temannya datang lebih baik ia segera menghentikan iblis yang satunya. Selagi Aaric dan Fried melawan iblis api.
Viktor berjalan mendekati Rafe. "Meskipun aku pemakai sihir api juga, tapi sepertinya aku lebih tertarik untuk membantumu, kau beruntung kali ini."
Rafe melirik Viktor, mengangguk sekilas, kemudian kedua tangannya terjulur ke depan. Kain putih tipis berterbangan menutup pandangan iblis itu, memberikan Viktor jalan sebagai serangan dadakan.
Iblis itu tak menghindar ketika beberapa kain tipis itu melawannya, selalu ia tepis dengan tangan kosong, ia bisa meniadakan sihir di sekitarnya jadi hal di depannya hanyalah kain biasa tanpa ada hal yang spesial.
"Percuma kalian melawan kami, kalian hanya----aarkkk!!"
"Hanya manusia bukan?"
Bukan Viktor yang datang, melainkan Len. Dia melompat sebelum Viktor, mendarat di pundak iblis itu hingga terjatuh kemudian ia jadikan alas kaki, Len dengan seringai di wajahnya mengikat iblis di bawahnya dengan sihir tali petir.
"Berhati-hatilah, dia bisa meniadakan sihir!" beritahu Rafe yang membuat Len berkedip terkejut.
Iblis yang terkapar di atas tanah menyeringai, dengan hitungan detik sihir petir yang mengikatnya hilang.
Len terkekeh pelan. "Ah, aku ceroboh!" Melompat ke atas, membiarkan iblis itu bangkit dengan menatapnya sinis. "Berarti lawanmu bukan aku." Kemudian ia mendarat di tanah, segera berlari menuju Aaric dan Fried, ia akan membantu mereka untuk mengikat iblis yang menggunakan api emas.
Viktor melongo, menatap punggung Len dengan sebal. "Dasar manusia kaparat! Beraninya mendahuluiku, tidak sopan!"
Len hanya membalas dengan lambaian tangan tidak peduli.
Kallen---iblis yang menggunakan anti sihir---menatap Viktor jenuh, mau sampai kapan manusia-manusia ini penuh dengan omong kosong tak masuk akal? Mereka pikir dengan kemampuan seperti itu bisa mengalahkannya?
Menghindari api berwarna jingga yang hampir menyerupai warna api milik Arden, Kallen memberi serangan berupa gundukan tanah hanya dengan mengangkat jari telunjuknya ke atas, seketika itu juga bumi seolah dilanda gempa yang membuat siapapun kehilangan pijakan.
Viktor terlempar ke angkasa sebab pijakannya memunculkan tanah, sehingga ia tanpa sadar melompat tinggi.
Rafe mengacungkan tangan ke atas, meraih Viktor dengan cepat menggunakan perban kain sihirnya. "Dia menggunakan elemen tanah juga?"
Kallen menyeringai sombong. Tangan kanannya terjulur ke depan, jari-jari miliknya berputar, tiba-tiba air yang entah datang dari mana keluar dari telapak tangannya menuju dua orang yang bingung mencari pijakan setelah efek guncangan tanah tadi.
Kallen melangkah mundur dengan wajah terperanggah, ada hal mustahil yang membuatnya tercengang bukan main. Air yang begitu dahsyat sebagai sihirnya tiba-tiba dilahap oleh sihir api, airnya terkuras---tidak, lebih tepatnya seperti dimakan oleh api hitam milik seseorang.
Sihir air bertemu sihir api hitam, membuat air itu binasa. Kallen masih tidak percaya. Sihir air Kallen memudar, digantikan dengan timbulnya bayangan seseorang yang berjalan membelah sihir. Kallen bisa merasakan tekanan kekuatan yang luar biasa, apa ada manusia sekuat ini?
Seseorang yang berhasil menghentikan sihir air itu adalah Jeri, ketua dari kelompok pemburu iblis yang Kallen lawan. Dia telah berhenti melangkah, sorot matanya dingin tak tersentuh, wajahnya sedatar dinding rumah. Jeri mengamati Kallen dalam diam.
Di belakang Jeri ada Kartel yang mengamati kerusakan di sekeliling rumah.
"Jeri, kenapa kau di sini?!" protes Viktor sebal. Dia tidak terima ketuanya yang sedang sakit malah harus menuntaskan permasalahan mereka.
Jeri tidak menggubris. Matanya menatap Arden---iblis yang dilawan Aaric---dia sudah diikat oleh Len. Kembali menatap Kallen, ia bisa merasakan kekuatan misterius dari iblis itu, kekuatan ini rasanya seperti sama dengan sisa-sisa sihir yang ia temukan di hutan Rodoox.
Kallen berdecak pelan, segera ia berlari mendekati Jeri, berencana akan menumbangkan pemuda itu segera, akan tetapi ketika jarak diantara mereka begitu dekat. Entah apa yang terjadi seketika jantungnya terasa sakit, aliran darahnya seolah berhenti, dan sihirnya tak berguna. Konsentrasi Kallen berhenti, sebelum ia tumbang, hal terakhir yang ia lihat adalah wajah Jeri yang menunduk mengikuti dirinya yang jatuh terkulai ke atas tanah.
Apa yang terjadi hingga ia selemah ini berhadapan dengan Jeri?
Aaric segera mendekati Jeri, menatap khawatir kepada pimpinannya, tetapi setelah dilihat lebih detail ternyata hanya dirinya yang terlalu berlebihan.
"Lebih baik kita bawa mereka ke Tuan Jakob," ucap Aaric tegas yang diangguki kawan-kawannya.
Arden yang dibawa Len menatap sinis kepada Jeri, bertanya dalam hati sebenarnya kemampuan Jeri seperti apa?
"Kita bawa seragam sekalian," suara Rafe membuat mereka ingat bahwa hari ini mereka harus ke markas, tentu saja harus memakai seragam, bukan baju rumah.
"Oliver di mana?" tanya Kartel, dia baru datang bersama Jeri, dia tidak melihat kehadiran gadis itu dalam perkelahian ini.
"Dia ke markas," jawab Len.
ρђลи†эяล
Jakob tersenyum lebar setelah mendengar penjelasan Fried mengenai dua iblis yang telah mereka bawa kepadanya. Berkat kemampuan sihir Jakob, iblis yang tak sadarkan diri segera bangun. Sihir penyembuhan milik Jakob memang yang terbaik.
"Apa yang kalian inginkan dari kami, manusia!" Arden mendesis sinis, hatinya bergemuruh marah, ia tak bisa kabur karena sudah terikat di atas kursi dengan besi anti sihir.
Begitu pula Kallen yang terikat, dia terdiam, matanya hanya menumpu pada binatang peliharaannya yang duduk melas di samping kakinya.
Didalamnya ruangan ini hanya terdapat Jakob, Arden, Kallen, Aaric dan Jeri. Yang lain berada di luar ruangan.
"Kau tampaknya membenci manusia," kata Jakob kalem, yang dibalas tatapan sinis Arden.
Duduk di bangku pribadinya, Jakob menyilangkan kaki. "Apa kalian punya tujuan?"
Tidak ada jawaban. Jakob menghela napas.
Kallen melirik ke Jakob. "Manusia seperti kalian memangnya punya tujuan?"
"Kami punya, pasti iblis sudah tahu, dan salah satu yang penting adalah menemukan raja kalian." Mata seperti elang milik Jakob menyipit, seolah menunggu sesuatu, atau sedang memastikan sesuatu terhadap dua iblis di depannya.
Arden dan Kallen diam, lagi-lagi hal yang tak disukai Jakob terulang di waktu yang begitu berdekatan.
"Karena kalian iblis, kami tidak akan bisa melepas kalian dengan bebas."
Keputusan Jakob telah bulat untuk membawanya menuju penjara bawah tanah. Kemarin-kemarin penjara sedang direnovasi, sehingga ia meminta tim Jeri untuk membawa ke rumah mereka.
Jeri dan Kallen saling berpandangan sekilas, sebelum kedua iblis itu dibawa oleh petugas yang diperintahkan oleh Jakob.
"Siapa dia sebenarnya?" Gumam Kallen setelah meninggalkan netranya dari arah Jeri. Ia merasa familiar dengan pemuda itu, tetapi juga merasa memiliki saingan, alhasil ia menjadi ingin tahu siapa pemuda yang membuat ia tidak berkutik tadi.
04 Juli 2022,
Ersann.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top