19 : Luka Jeri

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.

Dengan mempertaruhkan sakit yang menjalar pada seluruh permukaan tubuhnya, pemuda berambut hitam panjang itu berusaha menahan laju potongan es besar yang telah menusuk perutnya. Bagian bawah dadanya terasa terus dikoyak dengan berlangsungnya proses bongkahan es itu mencari jalan untuk keluar.

Tangannya meraba, jemarinya merasakan tekstur, ini lebih dari kata sihir es. Sesuatu yang lebih jauh dari es, seperti kristal, jelas saja lebih padat.

Wajah Jeri memerah, buliran keringat menjatuhi permukaan kulitnya, sedangkan kedua tangannya gemetaran memegang kedua sisi potongan kristal itu. Mata tajamnya menatap datar pemuda yang telah dikuasai monster. Jika terus-menerus ia diginikan, terus perutnya digerus, tubuhnya akan terbelah beserta berakhir juga impiannya.

Telapak tangannya langsung mengeluarkan warna hitam dan ungu kemudian muncul sihir api, sehingga es itu mencair dalam sekejap mata. Perut Jeri yang terkoyak menjadi berlubang, dialiri darah yang mau entah sampai kapan akan terus banjir dengan cairan kental merah itu. Dipegangnya perut dengan satu tangan, harapnya ia bisa menyumpal lubang di perutnya dengan tangan supaya ia tidak kehilangan banyak darah.

Angin di pinggir sungai semakin mengacau efek dari kekuatan iblis pada tubuh Kartel yang lepas kendali. Pemuda berambut pirang yang telah berganti wujud menjadi sosok visual manusia rubah itu menyerang apapun di sekitarnya, dari pohon sampai batu-batu besar di sungai dia jadikan musuh.

Meringis pelan. Salahnya adalah ia tidak tahu menahu sebagaimana kekuatan monster tersebut. Tugas sebagai ketua tim tak bisa ia abaikan begitu saja, ia tidak mungkin menjadikan rekan-rekannya ikut membantu dalam penjinakan Kartel. Tidak, bukan, itu bukan maksudnya! Banyak alasan yang ia perbuat supaya mereka tak ikut campur, akan tetapi tak ada yang bisa ia katakan pada siapapun apa alasannya.

Tim Black Wolf yang berlindung di pintu dimensi milik Theo seketika merinding, sebagian dari mereka bergetar hebat, kekuatan Kartel cukup menakutkan. Tekanan sihir yang Kartel miliki seolah menyuruh siapapun tunduk.

Aaric mengepalkan tangan, ia tahu kemampuan ketua tim yang bisa diandalkan, tetapi ia ingin membantu. Di sisi lain dia takut dengan sihir Kartel.

Berjalan tertatih menuju Kartel yang juga melangkah padanya. Kali ini saja akan ia gunakan kekuatan matanya, bukan untuk membunuh tetapi untuk menghentikan, walau harus bisa kontrol diri. Melompat terbang ke udara, matanya langsung menerobos masuk menyapa warna emas pada bola mata Kartel, saat ia turun dipikirnya monster itu sudah ambruk tetapi malah semakin mengamuk. Dia tak bisa dikendalikan dengan sihir mata pelemahnya.

Kartel yang telah dikendalikan oleh monster di dalam tubuhnya hanya bisa pasrah ketika tubuhnya tidak terkendali. Ia bahkan masih ingat di mana ia menyerang Jeri dengan bongkahan es, ia tidak ingin melukai ketua tim, tetapi sosok lain yang singgah di tubuhnya tidak bisa ia tenangkan dengan mudah.

Kartel pikir setelah Jeri menatapnya ia akan mati, tetapi malah membuat tubuhnya tak terkendali. Menjadi monster, sesuatu yang tidak dapat ia mengerti, apakah ia memang sejak dulu tercipta seperti ini atau malah ada hal lain yang tidak ia ketahui. Jujur saja, ia dengan informasi tentang dirinya sendiri saja tidak tahu, ia hanya diberitahu oleh orang yang mengaku sebagai ayahnya.

Apakah ia sama sekali tak mengenali dirinya sendiri?

Lantas, ia ini siapa?

Dalam hati ia menjerit tidak suka tatkala Jeri terus berusaha melawannya dengan kekuatan mata itu atau dengan api hitam, karena tubuhnya yang sekarang malah terus meluncurkan kekuatan yang didapatkan dari unsur alam. Mulutnya bergerak, giginya bergemelutuk, ia ingin berteriak memeringatkan Jeri untuk menjauh darinya tapi kuasanya tak sampai.

Menjerit dalam hati, ia benci ketika melihat orang yang peduli dengannya harus ia lukai sendiri.

Matanya melebar ketika Jeri mendapat serangan dari tangannya, pemuda berambut hitam itu jatuh terduduk dengan memuntahkan darah. Mata Kartel menutup pelan, ia tak bisa lagi untuk terus berada di sini. Ia sekuat tenaga juga berusaha untuk menghentikan kekuatan asing pada tubuhnya, tetapi tidak ada kemajuan sama sekali.

"Jeri!" Lagi-lagi ia hanya bisa berteriak di dalam hati, kali ini lebih miris dari yang tadi. Matanya menatap nanar pada tubuh yang telah tertimpa gumpalan tanah yang mirip batu, ukuran gumpalan itu melebihi tubuh manusia, terlebih saat benda itu jatuh kondisi Jeri dalam keadaan duduk terbatuk darah.

Emosinya meninggi. Jika terus menerus ia brutal seperti ini, ia takkan bisa melindungi timnya, apalagi melindungi Oliver. Di saat ia akan menyerang Jeri lagi, tubuhnya berhasil dihentikan oleh dua pengikat yang berbeda. Saat ia menoleh dan melihat, betapa bahagianya ia ketika Rafe dan Len berusaha keras mengikat tubuhnya dengan kekuatan mereka.

Rafe melilitkan sihirnya ke kedua kaki Kartel. "Kami tak bisa tinggal diam!" Giginya menggertak, mata kelamnya menatap sinis pada pemuda yang diselimuti aura iblis di depannya. Meski tubuhnya bergetar ketakutan, Rafe berusaha untuk menghentikan Kartel.

Len menggigit bibir bawahnya, aura iblis yang dimiliki Kartel sangat mengerikan, kakinya hampir tak bisa dibuat berdiri tegak ketika ia memilih berdiri menahan Kartel.

Terus berusaha mengikat kedua tangan Kartel dengan tali petirnya, Len meringis karena kekuatan pemuda pirang itu melebihi batas perkiraannya.

Mata Jeri menatap datar pada Carl dan Aaric yang berhasil tepat waktu menyelamatkan dirinya dari tumbukan batu bulat dari tanah itu. Carl dengan sekali tendang berhasil membelokkan sedikit jatuhnya batu, sedangkan Aaric dengan cepat menggendong Jeri dalam sekali hentak.

"Kal---"

"Kita tidak akan takut lagi!" Carl mengangkat batu itu dengan sekuat tenaga, ia berbicara juga sampai otot wajahnya terlihat, setelah itu batu ia lempar.

Padahal, Carl juga tengah menahan takut.

Jeri terdiam. Membiarkan Qenan dan Oliver menjaga dirinya. Kepalanya berada di pangkuan Oliver, sedangkan perutnya sedang diobati oleh Qenan dan gadis berambut putih. Ah, ia merasa jabatan ketua tak seharusnya ia sandang, melindungi mereka saja ia tak becus.

Oliver menaruh tangannya di perut Jeri yang berlubang dan mengeluarkan sihir penyembuhan. Rembesan darah pada perut Jeri membuat ia menggigit bibirnya sendiri, merasa cemas dan takut secara bersamaan. Ia tidak bisa melihat seseorang yang ia cintai terluka seperti ini, seolah hatinya ikut terbelah, pelan namun pasti ia menangis.

Qenan yang menjadikan pahanya sebagai bantal kepala Jeri hanya bisa melihat wajah Jeri yang selalu menunjukkan ringisan sakit, ketika air mata Oliver turun saat itu juga ia langsung mengusap pipi itu, kemudian dia menghibur perempuan cantik itu, "Jangan menangis, Jeri pasti baik-baik saja."

Qenan tersenyum lebar, tetapi Oliver masih terus menangis, membuat ia bingung harus menghibur dengan cara apa.

Jeri pasrah ketika dadanya penuh dengan tetesan air mata Oliver, ia pun menatap gadis yang sedang menyembuhkan dirinya dengan tatapan datar, menatap gadis itu menangis sedikit membuatnya tidak terima karena tidak seharusnya dia menangis hanya karena dirinya.

Aaric menoleh menatap Jeri. "Maaf, kami masih sering membebanimu," kata Aaric tegas kemudian ia mengeluarkan seluruh belahan dirinya. Pemuda tampan itu kini menjadi tiga manusia. Yang berambut putih adalah Aaric yang memiliki kekuatan es, lalu yang berambut cokelat yang membawa gada adalah Aaric si kekuatan tanah, lalu sosok di sisi lain yang berbuat merah mencolok adalah Aaric si api.

Si es dan tanah langsung membuat perlindungan demi menjaga keamanan Jeri yang sedang diobati, keduanya bekerjasama untuk tak membiarkan serangan amukan Kartel mengenai Jeri maupun dua orang yang menangani ketua. Sedangkan si api bergabung dengan Carl untuk menyerang Kartel. Dengan memecah diri menjadi tiga pasti energi sihir Aaric akan segera habis, karena alasan pemuda itu tidak pernah memakai sihir pemecah diri karena kekuatan pemecah diri banyak memakai energi dalam tubuh.

"Maaf, aku sempat ketakutan!" teriak Carl sambil menendang tubuh Kartel, tetapi malah dirinya yang terlempar jauh setelah mendapatkan serangan balik.

Pertikaian sengit antara manusia dan monster terjadi begitu saja. Niat untuk menjinakkan menjadi dibumbui dengan adanya emosi pada tim Jeri yang tidak suka melihat ketua mereka terluka.

"Kartel sialan!" Bagai iblis, kepala Fried muncul tanduk berwarna merah secara imajinatif. Ia adalah orang pertama yang melakukan berontak di dimensi lain setelah melihat Jeri tertusuk.

Fried seolah tak memiliki rasa takut, bahkan ketika dia berani keluar dari pintu dimensi, dia tak merasa bahwa Kartel itu menakutkan.

Fried adalah pemuda dengan emosi meledak-ledak, meskipun begitu dialah manusia pertama yang begitu loyal pada Jeri. Dia yang paling tidak suka ketika ketuanya diberi keburukan, serta dia yang akan langsung maju ketika Jeri dianggap remeh orang lain. Fried, dia adalah seseorang yang begitu menghargai, menghormati dan menyayangi Jeri dengan caranya yang nyentrik.

Setelah memastikan Fried melemparkan sihir peledaknya, Viktor langsung mengarahkan Aldane ke depan. Dirubahnya bentuk Aldane menjadi semacam tongkat berlubang, kemudian sihir Fried masuk melalui lubang tersebut, supaya sihir Fried semakin kuat. Untuk pertama kalinya Viktor tidak menunjukkan rasa penuh gila hormatnya apalagi kesombongan tingkat tingginya, wajah Viktor terlihat sangat serius.

"Kart! Jika kau mendengarkan aku, tolong jangan terlalu terbawa emosi. Netralkan pikiranmu serta tenangkan hatimu!" Daniel ikut mengikat tubuh Kartel menggunakan pengikat cahaya.

"CIH! DIA TAKKAN MENDENGARKANMU, SIALAN!" teriak Theo sambil menyerang Kartel menggunakan trisula saktinya.

"Kit---"

Sebelum Fried meluapkan emosinya menggunakan kata-kata, mereka yang menyerang Kartel langsung berhamburan terlempar karena kekuatan angin yang dikeluarkan Kartel terlalu kencang. Mereka berputar sekilas di putaran angin sebelum jatuh ke tanah.

Kondisi yang sedikit mengenaskan adalah Daniel, dia terlempar jauh sampai tubuhnya menubruki beberapa pohon dan kini dia antara sadar dan tidak sadar. Lalu ada Aaric yang sudah tidak memecah diri, dia terbaring di depan Qenan dengan napas ngos-ngosan, dia kehilangan banyak energi.

Melihat teman-temannya kewalahan dengan Kartel, Jeri tak bisa berdiam diri. Dengan pelan ia memegang tangan Oliver lembut dan menepisnya pelan, sambil bangkit dari pangkuan Qenan ia berbicara dengan lembut pada gadis itu, "Sembuhkan yang lain, aku baik-baik saja."

Jeri berhasil berdiri tegap, berdiri menghadap Kartel dengan gagah, meski rasa sakit di perutnya terasa ngilu sampai ubun-ubun. Namun, ia tak butuh diobati, karena rasa sakit di perutnya sama sekali tidak terasa dibandingkan dengan rasa saki melihat rekan-rekanmu hampir mati demi melindungi satu orang.

Melirik ke Qenan yang berada di belakangnya, ia memberi perintah, "Jaga Oliver!"

Qenan mengangguk dan segera mendampingi Oliver untuk menolong teman-teman yang lain, menyembuhkan mereka, tentu saja sesuai perintah Jeri.

Mungkin mulai dari sini akan Jeri pertaruhkan seluruh kemampuannya untuk menghentikan Kartel. Entah berhenti karena dia mati, atau karena memang efek samping dari matanya.

Anak-anak yang lain bergerak untuk membantu Jeri, tetapi tubuh mereka seolah lumpuh, sehingga mereka hanya bisa berharap ketua mereka berhasil untuk upaya ini.

Melompat tinggi, dikalungkannya tangannya ke leher Kartel, kemudian di dekatkan keningnya dengan kening pemuda itu. Ketika tubuhnya ditarik oleh tangan Kartel, Jeri tetap kekeuh untuk terus berada di posisi saat ini. Matanya menajam, cairan kental merah keluar dari sela-sela matanya, kemudian sinar merah keluar dari netranya. Walaupun sihir mata sangat kuat, tetapi ketika Jeri melampaui batasannya maka ia akan kehilangan kendali juga dalam menggunakan jurus itu.

Tubuh Jeri terjatuh ke tanah, matanya terasa sakit, tetapi ia sadar bahwa kemampuan matanya tadi berhasil membuat Kartel berhenti mengamuk, ia merasa senang. 

Kartel dan Jeri tumbang bersamaan.

Hal terakhir yang Jeri ingat sebelum seluruh pandangannya menghilang adalah wajah khawatir Oliver serta suara panggilan mereka menyebut namanya.

Daniel yang tidak sengaja mengintip mata Jeri langsung tertegun, dia tidak terkena efek dari sihir mata Jeri, tetapi dia terhipnotis dengan mata milik pemuda tersebut.

"Matanya indah," bergumam pelan, Daniel sangat kagum dengan bentuk mata itu, berwarna merah dengan hiasan warna emas yang membentuk lingkaran dan salib; jika ia tidak salah lihat maka begitulah seharusnya wujud asli mata Jeri tadi.

"Jeri!"


29 Juni 2022,

Ersann.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top