18 : Hilang Kendali

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"

.
.
.

Makanan telah berhasil diludeskan dua manusia berbeda warna rambut. Kartel dan Jeri tanpa sadar selama menghabiskan makanan seperti sedang balapan, hanya saja bedanya cara mereka makan; dari si pirang yang terlihat rakus, sampai si rambut hitam yang makan secara santai tapi teratur.

Piring-piring diringkasi Oliver. Sesekali pemuda yang gemar membaca buku melirik kepada Oliver, memperhatikan gadis itu secara rahasia dari balik buku. Wajahnya yang datar tampak biasa saja sama seperti biasanya, akan tetapi sorot matanya yang begitu teliti menatap pergerakan dia, terlihat jelas bahwa dia memikirkan sesuatu.

Kebetulan sekali Qenan tidak memakai masker andalannya saat ini, sehingga mimik wajahnya bisa dibaca dengan mudah, bahkan Kartel sering curi-curi pandang kepada dia. Karena Kartel baru pertama kali ini melihat Qenan tidak memakai masker, mungkin ia sedikit terpana oleh wajah tampan pemuda itu yang agak lain dari manusia lain?

Gadis berambut putih bersih itu berdiri dengan membawa setumpuk piring. "Aku kembali dulu. Jeri, jangan melatih Kartel sampai malam." Beritahunya yang hanya ditatap datar oleh Jeri sedangkan pemuda pirang menganggukkan kepala penuh semangat dengan mata yang penuh dengan rasa cinta.

"Qenan, ayo pulang. Bawa matrasnya juga." Setelah mengajak Qenan, Oliver berlalu pergi begitu saja dengan senyum yang menyertai langkahnya.

Tanpa banyak bicara, Qenan langsung menyuruh dua temannya untuk beranjak dari atas matras, setelah itu baru ia membawa pergi matras hitam ke rumah. Ia melirik Jeri sekilas sebelum pergi, harapnya ketua tim tidak terlalu kasar dalam melatih Kartel.

Setelah kepergian dua temannya, Jeri juga segera pergi ke pinggir sungai dengan energi sihir yang mulai menyelebungi tubuhnya. Lagi pula ini sudah petang, sebentar lagi malam, masih belum puas ia mengajar Kartel.

Tepat ketika tubuh Jeri mengeluarkan cahaya hitam keunguan, sebuah busur panah juga muncul berkat aliran sihir yang ia gunakan, setelah itu ia tanpa memberi tahu Kartel terlebih dahulu langsung melesatkan anak panah ke Kartel.

Mata biru itu membeliak. Kartel baru saja merasakan kematian sedang menemuinya. Tanpa kata, tanpa izin, tanpa pemberitahuan, sebuah anak panah mengarah padanya. Untung gerak refleksnya bagus, jika saja tadi ia tidak menghindar dengan cepat, mungkin lehernya tertancap anak panah yang bersumber dari sihir Jeri.

Bunyi ledakan terdengar nyaring bersamaan dengan panah itu yang menabrak batu di belakang tubuh Kartel. Area yang menjadi tempat berhentinya panah terbakar dengan api hitam yang menyalak-nyalak.

"Ketua!" pekiknya jengkel. Kartel tidak menyukai cara ketua timnya jika melatihnya seperti ini.

Jeri menunjukkan seringai tipis, kemudian kembali menghujani anak baru itu dengan panah kekuatannya, dan dia berhasil menghindar serta menangkis panahnya menggunakan kayu.

"Gunakan sihirmu sebagai senjata!" perintah Jeri. Energi sihir bisa dibentuk segala macam, sebagai sumber kekuatan atau malah sebagai senjata.

Karena Kartel tidak membawa senjata, maka pilihan terakhir yang harus ia berikan adalah memaksa Kartel untuk membuat senjata menggunakan sihirnya. Kalau dia membawa senjata, sihir bisa disalurkan ke dalam senjata. Hanya saja dalam penggunaannya, lebih menguntungkan senjata karena tidak terlalu banyak menggunakan energi, sedangkan senjata yang terbuat dari energi sihir sangat menguras banyak tenaga dan stamina.

Kartel terus menghindari serangan beruntun Jeri. Ia ingin memaki ketuanya tetapi ia tahan. Ia masih pemula, bahkan belum diberitahu caranya menggunakan senjata dari energi sihir. Ini adalah hal gila yang ia lakukan sebab menyetorkan nyawa demi hal bodoh seperti ini.

"Hentikan ini! Aku belum belajar! Apa caranya sama dengan pengendalian air?" Berlari ke kanan, melompat tinggi kemudian menangkis anak panah dengan tongkat kayu.

Ia tak boleh terkena anak panah walau hanya sedikit, ia bisa terbakar sampai mati. Kesadarannya akan kekuatan Jeri baru saja Kartel lihat melalui batu yang masih terbakar api hitam milik ketuanya. Itu bukan api biasa. Terkena sekali takkan bisa dipadamkan walau dengan air.

Mata Jeri menyipit tajam. "Ya, sama!" teriak lantang Jeri sambil membentuk anak panah yang lebih besar dengan api yang begitu indah kobarannya.

Mata Kartel semakin membola. "Akkkh! Hentikan itu!" Ia mana siap dan sanggup menahan dan menghindari panah besar yang hampir seukuran manusia itu

Tersenyum tipis kemudian menyeringai. "Jika kau tak bisa menjadi kuat, berhenti untuk mencintai Oliver!" Di akhir kalimatnya wajah Kartel berubah menjadi sangat tertohok, seolah sedang dijatuhkan mentalnya oleh Jeri.

"Aku akan serius!" Demi cintanya diterima Oliver ia akan mengasah segala kemampuannya yang merasuki dirinya. Ia mengalirkan kekuatannya pada seluruh tubuhnya sehingga cahaya oren keluar dari dalam dirinya, ia melakukan itu sesuai dengan firasatnya.

"Ayo, Jeri, buat aku semakin kuat!" Kemudian mata biru Kartel berubah menjadi kuning keemasan, tato rubah muncul di pelipisnya, hal itu membuat Jeri kaget walau sekilas sebelum digantikan wajah puas.

Jeri berhasil mengusik kekuatan iblis di dalam diri Kartel, sehingga pemuda pirang itu berhasil sedikit mengeluarkan kekuatannya. Panah yang ia buat semakin besar, api hitamnya juga semakin bertambah volumenya, setelah itu ia lesatkan kepada Kartel.

Bunyi gemelegar terdengar. Panah itu berhasil dihentikan dengan tangan Kartel yang diselimuti oleh air yang tak terlalu terbentuk. Seperti dugaan Jeri bahwa sihir itu belum bisa dikendalikan karena tidak terbiasa dia gunakan. Tersenyum misterius, detik itu juga jumlah panah semakin bertambah membuat Kartel merasa terpojok.

Siapa juga yang mau terbakar sampai mati?

Melompat tinggi, terbang di udara. Mata gagak Jeri menatap gumpalan tanah yang penuh dengan air yang baru saja menyerangnya. Hampir saja ia tertimbun lumpur. Kekuatan rubah seperti apa? Disitulah Jeri berusaha menemukan jawabannya sendiri .

Beberapa waktu berlalu. Jeri dan Kartel terus melakukan serangan acak. Kartel semakin lihai menggunakan sihir air beserta tanah---yang entah ia dapat dari mana---sedangkan Jeri terus menggunakan segala cara perkelahian bagi pemula untuk memunculkan kebiasaan bertarung Kartel.
Baru saja ia akan turun tetapi sebuah petir menyambar tengkuknya sehingga ia langsung terjatuh menimpa tanah basah, pandangannya sedikit kabur menatap Kartel.

Tidak hanya saling lempar sihir saja yang Jeri latih, dia menggunakan perkelahian jarak dekat pula guna melatihkan dasar-dasar bertarung, sehingga beberapa kali Kartel harus terlempar karena tinjuan Jeri atau malah tersayat sebab pedang Jeri.

Entah mendapatkan ide dari mana, Kartel menciptakan pedang air, walau tidak sempurna tetapi itu berhasil menahan pedang asli milik Jeri.

Mereka berdua menari di bawah sinar bulan, bayangan mereka bergerak dengan cepat mengikuti pergerakan mereka, seolah keduanya bukan sedang berlatih pedang tetapi sedang melakukan tarian pedang yang manis.

Tidak berhenti di sana, Jeri dan Kartel pun mengawali babak baru, tidak menggunakan sihir dan tidak menggunakan senjata, bertarung menggunakan tubuh mereka saja. Seperti pegulat, beberapa kali mereka berdua melakukan gerakan memukul hingga menendang, bunyi dari latihan mereka menjadi tidak seramai ketika menggunakan pedang.

Tanah dan debu bergerak terkejut karena hempasan tangan maupun kaki, udara menjadi bergerak tidak karuan tatkala ada dari mereka mengindari serangan serta melompat menanjak angin, gerakan tidak teratur dari dua pemuda itu direkam oleh burung-burung yang terbang melewati mereka.

Berkali-kali terkena serangan, berkali-kali dipukul mundur, berulang kali terjatuh sampai tersungkur, hingga pada akhirnya kehilangan tenaga juga energi sihir secara drastis. Hal itu membuat sesuatu di dalam tubuh Kartel merasa tidak terima, dengan tubuh yang penuh luka dibalut keringat, dia berdiri sempoyongan dengan menatap Jeri marah.

Jeri menatap Kartel dengan tatapan menyipit. Tubuhnya bergerak mempersiapkan diri, sebab ia sadar latihan setelah ini sudah bukan lagi berhadapan dengan Kartel, tetapi dengan roh yang ada di dalam tubuh manusia itu.

Seseorang yang dipaksa mengeluarkan sihir beserta tenaga memang sudah biasa akan hilang kesadaran kemudian kendalinya pun lenyap, apalagi seseorang yang dengan sembrono mengeluarkan energi sihir seperti Kartel, terlebih dia memiliki 'sesuatu' di balik tubuhnya.

Tidak ingin ia babak belur, tidak ingin juga ia kalah dalam melatih Kartel, ia kembali bangkit. Kepalanya sangat pening, bahkan hidungnya mengeluarkan darah akibat terbentur tanah terlebih dahulu. Mengelap darah dari hidungnya sekilas.

"Aku akan serius!" teriak Kartel emosi.

Walaupun begitu Jeri masih saja tenang berhadapan dengan Kartel yang telah berubah menjadi orang lain.

Tubuh Kartel dipenuhi cahaya oren, bahkan mulai terbentuk wujud asing dari pemuda itu. Dia melangkah ke Kartel dengan menggerakkan jari-jarinya, setiap gerakan jarinya pasti akan mengeluarkan kekuatan dasyat.

Angin kencang muncul, petir menyambar-nyambar, api bahkan terlempar ke sana-sini, kemudian bumi bergoyang karena gempa ringan darinya. Jeri yang diserang beruntun seperti itu berhasil mengimbangi dengan mengeluarkan anak panah super besar berjumlah tidak dapat dihitung, kemudian menghalau setiap serangan Kartel padanya.

Jeri tak bisa menyerang Kartel secara langsung, karena tubuh dia dilindungi oleh angin puting beliung yang disertai api merah menyalak. Mengerikan. Ini saja yang tak terkendali sudah agak susah dilawan, terlebih kalau sudah berhasil dikendalikan? Bisa kacau bumi.

"Sihirnya bukan hanya air?" gumam Jeri sedikit bingung. Jakob mengatakan sihir utama Kartel adalah air, tetapi mengapa ini terjadi?

Getaran, ledakan, bunyi nyaring, dan hal-hal ribut membuat tim Jeri yang berada di dalam rumah langsung keluar menatap arah timur di mana pusat keramaian itu terjadi. Di sana awan sedang mengumpul menurunkan petir.

"Jeri? Kartel?" gumam Oliver sambil menatap dengan panik ke arah petir yang menyambar-nyambar di sana.

"Kartel pasti kehilangan kendali. Kita harus ke sana untuk membantu Jeri mengendalikan Kartel." Carl adalah orang yang pertama kali berlari menuju timur dengan wajah cemas. Setelah kepergian Carl, seluruh orang di sana langsung berlari mengikuti Carl.

"Bwhaahhaha, akhirnya aku akan melawan monster itu!" Fried bersemangat, matanya berbinar-binar, bahkan dia lari sudah mengeluarkan sihirnya membuat rekan-rekannya tak habis pikir.

Fried sepertinya lupa bahwa dia masih terluka dengan perban yang menutup sobekan di kulitnya.

Qenan berada di urutan terakhir. "Jeri pasti yang menarik Kartel untuk hilang kendali," gumamnya sebal namun ia bersyukur dengan begitu akan ada kemajuan pada pelatihan Kartel.

"Begitulah Jeri, dia yang bisa diandalkan dalam melatih orang dengan cepat," sahut Len yang berada di samping Qenan, ia tersenyum tipis saat pemuda berambut putih itu merengut tidak suka kepadanya.

"Tapi yang nggak gitu juga kali!" sungut Daniel, disertai dengan wajahnya yang tertekuk, dia merasa tertekan akan sesuatu.

Aaric hanya mendengus mendengar Len berkata seperti itu, kemudian ia menambah kekuatan larinya sehingga ia meninggalkan Len dan Qenan di belakangnya. Ia menyalip Rafe dan Theo, tapi malah keduanya kembali menyalipnya sambil memasang wajah konyol seperti sedang mengejeknya. Ia geram seketika, Aaric kembali menyalip Rafe dan Theo.

"JERI! BIAR AKU BANTU!" Viktor datang kedua setelah Carl, dia sudah bersiap dengan Aldane di sampingnya. Api jingganya telah keluar menjadi bola-bola api mengintari kepalanya.

Akan tetapi, entah kenapa kakinya tidak bisa digerakkan, dan seluruh tubuhnya seolah mati rasa.

"Kita semua tidak bisa menandingi Kartel saat ini," tukas Carl dengan mata menyipit menatap Kartel dan Jeri. Keringat dingin menuruni sekujur tubuhnya, tekanan aura jahat yang Kartel berikan terasa menakan mereka untuk mundur. Malu untuk mengakui, bahwa ia cukup takut dengan perbedaan kekuatan diantara mereka.

Semua telah berkumpul, mereka tercengang bersama melihat perubahan Kartel yang di luar ekspektasi mereka. Pemuda itu berubah tampilan dengan pakaian ala kerajaan dengan rambut pirangnya yang menjadi panjang dengan tato unik di pelipis. Giginya menjadi panjang membentuk sebuah taring. Warna matanya juga berubah, dari biru menjadi keemasan.

Bahkan tekanan aura iblis yang menguar dari dalam diri Kartel begitu mengerikan, seolah memanggil mereka untuk segera binasa. Kekuatan maha dahsyat, begitu mengerikan, memaksa mereka semua untuk sadar diri bahwa Kartel bukan tandingan mereka. Seakan-akan memberi jarak bagi mereka untuk tidak mendekat, jika berani melangkah mereka akan mati, konsekuensi buruk yang terlalu besar.

Karena pengaruh tekanan aura iblis Kartel, mereka semua hanya bisa diam di tempat, merasakan nadi mereka hendak meletus di dalam tubuh secara pelan-pelan.

"Dia Kart?" Dengan bodohnya Daniel bertanya sambil menunjuk makhluk aneh bersinar oren itu. Wajah Daniel memucat.

"Apa kita tak bisa membantu Jeri?" Dengan menyimpan rasa jengkelnya, Fried menatap teman-temannya sebal. Mendecih keras, sebenarnya ia jengkel pada dirinya sendiri! Lihatlah tubuhnya bergetar! Betapa mengecewakan dirinya ini sebab takut kepada Kartel! Padahal tadi ialah yang paling bersemangat!

Mereka menatap Jeri yang telah dipenuhi darah. Oliver meremas tangannya, ia khawatir kepada dua manusia yang saling bertarung. Mereka seketika melindungi mata mereka dari debu yang terbawa beliung. Bibir Oliver bergetar, ia ingin menghentikan tetapi ia terlalu takut untuk melakukannya.

Fried berdecih bersama Viktor dan Theo. Tak lama ketiganya berucap bersamaan, "GUNAKAN SIHIR MATAMU!" Setelah itu ketiganya mendapat tatapan sadis dari yang lain serta pukulan dari Carl.

Meskipun mereka semua ingin membantu Jeri, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang berani melangkah, sungguh nahas.

Hal bodoh apa yang dipikirkan ketiga manusia bodoh itu. Ia tak ingin membunuh seseorang dengan matanya. Kartel meskipun dia iblis, dia adalah aset berharga yang dititipkan Jakob kepada mereka. Jeri menggigit bibir dalamnya, mencari jalan keluar sendiri.

"Theo, bawa mereka ke dimensimu!" Karena temannya itu mampu menciptakan dunia sendiri dengan sebutan dimensi lain, Jeri langsung memberikan perintah demikian.

Jeri tak bisa melakukan apapun jika teman-temannya di sini.

Theo membentangkan tangan sehingga pintu dimensi berbentuk bulat dengan warna gelap muncul di belakangnya, ia menatap Jeri yang sibuk menghindari serangan Kartel.

Tanpa berpikir dua kali ia melebarkan pintu dimensi, menatap teman-temannya ganas, "Masuk!" perintahnya mutlak. Semua langsung masuk, hanya saja saat Fried dan Viktor mereka harus menyeretnya.

Dengan begitu, setelah mereka hilang dari pandangannya, Jeri membentangkan kedua tangan bersamaan dengan sebuah bongkahan es mungenai perutnya hingga berdarah.

"Akhh!" Meringis kesakitan, mulutnya memuntahkan darah.

29 Juni 2022,

Ersann.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top