16 : Berlatih Dengan Jeri

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.


Pada akhirnya selama empat hari kemudian latihan untuk Kartel yang mereka kira akan menggebu-gebu malah terlihat biasa saja, tidak ada yang spesial dari latihan itu, justru malah sebaliknya.

Kartel Durgel, yang mereka pikir adalah manusia berbahaya dengan kekuatan iblis di dalamnya, ternyata seperti wadah kosong yang tidak mengerti apapun tentang sihir maupun kegunaannya. Mungkin efek Jakob menghapus ingatan dia, atau memang dahulu Kartel bukanlah seorang manusia yang memiliki sihir, belum ada yang tahu soal itu.

Pemuda yang memiliki mata sebiru langit itu dilatih dengan sabar oleh Oliver, sepanjang hari dia selalu bersama gadis cantik dari tim Jeri, membuat Viktor menjerit cemburu setiap saat. Pelatihan mengontrol energi sihir adalah hal wajib yang dilakukan oleh para pemburu iblis untuk pertama kali, dan Kartel menginjak tahap itu untuk menguasai kekuatannya yang sebenarnya.

Namun, dua hari terakhir ini pemuda pirang itu memiliki kemajuan, dia berhasil mengeluarkan sihir walau sekilas, kontrolnya sudah dia dapatkan tetapi dengan durasi yang sangat singkat.

Aliran air yang terdengar mendamaikan telinga, sinar kilauan cahaya air yang begitu indah, serta udara sejuk di sungai belakang rumah mengantarkan sarat ketenangan yang luar biasa. Latihan hari ini sama seperti hari-hari kemarin, mengontrol energi untuk menghasilkan energi sihir yang serupa dengan keinginan sendiri.

Pengendalian energi yang dilakukan Kartel saat ini menggunakan air. Sekarang pemuda itu sedang berdiri menjulang di pinggir sungai dengan kedua tangan yang terangkat sebatas dada di atas air. Kendali sihir Kartel lebih baik daripada yang kemarin, karena saat ini pemuda itu berhasil menarik air sungai yang mengalir di bawah menjadi ke atas menjumpai permukaan kulit telapak tangannya.

Jeri dengar dari Jakob sihir Kartel adalah air, sehingga ia menyuruh Oliver untuk melatih Kartel dengan hal-hal berbau elemen air.

Mata Jeri menatap air yang telah membentuk sebuah tiang sampai menyentuh telapak tangan Kartel. Tiang air setinggi dada itu tiba-tiba hancur sehingga airnya memuncrat mengenai Kartel, Jeri, dan Oliver yang berada tidak jauh dari pusat air yang digunakan pemuda pirang itu berlatih.

Wajah Jeri basah dengan air, sehingga dia dengan kalem mengusap wajahnya membasuh airnya.

"Maafkan aku Oliver, kamu jadi basah." Dengan sangat perhatian Kartel mengusap baju bagian bawah yang dikenakan gadis cantik itu. Ia mengusap lembut pakaian basah Oliver dengan hati-hati, merasa bersalah pakaian bagus orang yang ia cintai basah karena ulahnya yang tak bisa mengendalikan sihir terlalu lama.

"Wajah Jeri juga basah itu, loh!" omel Viktor geram sambil mengacungkan jari telunjuk ke wajah Jeri yang masih terlihat basah. Mata hijau gelapnya sedang meletupkan api kebencian karena pujaannya disentuh anak baru. Seandainya Aldane tidak ia taruh di dalam rumah, pasti bonekanya ia lemparkan sampai mengenai kepala Kartel yang sok perhatian itu.

"Manusia sialan ini!" sungut Fried dengan wajah sangar. Sudah biasa teman-temannya melihat wajahnya yang penuh emosi ini, tapi bagi Kartel yang baru saja di tim Jeri merasa masih takut dengan wajah sangarnya yang dibalut perban.

Ada benarnya juga apa yang dikatakan Fried dan Viktor. Dengan sedikit rasa segan Kartel melirik ke kiri di mana ketua tim sedang duduk bersila sambil mengusap wajahnya sendiri dengan tenang tanpa memikirkan perbuatannya.

Menatap gadis di depannya lagi kemudian Kartel terkekeh. "Tapikan yang aku cintai Oliver bukan Jeri!" serunya tak terima.

Mata gelap Jeri mengerling malas. Ia menatap Kartel sampai pemuda pirang yang sempat curi-curi pandang kepadanya itu langsung menoleh ke arah lain setelah mata mereka saling bertemu. Mendengus sambil mengusap wajahnya yang masih terasa basah. Sorot matanya menatap teduh pada aliran air yang begitu indah, tak sengaja ia melihat beberapa ikan yang melompat keluar dari dalam air.

Kening Fried langsung berkedut cepat, kepalannya menumbuhkan tanduk iblis berwarna merah secara tidak nyata.

"Jeri, lain kali kalau kita dalam misi, biarkan Kartel mati dimakan para iblis! Biarkan dia mati dengan rasa cinta busuknya itu!" Terlihat jelas kalau pemuda tukang marah itu sedang menahan diri untuk tidak mengeluarkan sihirnya, terlihat dari Fried yang menggenggam tangannya kuat-kuat.

Kartel melirik Fried takut.

Kartel bungkam. Ia tak bisa membalas ucapan Fried, karena menurutnya entah ia membalas ataupun tidak, emosi pemuda itu akan terus menaik. Terjingkrak pelan saat Oliver mengusap pergelangan tangannya dengan pelan, ia paham kalau gadis itu sedang menenangkannya, pelan-pelan pipinya merona tipis.

"Tidak tahu diri. Sudahlah, aku mau ke rumah, daripada di sini emosiku naik turun." Pemuda berpakaian serba hijau itu berdiri dari duduknya, kemudian Viktor melangkah pergi dengan cepat menuju rumah yang tak jauh dari tempat mereka berada.

Fried berdiri, tanpa pamit maupun izin, dia langsung berlari mengikuti Viktor. Dia sepertinya akan mengamuk di rumah, melampiaskan emosinya kepada teman-temannya yang lain. Mungkin Theo adalah jalan pintas untuk melakukan pemanasan untuk meledakkan emosi.

Hingga di pinggir sungai hanya ada tiga orang yakni Kartel yang sedang berdiri berhadapan dengan gadis tercintanya, Oliver yang menikmati pemandangan sungai, serta Jeri yang diam membisu di pinggir sungai.

Merasa hari semakin sore, ia segera berdiri dari duduknya dan menatap Oliver dengan Kartel datar. "Oliver, pulanglah, biar aku yang melatih Kart." Ia menyuruh Oliver pulang tanpa segan. Menurutnya latihan yang diberikan gadis itu untuk Kartel sangat berjalan lambat, sedangkan minggu depan mereka telah kembali menjalankan misi yang membutuhkan waktu berhari-hari.

Biasanya menjalankan misi tidak hanya menempuh waktu sehari dua hari, melainkan berhari-hari, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan. Karena persentase keberhasilan misi adalah yang mereka kejar, demi mendapatkan informasi yang akurat, para pemburu iblis akan menghabiskan waktu untuk berkelana sangat lama untuk mendapatkan hal yang penting mengenai iblis-iblis yang berada di sini. Terkecuali ketika mereka mendapatkan surat panggilan untuk pulang atau berpindah tempat misi.

Karena waktu menuju misi sangat dekat, serta menjalankan misi membutuhkan waktu panjang, tidak mungkin bagi mereka melatih dengan menjalankan misi secara bersamaan. Oleh karena itu mulai sekarang daripada Kartel ditangani Oliver yang terlalu halus dalam melatih orang, lebih baik ia yang menangani pemuda itu, siapa tahu dengan pengalaman bertarung yang ia punya bisa menjadi pemicu bertambah kuatnya Kartel.

Gadis berpakaian pendek dengan kain putih yang menempel ketat pada tubuhnya, molek indah dia tertampang jelas walau dilihat dari kejauhan.

Tidak bisa dikatakan main-main kecantikan gadis bernama Oliver itu.

Kulitnya yang putih bersih dengan sedikit kemerah-merahan bak mutiara yang baru saja diraih dari kerang di samudra luas, mata biru selalu memancarkan terangnya sebuah laut, bibirnya yang merah merekah bak bunga mawar terlihat sangat kenyal---masih banyak lagi keindahan dari sosok Oliver Paulin yang bisa dikagumi.

Namun, kecantikannya sama sekali tidak dapat menyentuh Jeri.

Gadis itu menatap teduh sepasang mata gulita tidak beriak, merasa sorot itu tak bisa digoyahkan, Oliver menganggukkan kepala paham. Kakinya segera berputar, sebelum ia benar-benar menjauhi mereka, senyumnya merekah seolah sedang memberi semangat kepada Kartel maupun Jeri. Setelah selesai dengan tugasnya sebagai pelatih Kartel, ia segera melangkah pergi dengan sesekali ia menoleh demi melihat Jeri yang mengawasi kepergiannya dengan santai.

Terkadang ia merasa kalau Jeri menyimpan rasa padanya, akan tetapi berharap seperti itu bukan hal salah, kan? Karena pemuda itu seolah memberinya perhatian lebih dari yang lain, sifat dan perlakuan Jeri sangat berbeda kepadanya. Apa ini hanya perasaannya saja?

Menaikkan alisnya tinggi ketika ia melihat gadis itu sedang menggeleng-gelengkan kepala sambil memukuli kepalanya menggunakan kedua tangannya, apa yang dia pikirkan?

Jeri tidak paham apa yang dilakukan Oliver sampai gadis itu melakukan hal konyol itu.

Memalingkan wajah, ia kembali fokus kepada Kartel yang masih meratapi kepergian Oliver. "Sampai dua hari aku latih tidak ada perkembangan padamu, kau aku kembalikan ke Tuan Jakob." Tidak ada nada kalem diucapan Jeri, tidak seperti biasanya, ia terlihat sangat serius dan tidak ingin menerima penolakan terlebih sebuah kegagalan.

Merinding. Mendengar cara bicara Jeri serta nadanya yang lebih menyeramkan dengan suara berat membuat Kartel merinding hampir mati. Sebab Jeri seperti bukan seperti ketua tim yang biasanya.

"Memangnya kau mampu membuatku kuat dalam waktu singkat? Itu sangat tidak mungkin bagimu maupun bagiku juga." Secara tidak sadar ia yakin kalau membuat orang kuat dalam waktu singkat itu tidak mungkin, dalam waktu sebulan saja belum tentu seseorang bisa menjadi kuat, jadi waktu hanya empat hari itu sangat tidak masuk akal baginya.

"Lihat kelinci itu, dalam hitungan ketiga dia akan mati," suruh Jeri.

Kepala Kartel langsung menoleh ke kelinci yang lewat di dekat semak-semak.

"Satu,"

"Dua,"

"Tiga."

Tepat saat hitungan ketiga, tepat saat kelinci itu melihat mata Jeri, hewan itu langsung ambruk dan tak bergerak. Kelinci itu sudah mati. Bulu kudu Kartel berdiri semua, netra biru langitnya terkunci pada tubuh kelinci itu yang tergolek di atas tanah. Seketika otaknya memutar ucapan Carl yang mengatakan bahwasannya Jeri bisa membunuh orang dengan sekali pandang.

Melumat bibir tipisnya, ternyata Carl tidak sekedar omong kosong untuk menakut-nakuti dirinya. Yang sesungguhnya adalah pemuda berambut hijau itu memang sedang memperingatkan ia untuk tidak macam-macam kepada Jeri.

Parahnya hari ini ia telah melakukan tiga kesalahan fatal. Pertama, ia membuat wajah ganteng Jeri basah. Kedua, ia tidak menaruh hormat pada dia. Terakhir alias yang ketiga, ia tidak menaruh kepercayaan kepada Jeri. Mengusap wajah kasar, entahlah saat ini nyawanya masih bisa diampuni atau tidak.

"Jeri, aku minta maaf karena tidak mempercayaimu!" Sebelum ia benar-benar mati hanya karena dipandang ketua tim, lebih baik ia meminta maaf.

Mencegah lebih baik daripada mengobati, meminta maaf terlebih dahulu lebih baik sebelum ia meninggal dunia kemudian dikuburkan.

Permintaan maaf Kartel diabaikan begitu saja oleh Jeri. Bibir tipis Kartel tertarik, merasa khawatir pada dirinya sendiri.

Tangan kanan Jeri terulur ke depan, mata gelapnya menatap air sungai yang terus mengalir. Jarinya menjentik, detik itu juga air sungai meluap terangkat menyentuh tangannya. Air sungai membentuk tiang setinggi dada, aliran arus bak puting beliung di air itu sangat teratur dibandingkan saat Kartel melaksanakannya.

Di permukaan tangan Jeri tak hanya air saja yang terlihat nyata, melainkan ada cahaya ungu tua bercampur hitam yang mewarnai telapak tangannya, kemudian menjalar membentuk sebuah api yang mengelilingi air dari atas hingga bawah, seolah-olah sihir Jeri memaksa air untuk tetap pada posisinya.

Kartel terperanggah tidak percaya. Api dan air adalah elemen yang saling berlawanan, ia tidak menyangka jika elemen sihir Jeri bisa digunakan untuk membuat tiang air. Berdecak kagum, matanya berbinar, kemudian dia bertepuk tangan sebanyak lima kali.

Berdehem pelan, Jeri melirik Kartel yang tercengang, dia berbicara, "Masalah kuatmu itu bisa berkembang seiring dengan waktu, tetapi mengontrol energi sihir tidak bisa dicoba sambil melawan iblis, kau hanya akan mati jika menjalankan misi dengan kemampuanmu yang sekarang."

"Aku melatihmu, jadi jangan mati di misi pertamamu," kata Jeri.

Wajah Kartel berbinar. Ini adalah pertama kali baginya mendengar Jeri berkata panjang lebar seperti ini. Ia pun merasa bahagia karena ternyata di balik sifat dingin Jeri terdapat rasa khawatir kepadanya. Menunjukkan senyum lebar, ia merasa terharu dengan ketua timnya yang terlihat keren di matanya.

Air sungai menyentuh kakinya yang sudah terlindungi oleh sepatu, rasa dingin air menyapa permukaan kulit kakinya, Jeri menatap jeli pergerakan air di bawahnya.

"Lakukan seperti apa yang aku lakukan sampai kontrolmu memenuhi kriteriaku." Dalam sekali kedipan mata, tubuh Jeri langsung diselimuti air sungai, seolah ia sedang dipenjara di dalam air yang dipenuhi oleh api membara. Pemuda tampan berambut hitam sedikit gondrong itu menatap permukaan air yang telah menyelimutinya tetapi tidak ada air yang menyentuh dirinya barang hanya sekedar ujung bajunya.

Kartel mengangguk mengerti. Ia sedang dalam tahap di mana ia kaget dengan perubahan sikap ketuanya. Sebenarnya Jeri itu baik atau jahat? dia berkata sangat kejam akan dirinya, akan tetapi nada suaranya sangat kalem, wajah dan sorot matanya menunjukkan emosi sebuah kemarahan tetapi perlakuannya berbanding terbalik dengan apa yang dia wujudkan melalui wajahnya.

Apakah Jeri sosok misterius yang sebenarnya?

"Cepat lakukan atau aku bunuh dirimu sekarang!" Suara kalem itu terdengar bersamaan dengan air sungai yang mengelilingi tubunya beranjak turun, hingga hanya memunculkan kepalanya.

Namun, untuk sesaat Kartel melihat mata sendu Jeri sebelum tatapan ketua tim berubah menjadi tegas.

"Kenapa dia ?" batin Kartel sambil menatap Jeri lamat-lamat.

29 Juni 2022,

Ersann.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top