13 : Kekuatan Jeri

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.


Halaman rumah telah rusak, akibat ulah manusia yang memiliki kantung emosi sensitif, masih dibiarkan begitu saja. Pelaku utama penghancur halaman telah diam di sudut halaman, sedang memunguti satu persatu buah stroberi dimasukkan ke dalam bakul. Dia menjadi sangat diam, seolah sedang meratapi buah kesukaannya yang telah ternoda.

Di tengah halaman, jauh dari Fried yang sendirian, seluruh tim Jeri tengah melingkari sosok berambut pirang dengan mata biru langit. Mereka sedang memperkenalkan diri kepada Kartel dengan bangga.

"Aaric Andhulpus, wakil ketua Black Wolf." Pemuda berambut hitam agak panjang itu mengenalkan diri dengan nada bicara yang kalem, hampir menyerupai sifat Jeri, hanya saja Aaric lebih bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang lain.

Kartel menunjukkan senyum lebar.

"Oh, perkenalkan aku Rafe Ulrinch, salam kenal." Pemuda itu mengulurkan tangan, kemudian berjabat tangan keras dengan Kartel. Kedua manusia itu saling menunjukkan senyum berharga sehingga tampak sebuah kekompakan di antara mereka.

"Kamu boleh membuka perban di kepalaku, karena kita sekarang adalah sahabat, 'kan?"

Tanpa sungkan, Rafe memeluk erat tubuh Kartel yang sedikit lebih ramping daripadanya. Bahkan yang biasanya ia tak suka melepaskan perban di kepalanya kini melepasnya dengan mudah, menunjukkan wajah tampan yang mungkin membuat para gadis menjerit bahagia.

Wajahnya mulus tanpa luka, Kartel menatap lekat wajah tampan pemuda di depannya, kemudian di dalam hati ia bertanya kenapa harus diperban jika tidak terjadi apa-apa dengan wajahnya? Menutupi ketampanannya?

Rafe tersenyum tipis, menutup lagi sebagian kepalanya dengan perban kemudian melirik teman-temannya yang menatapnya malas.

"Aku Carl Baren. Senang sekali rasanya berteman denganmu, Kartel." Carl menunjukkan senyum lembut. Rambut hijaunya sedikit diterpa angin, sehingga helaian dari anak rambutnya bergerak mengikuti arah angin, membuat dia tampak lebih segar dari biasanya.

Kartel menggamit tangan Carl, mengajaknya bersalaman dengan antusias, hingga pandangannya jatuh pada gadis cantik dan seksi, baru kali ini ia menemukan gadis yang seperti dewi turun ke bumi. Kartel bersemu.

Gadis itu merundukkan badan sehingga belahan bajunya yang kendur ikut turun, menampilkan buah dada yang cukup gemuk, sehingga mata biru Kartel mengikuti pergerakan badannya kemudian menatap lezat pada dua gundukan milik gadis itu.

"Perkenalkan, aku Oliver Paulin." Mata biru cerah nan cantik milik Oliver bertemu pandang dengan mata biru langit milik Kartel, hanya sekilas tapi Oliver merasakan adanya getaran aneh di sorot mata Kartel padanya.

Tak mau berurusan dengan perasaan aneh milik Kartel, ia langsung melangkah mundur, kembali bersanding dengan Jeri yang sejak tadi menjadi pengamat.

Tak memiliki kesempatan untuk berkenalan dengan gadis cantik yang merenggut hatinya, Kartel merengut sedih, membuat Rafe dan Theo tertawa singkat.

Pemuda berambut putih sama seperti rambut Oliver menatap Kartel malas. Qenan berkata dengan malas, "Qenan Penrod. Salam kenal."

"Theo Wyn, paling kaya di antara badebah miskin ini. Sihirku adalah magis, senjata andalanku trisula, tentu saja lebih kuat dibandingkan cincin sakti milik Len." Mata cerah Theo menatap rendah pada pemuda berambut hitam cepak yang berdiri tak jauh darinya.

Len yang merasa kalau Theo berusaha memprovokasi dirinya hanya mendengus pelan.

"Aku Len Karl, jangan dengarkan dia," kata Len singkat. Tangannya dengan pelan memetik stroberi lalu melemparnya dengan kuat sampai mengenai belakang kepala Theo, sehingga ia dan pemuda berambut pirang panjang itu saling bertatapan penuh emosi, tapi berhasil dihentikan Carl dengan sekali deheman.

Di Black Wolf tidak ada yang ingin mendapat pukulan kuat dari Carl, Jeri sebagai ketua tim saja tidak mau mengganggu ketenangan pemuda hijau itu, hanya Victor dan Fried yang tak memiliki rasa takut dengan pukulan mantap Carl.

"Aku Daniel Darex," ucap Daniel sambil tersenyum lebar.

"Aku Victor Vier, di sampingku boneka sihir ciptaanku, Aldane. Sihirku adalah percaya kepada Dewa Hades. Kau tak perlu memujiku, atau kagum padaku, simpan itu untuk nanti." Wajah Viktor terlihat lebih menyebalkan bagi teman-temannya, karena dia memuji dirinya sendiri.

Theo bahkan sampai mendesis tidak suka, kemudian meludah di tempat, dia bergumam pelan,  "Sihir bayangan saja sok sekali."

Kartel hanya nyengir. Dia merasa sifat Viktor sangat familiar, seperti sifat Theo.

"Lalu di sudut sana." Viktor menyeringai, menunjuk Fried yang masih setia mengambili buah stroberinya.

"Dia Manfried Laudza, si tukang ngamuk yang mengejarmu tadi," cetus Viktor tanpa merasa berdosa.

Seketika beberapa orang dari tim Jeri tertawa terpingkal-pingkal, hanya Jeri yang mengintip Fried.

Mata ungu tua Fried menatap sadis kelompok yang berdiri di tengah-tengah halaman. Bukan karena ia ingin ikut berkumpul, tetapi ia merasa sedang dibicarakan yang tidak-tidak oleh mereka, terlebih cara mereka tertawa begitu merendahkan.

"KALIAN MENERTAWAKAN APA!" teriak sangar Fried yang tidak dibalas oleh teman-temannya, sehingga membuat keningnya dipenuhi tanda perempatan imajinasi.

"Bukan urusanmu!" sahut Theo sambil menunjukkan seringai, alhasil mata Fried menyala marah.

Sebelum halaman kembali menjadi medan tempur, Jeri segera melerai dengan berucap, "Carl, antarkan dia ke kamarnya."

Yang disuruh segera mengiyakan dan mengajak Kartel ke dalam rumah besar yang menjadi tempat tinggal mereka.

"Latihannya ditunda?" protes Kartel tidak terima.

"Memangnya kau bisa mengontrol sihirmu?" sinis Theo sehingga Kartel terdiam sebentar sebelum menggelengkan kepala.

Theo melangkah pergi begitu saja dengan senyum merendahkan, persis seperti Viktor ketika sedang menyombongkan diri.

"Mari kita istirahat dulu," Carl tersenyum tipis, menatap Kartel lembut, kemudian ia melangkah mendekati pemuda pirang tersebut.

Jeri hanya menatap Kartel tanpa emosi apapun, tidak merespon juga ucapan dia. Meninggalkan Kartel begitu saja di belakangnya, hanya bias suara tapak kaki yang tersisa, Jeri membutuhkan waktu untuk mempersiapkan hal apa saja yang harus ia berikan ke Kartel selama latihan.

Kartel ingin mengejar Jeri, tetapi oleh Len dan Qenan langkahnya dihalangi. "Jangan mengganggu Jeri." Begitu kata mereka berdua dengan kompak, sehingga ia hanya bisa menuruti perintah Jeri untuk istirahat.

"Sudahlah, kau ikuti perintah Jeri, kau masih anak baru di sini. Kau bisa mati jika sampai Jeri marah," papar Daniel sambil mendorong bahu Kartel pelan, kemudian seluruh anggota Black Wolf kecuali Fried masuk ke dalam rumah, mereka menggiring Kartel bersama-sama menuju kamar.

Mereka memasuki ruangan yang dalamnya sangat luas, semua isinya ditata rapi dan sangat bersih. Mata Kartel seperti dimanja, hanya saja gantungan kepala serigala membuatnya ingin memaki karena itu tampak mengerikan berada di dalam rumah terlebih menggantung di dinding.

"Memangnya sihir Jeri seperti apa?" tanyanya kepada siapapun yang mau menjawabnya.

"Sekali lihat kau akan mati," jawab Carl santai.

Kartel tercengang. "Sekuat itu?"

"Ya, sekuat itu." Aaric mengaku kalau dirinya juga memuji kekuatan Jeri. Ia pun takut kalau ketua menatapnya.

Tidak ada yang tahu bagaimana kekuatan Jeri terbangkit, hanya saja pernah sekali dalam misi mata Jeri berubah merah, habis itu seluruh musuh mati dalam sekejap padahal mereka tidak melihat mata Jeri.

Mata Jeri jarang berubah menjadi merah. Seluruh anggota yang diketuai Jeri masih bingung bagaimana dia membangkitkan kekuatan matanya, biasanya seseorang akan menunjukkan perubahan ketika sedang mengeluarkan kemampuannya, tetapi Jeri sama sekali tidak menunjukkan apapun ketika menggunakan sihir mata----matanya tetap berwarna hitam seperti biasanya.

Namun, saat pertama kali teman-teman jeri melihat dia menunjukkan perubahan mata yang menjadi merah, musuh mereka langsung tumbang. Itupun mereka melihat dari dimensi lain yang diciptakan Theo, karena kata Jeri dia tak ingin kalau orang lain ikut terkena serangannya.

Mungkin saja jika seluruh anggota tim ini tidak berada di dimensi milik Theo sudah pasti mereka akan binasa.

"Sudahlah, kau tidur sana! Jangan membuatku ingin membakarmu lagi." Suara tidak asing ini membuat Kartel menghadap belakang. Mata birunya melebar. Sejak kapan manusia yang bernama Fried, yang membuatnya lari kocar-kacir tadi sudah berada di belakangnya?

Fried hanya menatap tak suka pada Kartel, ia melintasi rekan-rekannya begitu saja sambil menggendong bakul berisi stroberi ke arah dapur. Aura kelam juga menguat dari dalam diri pemuda itu.

Sangat mengerikan. Dia seperti mumi dengan perban di kepalanya, mungkin kepalanya terluka karena ada bekas darah yang keluar dari dalam perban.

"Dua iblis yang berada di kamar belakang keadaannya sudah membaik, tetapi belum ada tanda-tanda mereka segera sadarkan diri." Oliver yang baru saja masuk ke dalam rumah mengatakan hal itu kepada Aaric selaku wakil ketua di grup mereka.

Aaric mengangguk. "Biar aku yang menjaga mereka," Lantas dia pergi begitu saja menuju kamar belakang, seperti yang diperintahkan Jakob, ia akan mengawasi dua iblis itu.

29 Juni 2022,

Ersann.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top