12 : Pertemuan

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.


Suara cicitan burung terdengar nyaman di telinga. Hewan bersayap tersebut ada yang tetap tinggal di atas pohon menikmati suasana bersama keluarga kecil mereka, serta ada juga yang berterbangan di atas langit menjadi aspek pengindah langit biru yang dibingkai oleh awan-awan putih tebal.

Birunya langit bertubrukan dengan mata sejernih samudra milik seorang pemuda berambut pirang, dia tengah berjalan dengan pemuda lain yang tak kalah tampan dengannya. Dia adalah Kartel Durgel, pemuda pemilik sifat ceria, yang tengah mengamati bagaimana burung-burung di langit tengah saling kejar-kejaran di atas sana.

Kartel menikmati perjalanannya.

Berbeda dengan si pirang, si rambut hitam legam dengan sifat yang sangat tenang, hanya menikmati angin yang berhembus menerjang seluruh permukaan tubuhnya. Telinganya baru saja tidak mendengar suara ocehan manusia yang menjadi alat perang timnya nanti. Kelereng sehitam jelaganya melirik pelan pemuda di belakangnya, ia melihat pemuda itu diam karena mengamati langit tanpa berkedip.

Kembali menatap ke depan, Jeri membiarkan Kartel diam untuk sementara waktu. Baginya ini adalah istirahat tidak mendengar manusia aneh itu mencelotehkan hal-hal tidak jelas.

Dalam ketenangan itu Jeri dan Kartel sibuk pada fokus mereka masing-masing, seolah hutan yang sedang mereka jelajahi adalah surga yang abadi yang belum pernah dijamah orang lain.

Pepohonan berjejeran dengan tinggi yang tak bisa diperkirakan memenuhi pandangan mereka. Hutan pinus yang Kartel dan Jeri lewati ini adalah hutan paling besar di wilayah ini, menutupi desa sehingga terlihat seperti pelindung.

Berkat desa yang berdiri di antara pepohonan tinggi, banyak burung yang berlalu-lalang di langit. Tak hanya burung yang menghiasi Desa Yeresmiel, ada hewan-hewan hutan yang terlihat melintas di daratan desa juga, sehingga penduduk terbiasa dengan kehidupan berbaur bersama alam juga hewan.

"Jeri, burung apa itu?"

Pemuda berambut hitam menoleh menatap ke belakang, kepada pemuda pirang yang sedang menunjuk hewan besar dengan bulu ekor indah.

Bola matanya bergeser pelan, baru saja ia merasa tenang dengan keterdiaman dia, tetapi baru lima menit diam kini Kartel kembali mengoceh menanyakan hal konyol.

Sudah jelas yang ditunjuk Kartel adalah hewan bernama merak. Entah si Kartel memang benar-benar lupa segalanya akibat penghapusan ingatan dari Jakob, atau dia sedang berpura-pura tidak tahu untuk mengawali obrolan mereka lagi. Ah, bukan obrolan mereka, melainkan obrolan individu Kartel.

Tidak membalas pertanyaan Kartel, Jeri terus melangkahkan kaki ke depan, membiarkan pemuda pirang itu berlari mengejarnya lagi sampai mereka berdua kini berjalan saling berjejer.

"Jeri, itu tadi burung atau unggas?"

Berkedip sekali. Terserah Kartel, Jeri tidak mau ikut terkena virus tidak berguna milik pirang cerewet itu. Bukan berarti ia sedang termakan emosi, Jeri hanya kurang bisa bersosialisasi dengan orang yang terlalu banyak bicara. Mungkin jika dirinya adalah Fried atau Viktor, kondisinya akan berubah bahkan mungkin sekarang ia dan Kartel akan saling adu mulut.

Sayang saja, ia hanyalah seorang Jericho Jecho, pemuda yang menyukai ketenangan, serta tidak terlalu suka banyak bicara.

"Jeri, tadi itu hewan apa?" Sebal setiap ucapannya tak pernah direspon oleh Jeri, pemuda pirang mendahului langkah kemudian berhenti di depan si pendiam. Kartel menghadang jalan Jeri, sehingga pemuda yang menjabat sebagai ketua tim itu berhenti mendadak dengan mata yang menyorot datar mata biru cerah milik Kartel.

Mata gelap Jeri bergerak sekilas menatap kedua tangan Kartel yang membentang untuk menghalangi langkahnya.

"Jeri, it---"

"Merak," respon Jeri cepat sambil mengambil langkah melewati sisi kiri tubuh Kartel. Meninggalkan pemuda pirang itu di belakangnya, ia tanpa peduli memotong ucapan dia, baginya sudah cukup telinganya kemasukan polusi terus menerus.

"Aku tahu, kok, kalau itu merak."

Napas Jeri naik turun teratur, matanya menatap rumah besar yang tak jauh dari jarak pandangnya. Mungkin jarak rumah timnya sekitar tiga ratus meter dari tempatnya berdiri sekarang.

Jeri dengan langkah cepat tetapi teratur mendekati rumah. Kartel yang berlari tidak teratur, mengejar Jeri dengan mulut nyerocos meminta pengertian Jeri untuk tidak terlalu cepat melangkah. Mereka berdua menjadi objek pandangan penduduk Desa Yeresmiel yang berada di sana.

Banyak yang mengenal sosok Jericho Jecho, seseorang yang memiliki prestasi luar biasa serta kekuatan besar, memimpin tim pemburu iblis. Beberapa penduduk ada yang mengaguminya.

"Jeri, dia siapa?" tanya seorang pria paruh baya yang sedang membopong sekarung tepung beras di pundaknya.

"Bawahanmu?" sahut seorang wanita tua berambut putih dengan mata yang sipit, dia menunjukkan senyum saat Jeri menatapnya lembut.

"Tim Jeri kedatangan keturunan Fried lagi?" seru gadis cantik dengan kemben yang menempel di tubuh moleknya, rambut tergelung milik gadis itu membuat kesan anggun bagi dia. Sangat cantik dengan pipi sedikit memerah.

Jeri memberi anggukan kepada penduduk yang menanyainya.

Keturunan Fried? Alis Kartel naik sebelah saat mendengar itu. Ia tidak mengenal nama orang yang gadis itu sebut. Di dalam hati ia bertanya-tanya, seperti apa Fried itu sampai dikatakan ia adalah keturunan orang itu?

"Jeri, Fried itu siapa?"

Terus melangkah, matanya fokus kepada jalanan yang tak terlalu bagus, tanah di daerah sini penuh dengan lubang. Jeri tidak ingin terjungkal hanya karena tidak bisa menghindari lubang. Namun, ia menyempatkan diri untuk mengangguk demi merespon setiap orang yang menyapanya ramah.

Jeri tidak membalas pertanyaan Kartel karena selain tidak ingin berurusan dengan pertanyaan lain dari dia, ia juga sudah melihat Fried tengah duduk di depan pagar rumah mereka yang terbuat dari bambu. Mungkin sebentar lagi akan ada kerusuhan antara dua manusia pemilik karakter hampir sama ini.

Berhasil sampai di rumah, Jeri langsung melintasi Fried yang sedang sibuk memanen buah stroberi di halaman depan.

"Graahh!" teriak Fried frustrasi.

Menghitung dalam hati, Jeri menoleh ke belakang, keributan seperti apa yang akan terjadi di timnya.

"Kau punya mata tidak!" sinis Fried sambil menunjuk buah stroberi miliknya yang telah berserakan di atas tanah.

Sebelumnya, buah kesukaan Fried itu berada di bakul besar, dan tiba-tiba Kartel datang langsung menggulingkan bakul itu. Sekarang Fried terlihat seperti macan yang ganas, apakah Kartel bisa menjinakkan manusia pendek emosi itu?

"Maafkan aku, hehehe," cengir Kartel penuh penyesalan, dengan nyengir di bagian akhir kalimatnya.

Fried sudah termakan emosi mendengar cengiran orang di depannya, seperti orang bodoh saja.

Wajah Fried yang sebagian tertutup oleh perban terlihat kaku, matanya yang terlihat hanya satu buah sedang mendelik marah, membuat Kartel melangkahkan kaki mundur.

Mata Kartel bergerak ke tangan Fried, kedua tangan yang sedang memunguti buah stroberi terbungkus oleh perban.

Manusia atau bukan Fried ini?

"Jeri, kau sudah pulang? Eh, ada apa?" Gadis cantik berambut putih dengan pakaian yang cukup seksi sampai menampilkan lekuk tubuh serta belahan dada yang sedikit terbuka, datang dengan suara halus menyapa pendengaran Jeri.

Gadis bernama Oliver itu berdiri di belakang ketua tim, mata birunya menatap ketegangan antara Fried dan Kartel. Mata seindah langit Oliver melirik Jeri yang mengamati pertikaian dua manusia itu dengan teduh, ketua tim baginya terlalu tenang menangani kekonyolan seluruh anggota tim ini.

Oliver tersenyum cantik. "Fried berulah?"

Jeri mengangguk kemudian menggeleng. Ia sendiri bingung siapa yang berulah di sini.

Suara ledakan terdengar beriringan dengan jeritan histeris seseorang. Sudah seperti dugaan Oliver maupun Jeri kalau hal ini pasti terjadi. Sekarang Fried yang memiliki sifat suka terbawa emosi tengah mengeluarkan sihirnya demi pembalasan dendam atas buah stroberi yang telah kotor, sedangkan Kartel berlari kocar-kacir menghindari serangan Fried sambil berteriak ketakutan minta pertolongan kepada Jeri.

Gemeruduk langkah kaki dari dalam rumah terdengar beriringan dengan suara ramai dari pertikaian Fried dan Kartel. Seluruh tim yang diketuai Jeri keluar dan berbaris di depan rumah, karena saat mereka di dalam terdengar suara ledakan yang menggugah rasa penasaran mereka.

Ternyata saat keluar terjadi pengeboman mini dari seorang Fried sang pemarah, serta pemuda pirang yang mereka ketahui sebagai Kartel Durgel sang manusia pemusnah sedang berlarian di halaman rumah.

"Ini apaan, sih," sungut Aaric dengan wajah tidak bergairah melihat aksi serang Fried ke anak baru di tim mereka.

Qenan yang berdiri di samping Aaric hanya menggelengkan kepala dua kali, ia sendiri kurang mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Memangnya sebelumnya ada apa sampai Fried termakan emosi?

"Sepertinya tim kita tidak bisa dibuat damai walau sebentar saja!" Pemuja kedamaian selain Jeri angkat bicara. Mata kelamnya menatap tidak suka pada pemandangan tidak indah di depannya. Len mendengus sebal dengan wajah berubah menjadi garang.

Qenan mengangguk. "Bisa gila aku," keluhnya sambil menepukkan buku ke keningnya.

Theo yang akan membuka mulut untuk mengatakan sesuatu malah mulutnya dibungkam oleh Carl.

Mata ungu terang Carl menegaskan bahwa sudah cukup Fried yang membuat masalah, jangan ada orang lain yang mampu menarik emosi Fried, jangan ada lagi yang menambah minyak pada api yang baru saja mengamuk hebat. 

Karena setiap Theo berbicara, pasti yang dia ajak bicara akan terganggu emosinya, siapapun itu kecuali Jeri.

Theo merelakan dirinya disandera seperti ini oleh pemuda berambut hijau dengan mata ungu itu.

"Jeri tolong aku!" teriak lantang Kartel sambil menatap Jeri putus asa, kakinya terus berlari menghindari serangan Fried.

Halaman yang bersih telah berubah menjadi hancur lebur karena sihir Fried terpental ke sana-sini demi memburu Kartel.

Melirik Rafe yang berada di belakangnya, Jeri memerintahkan secara tidak langsung menggunakan sarat mata. Mengerti arti lirikan mata dari ketua tim, Rafe langsung mengeluarkan perban sakti berwarna putih dari dalam tubuhnya.

Kekuatan Rafe langsung bergerak bak ular putih mengejar dua manusia itu kemudian setelah sampai menyentuh keduanya, tubuh Kartel dan Fried langsung dililit oleh perban. Mereka berdua menjadi kepompong. Ada pemberontakan dari Fried, sedangkan dari Kartel hanya pergerakan kecil mungkin dia berusaha mencari udara sehingga Rafe dengan hati-hati sedikit melonggarkan ikatannya ke dia, alhasil hanya kepala Kartel yang tidak terlilit perban sakti miliknya.

"Kok berisik!" Len yang emosi dengan Fried, meluncurkan kekuatan petirnya. Cambuk petir itu terhubung dengan cincin di kesepuluh jari milik Len, sampai ia tak menonaktifkan sihirnya maka petir itu akan terus disalurkan menggunakan cincin pengontrol miliknya.

"Argkkhh!" jerit Fried yang terkena aliran petir Len dari dalam perban sakti Rafe.

Theo ingin sekali ikut menghajar Fried tapi ia dalam segelan Carl, ia hanya menatap iri teman-temannya yang berusaha mendiamkan Fried.

29 Juni 2022,

Ersann.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top