Warm - MiGumi
Sinopsis: Berbagi kehangatan di kala hujan. Melupakan fakta jika waktu terus berjalan. Aku, kamu, dan kita. Saling menyentuh sama lain tanpa jarak. Seulas senyum pun muncul. Waktu bersamamu akan selalu kuingat.
By
__※※※__
Panas. Suhu tubuh semakin lama semakin meningkat. Keringat bercucuran, nafas terasa pendek, wajah sang gadis memerah. Amallia terkena demam ketika cuaca sedang memburuk. Langit berwarna gelap, petir menyambar kesana-kemari dengan santai. Air hujan turun tiada henti. Padahal Amallia bisa merasakan dinginnya hujan di pagi hari. Tetapi, demam menyerang Amallia lebih dulu. Sehingga, dia terbaring diatas tempat tidur. Amallia pun juga tidak bisa mengikuti kuliah hari ini. Ia menghela nafas seraya menatap keluar jendela dari kamar. Berharap semuanya cepat berakhir.
Waktu menunjukan tengah hari. Amallia belum beranjak dari tempat tidur. Bahkan, ia memutuskan untuk tidak sarapan tadi. Namun sekarang, ia benar-benar lapar. Amallia akhirnya beranjak dari tempat tidur, berjalan menuju dapur. Mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Amallia menghela nafas pelan. Lagi-lagi.
Tidak menemukan sesuatu yang bisa dimakan ketika ia membuka kulkas. Di meja makan pun hanya terdapat gelas berisikan air dan piring kosong. Ia lupa untuk membeli makanan instan maupun bahan masakan. Amallia ingin mengomel—tetapi itu akan sia-sia karena tidak membuahkan hasil. Sang gadis merebahkan diri ke atas sofa panjang yang berada di ruang tengah saat ia kembali dari dapur. Tanpa Amallia sadari, ia telah memejamkan mata. Demam pun belum kunjung menurun.
Tetapi, semua itu buyar ketika bel apartemen Amallia berbunyi. Padahal belum ada lima menit tertidur. Seseorang berkunjung. Amalia lantas menuju pintu. Membuka pintu tanpa lebih dulu melihat siapa tamu tersebut dari celah kecil pintu yang berada di tengah.
"Aku tahu kau sedang tidak sehat, Amalia," ucap seorang pemuda, Fushiguro Megumi, seraya menyodorkan tas kertas kecil berwarna cokelat kepada Amallia. Sang gadis masih mengangkat kedua alis, terkejut siapa yang berkunjung.
"B-bagaimana kau tahu jika aku sakit?"
"Firasat. Bahkan, aku tahu jika terakhir kali kita bertemu kemarin—wajahmu memerah. Dugaanku benar," jelas Megumi datar. Amallia menerima sodoran tas tersebut. Megumi memasuki apartemen Amallia sebelum sang gadis mengizinkan. Karena ini bukan pertama kalinya Megumi datang kemari. Sejak mereka berpacaran tentu saja.
Amallia kemudian menutup pintu kembali. Menyusul Megumi yang berjalan menuju dapur. "Seharusnya ... kamu tidak usah membawakan ini," ucap Amallia tidak enak hati ketika membuka tas kertas yang warnanya seiras dengan rambut sang gadis saat telah tiba di ruang makan. Melihat terdapat sebuah wadah berbentuk lingkaran beserta dua gelas minuman di dalam, ditambah dengan tiga roti dengan berbagai macam bentuk. "Aku tahu kau belum makan sejak pagi," ujar Megumi. Sang pemuda menyodorkan sendok-garpu yang ia ambil di dapur tadi yang dekat dengan ruang makan.
Amallia hanya membalas dengan anggukan. Ia mengeluarkan wadah tersebut, ternyata berisikan sebuah bubur. Tetapi, ia tidak berpikir panjang. Akan Amallia makan selepas ini. Ia tidak ingin berlama-lama dengan demam yang tak kunjung pergi.
__※※※__
"Terima kasih atas makanan yang kamu bawakan, Megumi," ucap Amallia ketika ia menghampiri Megumi yang berada di ruang tengah seraya membawa sebuah selimut. Duduk di sofa seraya memainkan handphone. Megumi hanya membalas dengan anggukan, Amallia paham akan hal itu. Siang menjelang sore itu, hujan masih saja tiada habisnya. Namun, keberadaan Megumi membuat Amallia lupa dengan hujan, bahkan sakitnya.
Sang gadis duduk di samping Megumi. Memberi celah jarak agar Megumi tidak tertular. Lalu, Amallia mengenakan selimut yang ia bawa untuk menutup seluruh tubuhnya hingga leher. Megumi memasukkan handphone ke dalam saku celana. Pemuda berambut hitam itu menoleh ke arah Amallia. Melihat keadaan sang gadis yang belum membaik juga. Kemudian, Megumi memutuskan untuk mendekati Amallia. Memperpendek jarak diantara mereka. Sang gadis ikut menoleh, memandang Megumi dengan penuh tanya.
"Eh-h ... nanti kamu tertular!" Amallia memperingati Megumi. Namun, tidak ada yang bisa mencegah sang pemuda. Ia justru meletakkan kepala di pundak Amallia—walaupun tertutup oleh selimut, seraya perlahan menutup mata.
"Sebentar saja."
" ... "
Megumi tertidur. Amallia, semakin panas. Bukan karena demamnya, melainkan Megumi yang tertidur di sebelah—di pundak. Lantas, Amallia justru tersenyum kecil. Jarang sekali Megumi bersikap seperti itu, tetapi Amallia tahu jika Megumi kelelahan karena pekerjaan. Lalu, Amallia memutuskan untuk ikut memejamkan mata. Pergi tidur bersama Megumi. Berandai-andai mereka bertemu di mimpi yang sama.
Berbagi kehangatan di kala hujan. Melupakan fakta jika waktu terus berjalan. Mereka, saling menyentuh sama lain tanpa jarak. Seulas senyum pun muncul. Waktu bersama Megumi akan selalu Amallia ingat. Selalu. Karena mereka terikat dengan takdir yang tidak bisa memisahkan kedua sepasang kekasih itu. Beranggapan dunia milik sendiri.
The end
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top