Together - EdaHi
Di mana ada Makoto, Satoru pun harus ada di situ.
By Healerellik
"Akhirnya jadi juga ..."
Satoru meregangkan tubuh bagian atas setelah menekan tanda simpan pada dokumen yang dia kerjakan. Sang hawa berdiri, lantas mulai melemaskan sendi-sendi yang terasa kaku. Setelah mendengar beberapa tulangnya berderak, dia pun memajukan badan. Condong ke depan laptop tanpa duduk kembali, dia lantas mengirim dokumen tersebut pada surel penerbit langganannya.
Laptop yang tertutup membuat Satoru segera keluar dari ruang kerja. Matanya sedikit menyipit begitu mendapati sinar senja memenuhi mata. Berarti sudah lumayan lama dirinya ada di ruangan tersebut; ingatnya sejak selesai makan siang. Menyadari waktu yang sudah mulai berganti, maka si puan mencari sang suami.
Setelah berkeliling, akhirnya Satoru menemukan Makoto berada di teras belakang. Lelaki itu tengah membaca sebuah koran mingguan. Melihat adanya puntung rokok yang diapit oleh jemari panjang itu membuat Satoru mengembuskan napas kesal; padahal Makoto sudah berjanji akan menghilangkan kebiasaannya tersebut. Namun, mungkin ada alasan tertentu di baliknya.
"Ma-ko-to!"
Mendengar kosakata namanya disebut membuat Makoto langsung terlonjak. Secara refleks dia membuang rokok di tangan, tidak lupa juga langsung menginjaknya. Berharap Satoru tidak melihat benda tersebut, walau sepertinya sudah terlambat; perempuan yang lebih tinggi darinya itu mendatanginya dengan senyum di wajah.
"Satoru, aku—"
"Aku lihat kok. Walau aku sedikit kecewa, tapi mungkin kau ada alasan hingga memakainya kembali."
Makoto embuskan napas begitu Satoru duduk di dekatnya. Koran di tangan dia gulung, lantas diletakkan di begitu saja pada lengan kursi. Begitu menoleh, sudah ada iris jelaga yang menatapnya penuh penasaran.
"Laurent bilang ada beberapa masalah pada cabang di luar negeri. Jadi mungkin lusa aku akan berangkat ke sana," ungkapnya seraya menyandarkan kepala pada bahu berlapis cardigan cokelat tersebut.
"Aah, begitu ternyata ..." timpal Satoru. Tangan kanannya menyilang, usak surai cokelat itu secara perlahan. Satoru tahu apa yang dikerjakan sang suami, jadi mungkin dia akan melepaskan masalah rokok kali ini.
"Ada hal khusus yang perlu kau siapkan untuk kepergianmu?" Pertanyaan Satoru berbalas gesekan di bahunya.
"Tidak. Aku akan membawa barang yang biasa saja. Keperluan lainnya sudah disiapkan oleh Laurent di sana," jawab Makoto. Keduanya kemudian terdiam, biarkan semilir angin senja mengisi kekosongan di antara mereka.
Sampai Satoru kemudian menyeletuk, "kalau begitu aku ikut ya?"
Sontak Makoto terbangung. Ditatapnya iris jelaga tersebut, tidak ada keraguan di sana. "Kau tahu pekerjaanku seperti apa. Jadi kau seharusnya tahu jawabanku untuk itu juga," ujar si lelaki tegas. Kontan saja Satoru merajuk.
"Ayolah. Apa kau tidak bosan kaget jika menemuiku secara mendadak di sana untuk ke sekian kalinya?"
"Lalu? Justru aku lebih kaget kau tidak seperti itu."
"Itu karena kau tidak mengizinkanku pergi bersamamu, Makoto!"
Sekali lagi, Makoto mengembuskan napas. Kini Satoru bertopang dagu seraya menghadap lain, bukti bahwa dia tengah merajuk kepada lelaki itu. Bukan tanpa alasan dia selalu menolak mengizinkan Satoru untuk pergi bersamanya. Dia sungguh tidak ingin kasihnya itu mengalami sesuatu yang buruk.
Sepuluh menit berlalu dengan mereka yang masih terpaku pada posisi masing-masing. Hanya ada ketukan jari Makoto pada lengan kursi, disusul tarikan napas sedikit berat. Lantas dia pun menghadap Satoru yang masih memalingkan muka.
"Satoru ..."
"Apa?" timpal Satoru tanpa menoleh.
"Baiklah. Kali ini kau bisa ikut denganku."
Seketika itu juga Satoru menghadap Makoto. Iris jelaganya berbinar, memperjelas raut bahagia di wajahnya. "Benarkah?!"
Makoto langsung menahan tubuh si puan karena Satoru langsung menerjangnya begitu dia mengangguk. Di dadanya, perempuan berambut sepundak itu tersenyum lebar.
"I love you, Makoto!"
"Yeah, yeah ... of course I love me too."
Dia langsung tertawa begitu melihat perubahan drastis pada wajah tersebut. Apalagi Satoru yang merengut, lalu mengatakan, "on second thought, I hate you. Kau menyebalkan sekali."
Tawa Makoto terdengar kembali. "Hei, aku bercanda," timpalnya seraya melingkari pinggang si puan yang hendak bangun dari tubuhnya. Dieratkannya pelukan pada Satoru, sebelum maju lantas mengecup pelan kening itu.
"I love you too, Satoru."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top