Talk - VicRora
Mereka perlu sedikit ruang untuk bicara
By Wizardcookie
Kamar dengan penerangan lampu tidur ditempati seorang pria. Ia duduk di tepi kasur, menit-menit berlalu sembari menumpu siku di atas paha, sementara kedua tangan menutup wajah. Pikirannya kacau karena pertengkaran yang tercipta antara dirinya dan sang kekasih, memilih untuk berdiam diri di kamar sejenak dan mendinginkan kepala. Ia juga tak tahu apakah wanitanya pergi dari apartemen atau tidak, terlalu cepat untuk memastikan dan bisa-bisa emosinya kembali tersulut.
Pertengkaran di suatu hubungan adalah hal wajar, tetapi Victor benar-benar murka jika menyangkut keselamatan pujaan hatinya. Siapa juga yang mau membiarkan seseorang dalam bahaya? Terlebih jika kau begitu menyayanginya dan ia tak mau kehilangan lagi dan lagi.
Putuskan untuk beranjak dari kasur, melangkah sembari memegang knop pintu dan mendorongnya ke bawah. Saat pintu terbuka, kesunyian menyambut begitu jelas. Beberapa barang pun terlihat berserakan seperti buku dan bantal kursi yang tergeletak di lantai, tas wanita serta isinya keluar dan berhamburan di atas sofa. Setelah pertengkaran mereka yang tak mendapat titik terang, tak mustahil keadaan ruang tengah menjadi berantakan. Victor tidak suka jika tempatnya tak rapi, tetapi ia memilih untuk abai dan beralih ke pintu hitam polos di seberangnya. Jika memang sang wanita tak pergi, maka ia berada di ruang tersebut. Kamar yang menjadi tempat kerja Victor.
Kakinya terhenti di depan pintu, menarik napas sejenak lalu menghembuskannya. Namun, belum sempat tangannya mengetuk pintu, seseorang di dalam telah membukanya membuat Victor tersentak. Ia mendapati wanita berambut hitam-ungu dengan mata sembab dan kemerahan. Hal tersebut mencipta rasa bersalah di benak Victor, lantas bergerak untuk menyentuh sang wanita. Hanya saja wanita itu tak sedikit pun memberi ruang pada Victor, melewati pria di hadapan tanpa berucap sepatah kata. Victor tak lengah, mencekal tangan sang wanita dan memeluknya, mendekap tubuh wanitanya.
"Maaf," ucapnya. Sebagaimana wanita di dekapnya itu berontak, Victor terus memeluknya tanpa memberi sedikit celah. Rora—wanita yang digenggamnya—tak berbicara barang sepatah kata. Ia sudah terlanjur kesal dan marah, terlebih ketika pria itu melarang apa yang ia inginkan. Biasanya Rora tak berbicara apapun tentang apa yang dia lakukan, tetapi malam ini ia ketiban sial atau mungkin apa yang disembunyikannya terkuak. Ia tak paham mengapa Victor marah padanya, padahal dia bisa melakukan segala hal termasuk menjaga diri.
"Maafkan aku."
Kata yang sama kembali terucap. Victor tak akan menyerah sampai wanita itu bersuara. Ia menyesali perbuatannya, terlalu cepat emosi hingga tak bisa mengontrol diri. Memang bukan seperti dirinya, tetapi Victor benar-benar sensitif jika menyangkut Rora, apa pun itu.
"Aku ingin mendengar suaramu, Rora." Victor berucap pelan seiring dekapnya yang mengerat. Mendengar itu membuat telinga Rora mendadak panas. Panas karena marah dan malu bercampur menjadi satu, membuatnya menghempas kedua tangan Victor dan berhadapan dengan sang pria.
Rora masih tak bicara, menatap prianya diiringi amarah juga malu. Meski tak tampak, ia dapat merasakan pipinya yang menghangat. Entah bagaimana ia luluh dengan sikap lunak Victor padanya sekarang.
"Aku minta maaf."
"Iya iya!" ketus sang wanita. "Berhenti bicara, kau membuatku kesal."
"Kau tidak mau membicarakannya baik-baik?"
Kernyitan tercipta di dahi sang wanita. "Soal tadi? Kau masih mau membahasnya?"
"Sepertinya kita harus membahasnya pelan-pelan," ujar sang pria, menangkup pipi Rora dan mengelusnya guna ibu jari. Tatapan lembut Victor juga senyum tipis yang terulas membuat wanita itu kesulitan bernapas, terlalu luluh pada sikap kekasihnya. "Mau ya?"
Rora mendecih. "Karena kau yang minta, aku akan melakukannya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top