Rest - ShawMela

Ketika segalanya mulai berada diambang batas, ia kembali dengan pelukanhangat. "Kerja bagus," bisiknya.

by rey_asha

Wanita berhelai jelaga membuka pintu rumahnya dengan wajah tertekuk. Ia sangat menyukai pekerjaannya sebagai asisten dosen di Jurusan Seni, tetapi ada masanya sikap para mahasiswa membuatnya jengkel. Suasana hatinya diperburuk dengan fakta bahwa sudah lama sejak terakhir kali ia bisa meluangkan waktu untuk melakukan hobinya, penuh dengan jadwal mengajar yang kian menyita waktu.

Belum lagi sang suami yang kepulangannya masih harus menanti beberapa hari sebelum bisa bertemu. Memang ada teknologi yang membuat mereka bisa saling bertatap muka melalui ponsel, tetapi tetap saja rasanya berbeda. Meski tidak diucapkan, Melanie merindukan sosok suaminya.

Sibuk dengan pikirannya sendiri membuat telinga Melanie seakan tuli dengan suara samar yang sumbernya dari ruang tengah. Menanggalkan sepatu dan outer-nya, Melanie melangkah lebih jauh ke dalam rumah berniat untuk segera mandi dan tidur. Namun, niatnya seketika menguap saat...

"Mukamu seperti tidak senang kalau aku pulang lebih awal, ya?"

Melanie tersentak kaget. Sosok yang keberadaannya diam-diam ia dambakan tiba-tiba muncul di depannya. Dengan santai menenggak soda sambil menyeringai tipis, Shaw bagai mengerti isi pikirannya.

"Sekaget itu sampai tidak bisa berkata-kata?"

"Kok bisa?" Pertanyaan itu lolos ketika Melanie berhasil sadar dari keterkejutannya.

Shaw mengangkat bahu. "Pekerjaannya selesai lebih awal, jadi kuputuskan pulang lebih cepat. Tadinya mau menjemputmu di kampus, tapi waktunya mepet. Makanya aku menunggumu di rumah."

Melanie menghela napas panjang, menurut ketika Shaw mengibaskan tangannya isyarat untuk mendekat. Mendudukkan diri di samping sang suami, Melanie akhirnya bisa bernapas lega ketika lengan familiar merangkul bahunya bersamaan dengan aroma khas Shaw menyelimutinya.

"Kau bisa bilang dulu kalau mau pulang lebih awal," gerutu Melanie. "Supaya aku bisa belanja untuk makan malam."

Shaw mendengus. "Kalau kuberitahu dulu bukan kejutan lagi namanya."

Melanie tidak menjawab, energinya telah habis untuk mempertahankan imej di depan mahasiswa dan profesornya hari ini. Ia tidak punya stamina untuk berargumen dengan sang suami.

Matanya terpejam, menyembunyikan iris karamelnya. Desahan puas lolos kala punggung jemari Shaw mengelus pipinya, membuainya untuk kian menenggelamkan diri dalam kehangatan yang ditawarkan oleh pria berhelai merkuri itu.

"Jadi, apa yang membuatmu pulang dengan wajah menyeramkan begitu?"

Melanie langsung mendelik pada sang pria, yang dibalas dengan ulasan senyum miring. Namun sekali lagi, ia tidak mood untuk adu mulut dengan Shaw malam ini. Maka cerita tentang apa yang terjadi hari ini mengalir begitu saja hingga beban yang menggelayuti batinnya berkurang. Shaw mendengarkan dengan seksama, tidak menyela juga tidak berpaling dari wajah wanitanya. Netra cokelat itu fokus bergerilya di rupa sang istri yang sudah beberapa lama tidak ia pandangi secara langsung.

"Makanya kalau capek tuh istirahat, laoshi," Shaw berucap ketika Melanie sudah menyelesaikan cerita, mencubit gemas pipi sang istri hingga wanitanya mengaduh. "Dan kalau kangen sama suami kan bisa langsung bilang. Padahal kalimat 'aku merindukanmu' itu sangat simpel."

Melanie memalingkan wajahnya yang bersemu. "Ngomong apa sih."

Shaw mendengus. Menarik tangan Melanie sembari menjatuhkan diri di sofa hingga Melanie berbaring di dada sang pria. Rona panas menjalari kedua pipi hingga leher sang wanita, tapi Melanie enggan beranjak. Setelah hari yang panjang, pelukan dari Shaw mampu mengusir lelahnya.

"Aku belum mandi," cicit Melanie lemah.

"Aku juga belum," Shaw menyahut, memainkan helaian rambut sang istri dengan jemarinya. "Nanti mandi bersama saja."

Seringai Shaw melebar ketika Melanie spontan mengangkat kepala lalu memukulnya bahunya. Pelukannya pada pinggang sang wanita mengerat, mengelus lembut punggung sang istri yang sesekali diselingi dengan remasan pelan. Diakui kala telinganya mendengar ritme konstan detak jantung Shaw, bahunya melemas.

"Ann," Melanie berdehem pelan saat Shaw memanggil namanya. "Kerja bagus untuk hari ini."

Tidak ada sahutan dari sang istri, membuat Shaw berpikir bahwa Melanie telah lebih dulu memasuki dunia mimpi. Diraihnya remote televisi, mengecilkan volume agar tidak menganggu lelapnya Melanie. Masih dengan sebelah tangan memijat lembut tengkuk sang istri juga mata yang tertuju pada televisi, Shaw mengingatkan diri untuk memesan makan malam dan menyiapkan air mandi untuk Melanie.

Kecupan singkat dilayangkan pada kening sang istri. "Selamat tidur, Ann."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top