Reminder - GavinAsa
Gavin tidak ragu untuk mengingatkan Asakura betapa berharganya wanitaitu untuknya.
by rey_asha
"Bukankah sudah kubilang untuk hati-hati?"
Gavin meringis dengan nada tajam yang digunakan oleh Asakura. Ia pasrah, membiarkan sang istri membalut luka memanjang yang menggores lengannya. Tidak peduli seberapa sering ia menenangkan Asakura bahwa lukanya tidak sesakit itu, bahwa ia pernah mengalami sesuatu yang lebih menyakitkan, wanita itu tidak peduli.
"Aku baik-baik saja," ujar Gavin. Punggung tangannya mengelus pipi sang istri, mengernyit tidak suka mendapati sudut mata Asakura memerah. "Jangan menangis."
"Kalau begitu jangan sembrono," hardik Asakura.
Gavin menghela napas. Biasanya Asakura akan bereaksi lebih tenang, mengomentari sikapnya yang ceroboh dan tidak ragu melemparkan diri dalam bahaya. Biasanya butuh lebih dari luka gores untuk membuat wanitanya menahan tangis. Biasanya sang istri akan menyambutnya dengan senyum kantuk—karena ia hampir selalu pulang tengah malam, alih-alih ekspresi merengut. Namun, ketika matanya menangkap kalender di meja samping sofa, tingkah aneh Asakura menjadi masuk akal.
September.
Setelah bertahun-tahun bersama dengan Asakura, ia menyadari hanya di bulan September suasana hati wanitanya bisa naik-turun secara drastis. Pengalamannya berkata Asakura akan lebih sering muram dibanding menebar senyum cerahnya di bulan ini.
"Sudah selesai," Asakura menepuk tangannya lalu membereskan isi kotak medis yang berserakan di atas meja. "Segera ganti bajumu lalu istirahat."
Ia meraih lengan Asakura yang beranjak menjauh. "Tunggu."
Sebelah alis Asakura terangkat seolah bertanya 'ada apa?'. Gavin tidak menjawab. Ia menarik istrinya mendekat, menaruh kotak medis kembali di meja sementara Asakura berada di pangkuannya.
"Aku baik-baik saja," Gavin mengulangi ucapannya, kali ini penuh penekanan. "Asakura... aku masih di sini. Aku bersamamu. Aku tidak kemana-mana."
Telapak tangannya membayangi wajah sang istri, menyalurkan seluruh afeksinya dalam tiap usapan ibu jari. Di bawah temaramnya lampu ruang tengah, Gavin menyadari bahwa cahaya tidak berpengaruh banyak dalam mengungkapkan keindahan pujaan hatinya, bahkan ketika sudut matanya memerah dengan dahi berkerut kesal. Baginya Asakura selalu memesona, tidak peduli wanita itu baru saja bangun tidur dengan piyama atau ketika wajahnya dirias dan mengenakan gaun mewah.
"Aku tahu." Asakura menggenggam tangan Gavin yang berada di pipinya lalu mengembuskan napas panjang. Iris keabuan itu tak berpaling dari rupa sang suami, kini melunak karena kasih sayang yang ditunjukkan Gavin. "Maafkan nada bicaraku tadi. Aku... aku hanya khawatir."
Gavin menyunggingkan senyum, isyarat bahwa ia tidak mempermasalahkan perubahan sang istri. Hatinya seolah diremas kuat, menahan desakan untuk mengukung istrinya dalam pelukan erat lantaran Asakura menggesekkan pipi pada telapak tangannya. Sisi lain Asakura yang muncul ketika bulan September datang. Manja.
"Aku suka tanganmu," celetuk Asakura tiba-tiba. Tangannya yang lebih kecil meremas jemari sang suami.
Gavin berdehem gugup, mengalihkan pandangan dari Asakura—yang entah kenapa hari ini tampak lebih menggemaskan dari biasanya. "Kenapa?"
Asakura menarik diri, membungkus kepalan Gavin dengan kedua tangannya. "Aku merasa aman tiap kali kau menggenggam tanganku. Tangan yang sama yang telah melindungi kota dan banyak orang dari balik layar. Karena itu aku ingin kau lebih berhati-hati, agar tangan ini bisa terus melindungi orang-orang dan menjagaku."
Kalah sudah. Gavin tunduk pada hasratnya untuk mendekap Asakura, menyerah pada keinginan egoisnya untuk melayangkan serentetan kecupan kecil pada wajah yang terus membayanginya.
Tawa geli Asakura memancing senyumnya. Bangga pada dirinya sendiri karena berhasil memperbaiki suasana hati sang istri yang beberapa saat lalu muram. Tidak diindahkannya protes Asakura tentang lukanya yang akan terbuka jika ia terlalu banyak bergerak. Saat ini, atensi Gavin hanya berpusat pada poros dunianya, selalu begitu sejak dulu.
"Hentikan dulu," kekeh Asakura seraya mendorong bahu Gavin, "boleh kuberi pertanyaan yang sama?"
"Hm?"
"Apa yang kausuka dariku?"
Meski sedikit, Gavin mendengar nada tidak percaya diri tersisip dalam pertanyaan Asakura. Entah untuk yang keberapa kalinya, Gavin berharap ia mampu mengusir pikiran-pikiran tak perlu, suara penuh penghakiman maupun memori menyakitkan dalam pikiran sang istri.
Gavin tersenyum simpul. Netra senada madunya bertemu dengan iris keabuan Asakura. Jawabannya diucapkan tanpa keraguan. "My favorite thing about you is your existence."
Penjelasannya bisa diungkapkan nanti. Saat ini Asakura perlu tahu bahwa apapun yang terjadi, bagaimanapun keadaannya nanti, wanita itu tidak akan pernah kehilangannya. Karena tanpa Asakura sadari, eksistensinya adalah alasan Gavin bertahan hidup hingga hari ini.
Kekehan lolos darinya ketika Asakura mengerang dengan wajah memerah. Lengannya melingkar di pinggul Asakura kala wanita itu menyembunyikan wajahnya yang merona di bahunya.
"I'm yours. Now and forever. You always have me."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top