Playful - SenAi
Ketika suasana hatinya ringan, yang ia inginkan adalah melihat betapa manisnya Ainawa dengan wajah merona.
By
"Sudah berapa kali kubilang untuk mengeringkan rambutmu dulu?"
Senkuu menghela napas panjang ketika lagi-lagi mendapati Ainawa masuk ke ruang kerjanya dengan rambut yang basah. Ia mendengkus kecil kala Ainawa hanya mengulas senyum tak bersalah. Sudah mengantisipasi bahwa istrinya akan keras kepala dengan kebiasaannya, Senkuu mengambil handuk yang tersampir di punggung kursinya lalu memberi isyarat pada Ainawa untuk mendekat.
Ainawa menurut, duduk di sofa tepat di hadapan Senkuu. "Maaf."
"Bukan masalah besar," sahutnya cepat. "Tapi aku mulai berpikir. Jangan-jangan kau sengaja tidak mengeringkan rambut agar aku yang melakukannya untukmu?"
"Tidak." Ainawa buru-buru menggeleng, memancing kekehan geli Senkuu. "Tidak ada yang begitu. Aku memang malas, kan bisa kering alami."
"Yakin?" Alis Senkuu bergerak naik-turun dengan sirat menggoda.
"Benar kok," sembur Ainawa memerah. "Kalau tidak suka ya tidak usah dilakukan."
Senkuu tergelak. Memandangi telinga Ainawa yang perlahan memerah juga raut sang wanita yang merona membangkitkan rasa kepuasan yang sulit dijelaskan dalam dirinya. Jika bisa memilih satu hal yang paling ia gemari selain sains, maka menggoda Ainawa hingga batasnya menduduki posisi pertama.
Ia menahan bahu Ainawa yang beringsut menjauh, meminta wanita itu untuk tetap ditempat tanpa suara. "Kau marah?"
Ainama membuang muka. "Tidak."
"Lalu kenapa tidak melihatku?"
Ia terkekeh kala Ainawa memilih bungkam. Sikap yang biasa dilakukan ketika wanita itu kehabisan kata-kata untuk membalas ucapannya. Senkuu bangkit meninggalkan sofa, berjalan menunju meja kerjanya diiringi dengan tatapan penuh tanda tanya dari Ainawa. Merogoh tasnya, ia ingat Akemi memberikan setoples kue cokelat siang tadi.
"Aku tahu kau tidak akan memberikan apapun pada Ainawa di hari kasih sayang, jadi kuwakili saja." Itulah alasan yang diberikan Akemi. "Jangan lupa berikan dengan senyumanmu. Senyuman, Senkuu. Astaga kenapa kau malah menyeringai seperti penjahat utama di film laga?!"
'Aku bersumpah wanita itu lebih suka merecoki hubunganku dengan Ainawa daripada memikirkan penelitiannya sendiri.' Senkuu menggerutu dalam hati.
Ia menyerahkan toples berukuran sedang itu pada sang istri. Senyum tipis terpatri saat Ainawa menerima pemberiannya dengan antusias. Wanita itu menyambar toplesnya dengan senyum sumringah, binar di mata cokelatnya begitu bersinar hanya dengan melihat kue cokelat. Senkuu menggeleng pelan, perubahan suasana hati Ainawa yang cukup drastis benar-benar menggemaskan dalam pandangan subjektifnya.
"Kau langsung tersenyum saat melihat kue cokelat," ejek Senkuu kembali pada posisinya di belakang Ainawa.
Ainawa mencibir. "Siapa yang tidak senang kalau dikasih makanan kesukaan?"
Senkuu menghentikan pergerakan tangannya mengeringkan helaian jelaga Ainawa, memiringkan kepala untuk menatap wanita itu lalu mengangkat sebelah alisnya. "Jadi kau lebih suka dengan cokelat daripada aku?"
Senkuu mengulum senyum, menelan kembali kekehan yang berada di ujung lidah saat Ainawa gelagapan menjawab pertanyaannya. Wanita itu menggeleng lalu terdiam sejenak sebelum memalingkan wajahnya yang memerah ke arah lain tanpa menyanggah ucapannya.
Tentu ia tahu posisinya di dunia Ainawa menempati posisi teratas. Namun kadangkala Senkuu enggan menahan diri untuk tidak menjahili wanita berkacamata itu. Bahagianya sederhana. Percobaan yang membuahkan hasil juga Ainawa berada dalam suasana hati terbaiknya sudah cukup menyenangkan hati Senkuu.
"Jadi?" Senkuu bertanya ulang. "Kau lebih suka dengan cokelat atau aku?"
"Tidak bisa dibandingkan!" Ainawa memasukkan satu keping kue ke dalam mulutnya. "Kau kan manusia, masa mau dibandingkan dengan makanan?"
"Poinnya adalah kesukaan." Senkuu kembali berucap sembari memijat kepala Ainawa dengan gerakan ringan. "Mana yang lebih kausukai? Aku atau cokelat?"
"... kau."
Senkuu berdehem pelan. "Apa? Aku tidak bisa mendengarmu."
"Kubilang aku memilihmu." Ainawa menoleh dari bahunya dengan alis mengernyit. "Jangan salah sangka. Kalau aku memilihmu, aku bisa dapat keduanya."
Senkuu terkekeh kecil, mengusak rambut Ainawa lembut sebagai hadiah lantaran berkata jujur. Ia menyampirkan handuk ke punggung sofa kemudian mencondongkan tubuh untuk menghirup wangi sitrus yang khas dari Ainawa, membiarkan wanita itu menyantap kuenya dengan tenang.
"Omong-omong." Senkuu menarik diri, duduk di samping Ainawa dengan seringai jahil terulas. "Ukyo memberitahu kalau ada yang menarik siang ini?"
Dahi Ainawa mengerut beberapa saat, berusaha mengingat kejadian apa yang Senkuu maksud. Batinnya tergelitik saat Ainawa menyembunyikan wajah di balik toples kue, hanya matanya yang terlihat, menatap balik ke arahnya.
"Kau... tahu?"
"Tentang kau yang khawatir karena Akemi tidak masuk beberapa hari dan tidak memberi kabar lalu kau memberondong Ukyo dengan pertanyaan apakah Akemi baik-baik saja?" papar Senkuu menyeringai. "Ya, aku tahu."
"Tidak usah diperjelas begitu!" sergah Ainawa malu. "Memangnya tidak bisa tidak menjahiliku sehari saja?"
"Dan melewatkan wajah merahmu? Mana mungkin."
"Aku cuma khawatir tahu," Ainawa berdesis. "Tidak biasanya Ake-nee menghilang begitu saja. Kupikir terjadi sesuatu padanya."
"Kenapa tidak tanya padaku? Aku kan rekan satu timnya?"
Ainawa melirik tajam Senkuu yang tampak pongah. "Mana kepikiran. Aku terlanjur khawatir."
Senkuu mendekatkan wajahnya dengan wajah Ainawa. Sudut bibirnya tertarik lebih dalam saat wanita itu sedikit menarik kepalanya, memastikan agar ujung hidung mereka tidak bertemu. Netra senada darahnya mengunci iris kecokelatan Ainawa yang berkilat bingung. Ada sesuatu yang mengusik rasa ingin tahunya dan ia berniat untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang tiba-tiba terbesit.
"Kalau aku yang menghilang, apa kau akan sama khawatirnya?" Pertanyaan itu terlontar dengan nada berbisik, tapi tak mengurangi intensitas kesungguhannya.
Menyadari ia keseriusannya, garis wajah Ainawa mengeras. Dengan keberanian yang datangnya entah darimana, Senkuu pasrah saat Ainawa menangkup wajahnya dengan sebelah tangan.
"Aku akan lebih cemas, Senkuu-kun," ujar Ainawa memberi penekanan pada tiap penggalan kata yang terucap. "Bagaimana bisa aku tidak gusar saat kau hilang? Dasar aneh."
Senkuu lagi-lagi mengulum senyum. Diam-diam mematri rupa Ainawa yang serius dan menyimpannya dalam folder memori dalam kepala. Hanyut dalam suanasa yang tercipta, Senkuu membiarkan bagian dirinya yang paling jarang diperlihatkan, muncul ke permukaan.
'Aku pun merasakan hal yang sama.' Batinnya sebelum menyapukan bibir di kening Ainawa malam itu. 'Menggemaskan.'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top