Morning - ShawMela
Melanie berniat untuk bangun pagi lalu membereskan rumah setelah minggu yang melelahkan, tapi sepertinya Shaw punya ide lain.
by rey_asha
Shaw mengerang protes saat seseorang berulang kali memanggil namanya. Dalam hati mengutuk matahari yang begitu cepat menggantikan bulan di langit—setelah apa yang mereka lakukan semalam, Shaw berharap malam berlangsung lebih lama. Tangan yang sebelumnya memeluk bantal kini beralih menggenggam tangan yang menangkup wajahnya, masih tidak berhenti untuk memanggil namanya—membujuknya untuk bangun dan melepaskan rengkuhan.
"Apa? Aku masih mengantuk."
"Banyak yang harus dilakukan hari ini," Melanie mencebik. "Jangan samakan aku dengan dirimu, pemalas."
Shaw mengangkat kepalanya dari bantal, tampak tak senang dengan usaha Melanie untuk melarikan diri dari pelukannya. "Hari ini adalah hari libur. Apa susahnya untuk bersantai sebentar?"
Melanie mendengus kecil. "Selama kau dinas, aku tidak sempat melakukan apapun karena sudah mau masuk minggu ujian. Kalau kau tidak sadar, rumah seperti kapal pecah sekarang."
"Mana sempat memperhatikan rumah kalau fokusku hanya padamu." Seringaian jahil terulas di bibir Shaw. Iris kecokelatannya menelisik tubuh Melanie dengan kilat gairah yang sama yang berkobar semalam saat penampilan Melanie mengusik hasratnya. "Lagipula, apakah kau bisa berjalan setelah semalam...?"
Melanie terkesiap seakan baru menyadari keadaan mereka berdua. Netra karamelnya memandangi Shaw, segera memalingkan wajah kala mendapati garis panjang kemerahan di punggung sang pria. Bagai mengerti apa yang dipikirkan istrinya, seringai Shaw kian mengembang.
"Kenapa memandangku begitu?" Pria berhelai merkuri itu kian mengeratkan rengkuhan, meremas pinggang istrinya. "Mau lagi?"
"Diam!"
Shaw terkekeh puas, melindungi diri dari serangan beruntun Melanie yang memukulnya dengan bantal. Segera menangkap pergelangan tangan sang wanita, Shaw langsung mengambil alih bantal agar tak lagi bisa dijadikan senjata. Alih-alih beradu pandang, Shaw tertawa ketika Melanie langsung menyembunyikan diri di dalam selimut kala mereka bersitatap.
"Kenapa sembunyi?" Shaw berusaha mengangkat selimut yang menutupi rupa istrinya, tapi segera ditepis oleh sang wanita. "Kau tahu aku bisa masuk ke dalam selimut dan melihat wajahmu, kan?"
"Jangan menggodaku sehari saja, bisa tidak!?"
"Tidak," sahut sang pria pongah. "Habis kau menggemaskan. Mana tahan."
Melanie menyembulkan kepala dari balik selimut. Netra kecokelatannya berkilat kesal dengan dahi mengernyit. Tak terpengaruh dengan bagaimana Melanie memandangnya, Shaw semakin mengeratkan dekapan, membawa wanitanya lebih dekat. Sebelah tangannya yang lain terjulur, memainkan helaian jelaga sang istri.
"Aku mengantuk kalau kau memainkan rambutku begitu," Melanie melayangkan protes, tapi tak digubris. "Shaw."
"Sengaja. Biar kau tidur lagi," tukas pria dengan rambut merkuri itu. "Semalam cukup melelahkan, kan?"
Melanie mendengus kecil. "Memangnya salah siapa kalau aku sampai kelelahan?"
"Ya salahku. Kau pikir aku akan membiarkan pria lain menyentuhmu?"
Iris kecokelatan Shaw mengunci netra karamel Melanie. Dalam heningnya pagi, dunia seolah berpusat pada satu sama lain. Kerinduan yang terpendam kala sang pria pergi juga kehangatan yang kini menyelimuti bagai membuang segala kata yang berada di ujung lidah. Di bawah cahaya mentari, Shaw bagai melihat halo pada sang istri. Garis wajahnya melembut tanpa bisa ditahan, memuja pesona Melanie dalam hati.
"Kenapa memandangku begitu?" tanya Melanie sangsi.
"Galak sekali," dengus Shaw. "Kalau terus berprasangka buruk padaku, sepertinya strawberry cheesecake yang kubeli semalam kuberikan pada orang lain saja."
Ekspresi Melanie mencerah diikuti dengan binar pada netra karamel yang memancarkan ketidak sabaran untuk mencicipi makanan favoritnya. Masa bodoh tentang larangan makan yang manis untuk sarapan. Setelah minggu yang panjang, Melanie merasa ia berhak mendapatkan hadiah kecil, terlebih saat Shaw yang membelikannya.
Shaw menghela napas panjang. "Giliran cheesecake kau langsung antusias."
"Tentu saja," Melanie menyingkap selimut, berniat untuk segera pergi ke dapur. Namun wanita itu mengerang lemah saat bagian bawah tubuhnya terasa ngilu.
"Masih yakin bisa jalan?" Shaw menumpukan dagu pada kepalan dengan seringai congkak, membalas tatapan kesal Melanie dengan sebelah alis terangkat. "Jangan marah padaku. Kau juga meminta lebih semalam."
Sungguh, jika bukan karena pria yang berbaring itu adalah suaminya, Melanie bersumpah sudah memukulnya dengan patung pahatan mahasiswanya sejak dulu. Kejengkelannya kian memuncak kala Shaw mengangkat bahu acuh tak acuh, masih dengan seringai jahil terpatri.
"Shaw. Tanggung jawab! Aku mau makan cheesecakenya." Melanie memukul bahu sang suami yang tertawa puas. "Shaw!"
"Iya, iya. Dasar bawel," gerutu sang pria sambil mengusak rambutnya. "Padahal aku lebih suka kau meneriakkan namaku seperti beberapa jam lalu."
Shaw beranjak dari posisi berbaringnya, melirik Melanie yang membuang muka untuk menyembunyikan semburat merah. Tanpa membereskan letak selimut yang berantakan, ia memutari ranjang lalu berlutut di hadapan Melanie. Mengabaikan pekikan protes Melanie, Shaw menggendong tubuh mungil istrinya ke dapur.
Ia meringis saat kakinya bersentuhan dengan lantai yang dingin. Rengkuhannya mengerat ketika tubuh Melanie gemetar sambil membisikkan kata 'dingin' sebagai usaha untuk menghangatkan tubuh wanitanya. Langkah konstannya menggema di kediaman mereka yang tidak seberapa besar.
"Turunkan aku."
"Tidak mau. Kan kau susah berjalan."
"Turunkan aku!"
Shaw melayangkan kecupan ringan di pelipis Melanie. "Kau suka digendong seperti ini, akui saja."
Mengeratkan rengkuhan pada leher sang suami, Melanie menyusupkan wajah di bahu prianya selagi Shaw mengambil kotak kue yang ia beli semalam. Menyodorkan garpu pada Melanie yang langsung menyambar tidak sabar, Shaw mendudukkan sang istri di pangkuannya. Tatapan tidak berpaling dari Melanie yang menyuap potongan cheesecake lalu mendesah puas.
"Ann," panggil Shaw yang menopang dagu di bahu sang istri, menjejaki sepanjang kulit dengan bibirnya "Setelah ini, aku yang sarapan ya?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top