Little Butterfly - LuciRhe
Bagi Lucien yang sudah melewati berbagai masa, tidak ada gunanya mengenal apa itu cinta. Namun, ketika mengenal Rhea, tanpa sadar dia sendiri melanggar janjinya.
By Heaira_Tetsuya
"Profesor Lucien? Kau sudah datang?" ujar Rhea singkat setelah mendapati sosok lelaki jangkung berada di dalam ruangan. Lawan yang ditanya hanya mengangguk.
"Begitulah. Aku tidak mungkin telat untuk pertemuan kali ini." Lucien berdiri, memberi gestur agar Rhea duduk di sebelahnya. Maka perempuan itu menuruti.
"Jadi, materi apa yang kau bawa kali ini?" tanya Lucien kala melihat Rhea mengeluarkan laptop dan buku catatan. Seperti biasa, perempuan itu akan mencatatat beberapa hal dari pembicaraan mereka, lalu menggunakannya sebagai bahan untuk membuat cerita.
Benar, dia yang merupakan ilmuwan penganut fakta tengah membantu novelis untuk merancang fiksinya.
"Tentang teori parallel universe," ucap Rhea setelah melihat catatan terakhir yang dia tulis, "sepertinya aku salah memasukkan perihal ini ke dalam ceritaku, karena aku tidak mengerti sama sekali."
"Tapi kali terakhir aku membaca ceritamu, aku sudah menduga kau menggunakan dasar ini. Jadi kukira kau memang sudah merencanakannya dari awal, Little butterfly."
Rhea menggeleng seraya tersenyum miris, "aku bahkan tidak sadar ada yang seperti itu. Niat awalku adalah membuat romansa antara dua ilmuwan, tetapi makin ke sini malah menjadi fiksi sains. Tapi anehnya, semuanya berkesinambungan. Jadi aku pikir untuk meneruskannya saja."
Lucien mengangguk singkat dengarkan itu. Mirip dengan makanan sehari-harinya ketika variabel tak terduga muncul dalam penelitian yang sedang dia lakukan. "Kalau begitu, langsung kita mulaikan saja."
Maka keduanya memulai obrolan, dengan Rhea yang lebih banyak bertanya ini itu. Lucien pun berikan jawaban berdasarkan pengetahuannya. Bahkan tidak segan untuk mengoreksi draft yang sesekali Rhea tulis sebagai kesimpulan dari poin yang dibicarakan.
Lucien diam-diam memerhatikan itu semua. Bagaimana Rhea yang kebingungan dengan penjelasannya, binar ketika dia paham, dan semangat yang disalurkan melalui ketikan. Seperti sebuah flip book singkat tapi langsung menjadi memori terdalamnya.
Tangan lelaki itu maju, sampirkan anak rambut yang menjuntai ke belakang telinga Rhea. Buat sang hawa langsung terdiam sebentar, lantas menoleh dengan semburat kemerahan pada wajah.
"Kalau tidak disingkirkan, itu akan mengganggu penglihatanmu, Little butterfly," ucap Lucien yang menerjemahkan tatapan Rhea sebagai tanda tanya atas perlakuannya.
Hal itu membuat Rhea menghela napas singkat. "Profesor Lucien, aku tidak bermaksud mengacaukan perasaanmu, tapi mengapa sejak kita bertemu, kau selalu memanggilku dengan sebutan itu? Walaupun itu tidak menggangguku, tapi tetap saja aku penasaran."
Wajar Rhea menanyakan itu. Sebab semenjak dia membuat persetujuan dengan Lucien untuk memintanya sebagai konsultan sains atas novel yang dia buat, lelaki itu begitu cepat akrab dengannya. Bahkan sudah membuatkan nama panggilan khusus di saat mereka baru mengenal beberapa minggu. Bagi Rhea, aneh jika dia tidak menotis hal semencolok itu.
Tatapan keduanya beradu. Netra cokelat dengan violet kunci satu sama lain, coba terjemahkan apa yang ditemukan. Tidak melihat adanya keinginan untuk mengalah dari lawan, maka Lucien putuskan untuk alihkan pandangan terlebih dahulu. Lantas embuskan napas dan kembali tersenyum seperti biasa.
"Aku hanya merasa kau cocok dengan konotasi itu."
Bohong, Lucien tahu panggilan itu hanya untuk Rhea.
"Oh, aku kira karena kau teringat dengan seseorang."
Benar, tepatnya dengan Rhea itu sendiri.
"Mengapa kau simpulkan seperti itu?"
Memancing, Lucien mengharapkan mimpinya menjadi kenyataan.
"Bukannya itu sudah pasti? Kau tidak mungkin langsung memberikan nickname kepadaku yang baru kau kenal, kecuali karena aku mengingatkanmu kepada orang lain yang kebetulan saja mirip denganku."
'Tidak, Rhea. Bukan mirip, tapi memang dirimu.'
Lucien sekali lagi mengangguk, setuju dengan alasan itu. Buat mata Rhea memicing. Rasa penasarannya kini berganti arah, bukan lagi ke draft cerita melainkan alasan lebih dalam dari panggilan itu. Penasaran akan bagaimana sosok yang Lucien lihat pada dirinya.
"Jadi benar ya. Apakah dia keluargamu?"
"Dia istriku, tapi dia sudah terlebih dulu dipanggil ke atas."
Rhea mengerjap dengarkan informasi yang didapat. Seingatnya, Lucien masih berstatus lajang pada data yang dia dapat. Apakah sengaja diubah? Terlebih mendengar lanjutannya itu. Alhasil Rhea merasa bersalah.
"Jangan memasang raut seperti itu," ujar Lucien begitu menyadari air wajah Rhea, "setidaknya aku tahu kami bahagia, jadi aku merelakannya."
Tidak akan pernah bisa.
"Begitu ya. Pasti kau sangat mencintainya, Profesor." Rhea pun tersenyum kecil kala mengatakan itu, undang sedikit nyeri pada perasaan Lucien.
'Aku memang sangat mencintaimu, Rhea. Selalu.'
Mereka kemudian kembali ke topik utama. Walau sesekali terdengar celetukan Rhea yang mengatai Lucien sebagai penggombal karena rayuannya, setidaknya hari itu mereka habiskan bersama.
=====
Seharusnya Lucien tidak mengharapkan apa-apa. Seharusnya dia tidak terlena akan Rhea, padahal sudah jelas bagaimana permainan yang dilakukan oleh Semesta. Pola berulang untuk permainan yang sama dan bisa-bisanya dia terus terjebak di antaranya. Bagi Lucien, Rhea seolah menjadi kutuk dan berkah baginya.
Semuanya terjadi begitu cepat. Tidak peduli dengan gelas kopinya yang terjatuh dan pecah berantakan, Lucien langsung bergegas dengan mobilnya menuju sebuah lokasi kecelakaan beruntun yang dia lihat di televisi. Dia tidak bisa abai ketika sorotan kamera menangkap sosok yang amat dia kenali bersimbah darah. Dia harus memastikan itu dengan matanya sendiri.
Di lokasi kejadian, hatinya mencelos melihat matanya tidak berbohong. Wajah dari sosok yang dimasukkan ke dalam kantung jenazah itu adalah wajah sama yang tersenyum kecil ketika dia menjawab pertanyaannya kemarin. Seiring dengan bagian belakang ambulans yang ditutup, dunia seolah runtuh di atas Lucien.
Tanpa pikir panjang, dia segera menyusul ambulans tersebut.
=====
Lagi-lagi hujan ketika Lucien mengunjungi tempat ini. Tempat penuh batu nisan yang dia sembunyikan dengan rapi di di balik sebuah perbukitan. Tempat di mana hanya satu nama yang terukir pada setiap penanda, tapi dengan nomor yang berbeda; Rhea Crawford.
"Kita akan bertemu kembali dalam waktu singkat, Little butterfly. Aku yakin itu," ucap Lucien seraya meletakkan sebuket kecil bunga di depan nisan bernomor 75. Bunga kesukaan dari ke-75 Rhea-nya.
Ingatannya kembali ke hari kemarin. Saat dia berusaha keras memanipulasi semua pihak agar jenazah Rhea bisa dia miliki. Agar dia bisa menyatukannya dengan Rhea yang sebelumnya di tempat ini. Hal yang sama sudah dia lakukan 75 kali selama tiga kali abad berganti. Waktu yang begitu singkat untuk jumlah pertemuan dan perpisahan sebanyak itu.
Matanya kemudian menangkap seekor kupu-kupu yang berteduh di bawah rerimbunan daun, tak jauh dari posisinya. Membuat dirinya teringat akan alasan mengapa dia memilih panggilan itu untuk Rhea.
Karena Rhea-nya dan kupu-kupu itu sama. Sama-sama indah, tapi tak pernah dia miliki dalam waktu lama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top