Kembali - ShawMela
Jika aku merindukannya, aku terngiang suaranyadi dalam ingatan masa lalu.
"Aku kangen Shaw."
Kalimat itu tiba-tiba keluar dari balik bibir Melanie ketika dia sedang bertopang dagu, menatap hujan deras yang mengguyur dari balik jendela. Suaranya agak pelan, meskipun tidak ada siapapun di dalam ruangannya. Bunyi rintikan hujan dan guntur kali ini menemaninya. Seharusnya, ruangan mereka ramai karena keberadaan Shaw.
Sudah 3 tahun lewat begitu saja sejak awal pertemuan mereka dan tidak terasa saja waktu berjalan begitu cepat. Meskipun ada sedikit masalah karena Shaw yang memang mengesalkan dari sananya, perempuan itu tetap menyayanginya dan tidak pernah mengurangi rasa cintanya.
Untuk pertama kalinya, Shaw tidak bisa dihubungi dalam sebulan. Tidak ada kabar juga dari keberadaan sosial medianya, seakan-akan eksistensinya hilang. Awal-awalnya, Melanie tidak memikirkan yang buruk, menganggap Shaw sibuk dengan tugas yang banyak. Dia ingat Shaw sempat menyebutkan bahwa dia akan ada performance di beberapa tempat jadi dia tidak bisa mengunjungi Melanie. Nomor telponnya tidak bisa dihubungi. Tidak mungkin juga nomornya dinonaktifkan oleh pihak operator.
Otome game yang biasa dimainkannya juga tidak bisa menyembuhkan perasaan hatinya sekarang. Para lelaki tampan itu malah terus-terusan mengingatkannya pada Shaw. Adegan mesra di dalam game malah membuat Melanie terpikirkan suatu hari saat dia bisa seperti itu dengan Shaw nanti.
Dalam hatinya, Melanie juga tidak bisa menyangkal kalau akhir-akhir ini dia sangat sibuk dengan tugas yang menumpuk. Dia hanya membuka sosial media jika diperlukan saja atau untuk kebutuhan kerja dan tidak sempat menghubungi Shaw. Badannya sudah lelah karena bekerja dari pagi hingga malam, bisa saja Melanie sakit jika tidak menjaga tubuhnya dengan baik.
Manik coklatnya menatap ke arah meja makan di dekatnya. Melanie membuat hotpot khas daerahnya, Chongqing, untuk mengingat Shaw. Setiap sebulan sekali, mereka akan makan hotpot bersama di rumah, apalagi saat musim hujan datang. Tanpa keberadaan lelaki itu, mau bumbu dan cara masaknya sama dari dulu, indra pengecap Melanie membuat makanannya terasa hambar. Teh manis hangat yang dibuatnya pun ikut tawar.
Dia masih ingat jelas setiap kali Shaw yang selalu merebut porsi dagingnya atau terkadang menyuapinya dengan sayuran. Terkadang kalau Shaw sedang ada baiknya, dia yang menyuapi Melanie selama makan hotpot meski perempuan itu berusaha menolak karena malu. Mengingat masa-masa itu membuatnya sedikit tertawa karena benar-benar pengalaman yang tidak bisa dilupakan, apalagi mengingat pembicaraan mereka selama di meja makan.
Shaw tidak pernah berhenti bercerita tentang pengalamannya ketika pergi bekerja atau ngeband. Mau itu pengalaman menyenangkan atau tidak, dia akan terus menceritakannya tanpa henti. Mungkin untuk kali ini, Melanie tidak bisa mendengarkan celotehan panjang Shaw, atau kesal karena ejekan Shaw setiap mereka menikmati hotpot.
"Apaan sih, mungkin lagi sakit aja," gumam Melanie, menggelengkan kepalanya cepat. Tapi, kedua pipinya telah merona karena malu memikirkan kekasihnya terus menerus.
Niatnya Melanie adalah membereskan hotpot-nya secepat mungkin dan segera istirahat. Ada beberapa daging dan bahan-bahan lain yang masih disimpan buat nanti. Situasi seperti ini enaknya memang tidur lama dan tidak memikirkan kewajibannya. Berharap ketika masuk ke alam mimpi, dia bisa bertemu dengan Shaw.
Seharusnya sih, begitu.
Melanie lupa satu hal, yaitu mengunci pintu rumah. Efek lelah dan overthinking-nya membuat dia lupa beberapa hal dasar di dalam rumahnya. Siapapun bisa masuk ke dalam ruangannya kalaupun ada niat jahat, tapi tidak untuk hari itu.
Setengah jam telah lewat dan seorang laki-laki jangkung mengetuk pintu rumah beberapa kali dari luar. Tidak lain lagi, dialah Shaw Ling yang selalu ditunggu-tunggu oleh Melanie. Dia tidak tahu jika pintu tidak dikunci oleh Melanie dan baru sadar ketika dia mencoba untuk membuka pintunya perlahan. Shaw langsung melihat ke arah kunci pintu yang masih tergantung di lubangnya dan terfokus pada gantungan kunci khas milik kekasihnya.
"Mel?" Shaw memanggil namanya, tapi tidak ada sahutan. Pemilik nama Melanie itu sudah lelap dalam tidurnya.
Shaw tidak menyangka juga Melanie tidur ketika dia datang. Manik kuning sawonya berpindah atensi ke alat-alat hotpot yang mereka gunakan untuk makan setiap bulannya. Tidak heran juga, karena di luar juga sedang hujan deras. Dia belum sempat makan di luar karena tahu kekasihnya sudah siapkan makanan yang jauh lebih sehat.
Tangannya mencoba untuk mengguncang tubuh Melanie pelan, membangunkan sang asisten dosen. Hasilnya nihil, dia masih tertidur. Sepertinya tidak ada jalan yang elegan untuk membangunkannya, sepertinya sudah banyak cara yang dia gunakan selama ini untuk membangunkan putri tidur selama mereka bersama.
Shaw menundukan badannya, mengecup bibir Melanie singkat. Kedua matanya terbuka perlahan dan langsung terfokus pada figur laki-laki berambut abu kebiruan itu. Tidak lain lagi dialah Shaw Ling yang dia tunggu-tunggu selama ini.
Melanie mengernyitkan dahinya, mengapa rasanya begitu nyata? Bukankah dia sedang bermimpi? Tunggu, mimpi macam apa yang bisa mencium bau keringat bercampur hujan dari luar?
"HAH, SHAW?!" Melanie membelalakan matanya. Pantas saja rasanya bukan seperti mimpi.
"Selamat sore putri tidur, kamu tidak mengunci pintumu. Maaf kalau aku tidak menghubungimu, hpku sempat rusak ketika aku di Shanghai, dan aku belum sempat memberikan kabar kemarin kalau aku pulang." Shaw menyunggingkan senyumannya, mengelus puncak kepala kekasihnya lembut.
Ini bukan mimpi lagi, ini benar-benar suara Shaw Ling. Melanie merasukan jantungnya berdetak kencang karena dikejutkan oleh keberadaannya, apalagi dia baru mengumpulkan kesadarannya setelah tenggelam dalam mimpinya sekian lama. Emosinya bercampur aduk, antara senang, sedih, entah bagaimana Melanie bisa mendefinisikannya.
Air matanya berlinang, memeluk erat Shaw. Suaranya yang menyebalkan itu membuatnya rindu, hingga dia tidak bisa menahannya lagi. Bisa merasakan pelukan balasan dari Shaw dan mendengarkan ucapan-ucapan untuk menenangkannya di daun telinganya sudah cukup menenangkan hatinya yang kesepian lama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top