Jealousy - SenAi
Ainawa merasa bahwa Senkuu yang akhir akhir inimejauh darinya ternyata sedang menahan rasa cemburu.
Ainawa tersenyum saat kedua netra bertemu dengan figur sang suami. "Sudah siap?" ucap Senkuu pada Ainawa. Wanita itu mengangguk dengan penuh antusias kala tangan besar Senkuu terjulur menangkap tangan yang jauh lebih kecil darinya.
Sebelah tangan Senkuu membelai surai kelam yang tertata begitu rapi, memainkannya di antara jari jarinya, "Senkuu-kun?"
Pria itu tersadar dari tuturan pikiran yang terjadi dalam otak, "maaf, ayo kita berangkat."
"Apa yang kau pikirkan, Senkuu-kun?"
Senkuu hanya terdiam tak memberi Ainawa jawaban. Wanita itu hanya memperhatikan Senkuu dari sudut mata hingga pada akhirnya menghembuskan napas.
Jujur saja akhir-akhir ini Senkuu hanya terdiam jika Ainawa memberi suatu pertanyaan ringan. Membuat wanita itu sedikit merasa terpinggirkan, lantas hati yang merasakan gundah mulai menaruh rasa curiga. Seberapa keras logika yang berpikir, memutar segala pikiran rasional teracuhkan.
Manik hazel itu hanya memperhatikan tanah ia berpijak tak menyadari genggaman tangan yang semakin mengerat tak menginginkan Senkuu melepaskannya. "Senkuu-kun, jika ada sesuatu bisa bicara padaku ya?"
Senkuu menghentikan langkahnya membuat sang istri juga menghentikan langkah kecilnya, "tentu saja. Kenapa bicara seperti itu?"
"Aku hanya merasa Senkuu-kun akhir-akhir ini menjauh dariku." Ucapan Ainawa berhasil membuat dahi Senkuu mengernyit.
"Hanya perasaanmu saja." Tangan besar Senkuu kembali membelai pucuk kepala sang istri harap harap bisa membantu menyingkirkan perasaan negatif itu dari hati Ainawa.
'Benar hanya perasaanku saja.'
**
Kedai kopi yang terletak di ujung jalan menjadi destinasi awal kedua pasangan suami istri yang hendak mengakhiri hari libur. Sebuah kopi ditemani dengan beberapa jenis kue manis lalu dengan musik yang menari di dalam ruangan. Tak lupa dengan aroma vanila yang khas memberi rasa nyaman untuk menghabiskan waktu.
Ainawa mendudukkan diri pada dudukan sofa yang empuk, menunggu sang suami selesai memesan pesanan mereka. Tak lama Senkuu datang dengan nampan berisi pesanan yang ia dan Ainawa pesan.
Netra hazel milik Ainawa menatap Senkuu yang duduk berhadapan dengannya, jarang-jarang sang suami tidak duduk di sampingnya. Senkuu masuh sibuk menatap jalan raya, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut sang kepala keluarga Ishigami.
Jika perlu diingat memang Senkuu sering terdiam melamun hingga melupakan Ainawa yang berusaha mencari topik pembicaraan.
"Umm, Senkuu-kun? Apa kau baik baik saja?" ucap Ainawa menyadarkan Senkuu, Lagi.
"Ya tentu aku baik baik saja. Kenapa bertanya?"
"Akhir-akhir ini Senkuu-kun selalu terdiam melamun. Aku jadi khawatir." Senkuu yang mendengar itu lantas mengalihkan pandang sebelum pada akhirnya manik merah delimanya menatap manik hazel milik Ainawa.
"Ya kan? Lagi dan lagi Senkuu-kun pasti tidak mau berbicara. Bagaimana bisa aku tahu jika Senkuu-kun tidak cerita?" Dengan segera wanita bersurai kelam itu menggenggam tangan Senkuu yang terkepal, membuat pria itu terlihat sedikit lebih tenang.
"Maaf."
Hanya satu kata yang keluar dari mulut Senkuu. Sangat disayangkan pria itu tak ingin membuat sang istri ikut memikirkan apa yang ia pikirkan.
"Ayo cerita. Aku akan sangat senang jika Senkuu-kun bercerita." Kali ini Senkuu benar benar tak berani menatap manik hazel Ainawa, takut jikalau sang istri dapat membaca pikirannya.
"Bagaimana akhir-akhir ini? Apakah ada suatu yang spesial?" ucap Ainawa dengan riang, berusaha untuk membuat suasana tak ruam.
"Biasa saja kurasa. Tidak ada yang spesial."
"Ayolahh Senkuu-kun. Aku yakin pasti ada sesuatu yang menarik, bukan?"
Senkuu membuang napas dengan kasar, ia tak bisa selamanya memendam perasaan gundah yang sudah ia simpan seminggu terakhir. Pria itu bangkit dari tempat ia duduk, segera memeluk Ainawa dari samping membuatnya duduk di samping sang istri.
Ainawa yang terkejut dengan tindakan yang dilakukan Senkuu secara tiba-tiba hanya bisa terdiam menahan rona merah pada kedua pipinya.
"Maafkan aku, Ai. Akhir-akhir ini penelelitianku berakhir dengan buruk. Aku tidak bisa menemukan jawaban yang tepat," ucap Senkuu sembari menenggelamkan wajah pada bahu sang istri.
"Kenapa tidak bilang lebih awal? Aku bisa membantu—"
"Aku melihatmu dengan rekan kerjamu, jadi aku urungankan."
"...eh? Senkuu-kun bisa menghampiriku bukan?"
"Aku terlalu lelah untuk itu." Ainawa menatap Senkuu dengan penuh kecurigaan.
"Baiklah aku cemburu melihatmu dengan rekan kerjamu, lalu melihat dia mengusap kepalamu membuatku muak. Lain kali tak perlu berangkat."
"Kau adalah rekan kerjaku Senkuu-kun. Siapa yang akan membantumu nanti?" Ainawa tertawa ringan, "akan kubawa semua penelitianku pulang."
"Baiklah maafkan aku sudah membuat Senkuu-kun cemburu-"
"Ini bukan salahmu, salahku yang terlalu fokus dengan penelitianku hingga melupakanmu. Maafkan aku Ai."
Ainawa tersenyum manis, "kalau begitu Senkuu-kun tak perlu khawatir karena aku hanya mencintaimu, tak ada yang lain."
"Oh? Kalau begitu ayo pulang. Aku ingin tahu seberapa besar cintamu padaku." Senyum menggoda terpampang jelas pada wajah pria bermanik merah delima itu. Ainawa yang sadar apa maksud dari ucapan Senkuu dengan segera melempar tas yang berada di sebelahnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top