Im Lucky to Have You - TauMeli

Sinopsis :

Saat boneka salah satu anak hilang, Taufan dan Meli mencari solusi bersama.

by 

Hal paling mengecewakan bagi diri Taufan ialah ketika Meli tak tersenyum dan tampak murung. Oh tentu pria itu tahu dia tak boleh berdiam diri saja. Sedari dia tiba di Daycare, tak ada sambutan atau barangkali setidaknya senyuman kecil dari jarak pintu dengan ruang bermain. Masih dalam keadaan murung dan wajah ditekuk, sekarang belum memasuki jam istirahat. Taufan terus berada di samping Meli, melipir sebentar ke dapur untuk mengambilkan seloyang kue kering agar suasana murung di sekitar Meli membaik. Setidaknya dengan suara riang anak-anak. Meli tersenyum formal, mengangguk, kemudian berujar terima kasih.

"Belum cukup, dia kenapa sih?" cicit Taufan jadi badmood sendiri. Kemurungan kekasihnya yang menguar dan memenuhi ruang kekhawatiran membuat semangatnya merosot drastis.

Sesekali di jam masih mengurus dan menjaga anak-anak, dia akan mencuri waktu untuk mendekat. Taufan akan memotong jarak diantara mereka hingga kini mulutnya dengan telinga Meli berjarak beberapa senti. Membisik nyaris dengan suara rendah, "Ada apa? Kau sakit? Demam? Ada masalah? Siapa yang membuatmu murung? Aku? Aku ya?"

Sontak desisan itu membuat Meli terperanjat sesaat. Bukannya senang atau menumpahkan kegelisahan, Meli mendelik, menghela napas dan berakting seolah semuanya tak ada masalah di kala anak-anak menghampirinya dengan sebuah buku fabel.

Taufan murung: menunduk, menyalahkan diri. Pasti Meli murung karena kemarin ceri di atas kue ia makan!

"Kau ada waktu setelah ini? Aku—aku tak tahu harus cerita ke siapa." Tak terduga, Meli menghampiri setelah anak-anak digiring ke ruang makan untuk menyantap cemilan.

Mata bulat beriris biru Taufan berbinar senang. "Aku sungguh tersinggung kalau kau cerita ke orang lain." Kata terucap selanjutnya berisi wanti-wanti.

Meli sedikit menampilkan senyuman, yang kali ini manis dan damai. "Hum, maaf. Aku tak mau membebanimu."

"Omong kosong! Kemarin kau sudah membebaniku. Mengangkat lusinan tepung terigu."

"Bukan itu ih!"

Keduanya tertawa, pada reaksi dan lelucon ringan.

"Setelah anak-anak tidur siang. Mari, aku bantu segala kesulitanmu." Taufan tersenyum damai, meraih kedua tangan Meli kemudian diremasnya dengan ringan. "Segala masalah ada solusinya!" Senyuman lebar yang menguar mendamaikan setidaknya setengah dari kebingungannya Meli.

"Kalau begitu, tunggu di ruang tengah. Aku akan segera kembali."

•×•

Sekembalinya Meli ke ruang tengah, Taufan berdiri merentangkan tangan. Masih dalam jam kerja, tapi mumpung tidak ada siapa pun. Meli perlahan berjalan mendekat sampai menjatuhkan diri ke pelukan. Taufan sampai-sampai terduduk, yang barusan itu Meli seperti menyerahkan segala kegundahan untuk dibagi dua.

"Baiklah. Jadi, apa kegelisahanmu?"

"Boneka salah satu anak hilang di sini. Boneka dari mendiang ibunya. Aku tak bisa menemukannya di penjuru ruangan mana pun. Anak itu, Mei, sangat sedih." Wajah Meli ditenggelamkan ke dada Taufan, menceritakan permasalahan yang sebenarnya.

"Mei ya, dia tidak masuk hari ini. Pasti karena boneka itu juga." Taufan menatap langit-langit. Tangannya merayap mengelus surai cokelat sang terkasih.

Isak mengalir, terasa basah dan sesak dipandang. Taufan mendekap Meli begitu rengkuh.

"Ayo cari sekali lagi. Mungkin terselip di celah-celah! Atau nyangkut di bawah kursi barangkali meja! Dan jangan lupa cari di tempat tinggi, mungkin anak-anak main melempar waktu kau tidak memperhatikan. Sekarang. Tenangkan dirimu. Jangan panik. Kita bisa menghadapi ini. Kau tak sendiri." Kecupan diberikan ke kening Meli; lama dan penuh cinta.

Dada Meli merasa sesak, menangis kembali. Namun, di sela-sela itu, ada kehangatan dan rasa manis dari perkataan yang langsung terjun ke hatinya.

"Hm, ayo nanti kita mencari saat anak-anak dijemput."

Taufan merekahkan senyum lebar. "Tentu! Kita temani bermain anak-anak untuk sekarang!"

Setelah anak-anak bangun, penitipan anak tersebut kembali pada atmosfer yang damai dan menyenangkan. Meli hanya butuh kehadiran seseorang, ya terlebih Taufan. Membuatnya nyaman dan senang berkali-kali lipat.

°×°

Waktu pulang anak-anak telah tiba. Setelah beres semua orang tua menjemput, Taufan dan Meli bertekad untuk menemukan boneka itu hari ini juga!

"Semoga ketemu."

"Pasti ketemu!" Taufan menimpali dengan positif.

Namun, saat petang menyapa dan sudah tiga kali ruangan diperiksa, tak menemukan hasil yang dinginkan. Meli terduduk lemas di lantai, lantaran letih dan tertekan. Ah, bagaimana ini? Besok kalau bertemu Mei, dia pasti makin kecewa. Beberapa kali desahan lelah lolos dari bibirnya.

"Bagaimana kalau kita membuatkan boneka kelinci pengganti?"

Meli mengernyit, menolak dengan gelengan kepala.

Taufan mendekat dan memperlihatkan secarik foto. "Bonekanya seperti ini kan? Buatan tangan, kita bisa membuatnya bersama." Di dalam foto tersebut, ada anak usia empat tahun yang tersenyum lebar dengan boneka kelinci buatan tangan. Tampak sederhana si boneka itu.

"Bagaimana?"

"Tapi itu pemberian ibunya yang sudah meninggal ...."

"Hanya sementara sampai kita menemukan bonekanya. Mau, ya?"

"Baiklah."

Malam itu pun mereka begadang bersama membuat boneka kelinci dari kain sisa yang sewarna dengan yang aslinya. Keduanya saling berhadapan di lantai ruang tengah Daycare saat dentangan jam menunjukkan tengah malam. Meli terlelap, di tangannya tersaji boneka. Taufan memotong ujung benang, jadilah boneka serupa namun lebih kecil dan ada dua buah.

Saat esok tiba, Mei gembira mendapati boneka kelincinya.

"Kok, agak beda? Apa ya, seperti beda!" Mei menyadarinya lebih cepat dari dugaan.

Meli hendak menjelaskan, saat Taufan berjongkok memberikan dua boneka kelinci tambahan.

"Kelinci ini melahirkan dua anak. Tentu jadi tampak berbeda, bukan?" Senyum cerah Taufan mengirim rasa kepercayaan pada anak itu. "Jadi seperti baru!"

"Akhirnya kamu tidak sendirian, Strawberry!" Mei melompat senang. Setelah memeluk ketiga boneka barunya. Dia pun menerjang ke arah Taufan dan Meli.

"Kak Meli, Kak Taufan. Makasih udah jagain Strawberry sampai punya anak. Sayang kalian!"

The end

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top