Hot Chocolate - MaToru

Makoto yakin keputusannya untuk menawarkan cokelat panas mampu melunakkan Satoru.

By rey_asha 

"Aku pulang."

Makoto menutup pintu rumah dengan perlahan sembari menghela napas panjang. Daun-daun di pinggir jalan telah berguguran, menutupi tanah dengan warna kecokelatan, pertanda bahwa musim panas hampir berlalu. Udara yang kian dingin juga mulai menyambut datangnya musim gugur.

"Selamat datang!"

Bibirnya mengulas senyum tipis tatkala mendengar balasan dari dalam rumah. Makoto menanggalkan jaketnya di rak dekat pintu lalu melongok ke ruang tengah. Netra kemerahannya bersirobok dengan sosok gadis yang tanpa sengaja telah menjadi istrinya, tengah menunduk mengamati layar deskop—Makoto menduga, Satoru disibukkan dengan pekerjaannya lagi.

"Sejak kapan kau di sana?" tanyanya sembari melintasi kediaman mereka menuju dapur.

Satoru menggumam pelan, masih terdistraksi dengan sesuatu. "Sejak pagi kurasa. Ada sesuatu yang kukerjakan atas nama Shadow."

Makoto berdehem pelan lalu mengangguk kecil meski yakin Satoru tidak menoleh padanya. Ia membuka laci di dapur untuk mengambil mug dan sebungkus bubuk cokelat. Teringat dengan keadaan sang hawa, ia kembali menyembulkan kepala ke ruang tengah.

"Satoru, mau cokelat panas?"

"Boleh..." Lagi-lagi jawaban Satoru terdengar seperti orang yang tak menaruh atensi.

Makoto mengangkat kedua bahunya, terbiasa dengan sosok Satoru yang hampir selalu mengabaikan sekitar ketika pekerjaan berada dalam prioritas teratasnya. Ia kembali ke dapur, kali ini mengambil mug lainnya untuk sang hawa. Tangannya bergerak cepat mengambil sebungkus bubuk cokelat tambahan, bersenandung pelan sembari menunggu air mendidih.

Ia terkekeh ketika mendapati Satoru masih belum berpindah posisi. Bahkan kerutan di dahi maupun posisi jemarinya masih sama seperti beberapa menit yang lalu.

"Cokelat panasmu." Makoto menaruh mug yang berasa di sisi lain meja—jauh dari laptop Satoru tentu saja.

Seakan baru kembali ke realitas, Satoru terkesiap. Gadis itu menoleh ke arahnya dengan senyum tipis. "Terima kasih."

Tatapannya lekat memandangi Satoru yang meraih mugnya, menghirup dalam aroma cokelat kemudian menyesap cairan cokelat itu perlahan. Perasaan puas menjalari benak tatkala garis wajah Satoru perlahan melembut, gurat lelah yang membayangi bahu dan punggung gadis itu seolah-olah menguap—walaupun hanya untuk beberapa menit sebelum atensinya kembali tercurah penuh pada pekerjaan.

"Kau tahu dedaunan di luar sudah mulai berguguran, kan?"

"Iya. Memangnya kenapa?"

"Kalau luang, mau melihat bintang?"

"Hah?"

Makoto tersenyum percaya diri pada Satoru yang mengernyitkan alis. "Salah satu pelangganku bilang, langit di akhir bulan ini cukup cerah. Kita bisa melihat bintang tanpa perlu mendaki gunung dulu."

"Kenapa tiba-tiba?"

"Kurasa tidak ada salahnya mengambil napas sejenak. Memberi ruang di antara pekerjaanmu." Makoto melempar pandangan ke luar jendela. "Sayang sekali melewatkan pemandangan indah yang ditawarkan oleh alam sekali dalam setahun, kan?"

Satoru berdehem pelan, menimbang baik-buruk sebelum mengambil keputusan.

"Bagaimana? Kapan lagi bisa menikmati langit malam yang cerah bersama?"

Satoru menghela napas seraya mengangguk. "Boleh saja. Nanti kuatur waktunya."

Makoto mendesah puas. Dunia mereka mungkin tidak sepenuhnya bertaut. Hubungan di antara keduanya juga karena situasi paksaan oleh Shadow dan harapan sang Ibu. Namun, setidaknya Makoto berhasil mengikis jarak itu langkah demi langkah. Setidaknya mereka bisa meluangkan waktu bersama. Meski hanya sekedar janji yang dibuat ketika cokelat hangat melunakkan indra.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top