Halwa - OliRi

Summary: Besok, bahkan untuk ke depannya, bagi Oliver hanya Rhizu lah yang mampu membuatnya tergila-gila.

by

:::*:::*:::

Oliver memandangi rak yang biasanya menjadi tempat ia menyimpan bahan-bahan membuat kue, tapi ternyata sudah kosong tiada sisa. Padahal rencananya ia ingin membuat cupcake lagi untuk camilannya bersama Rhizu nanti.

"Rhizu-chan! Temani aku belanja, ya!" seru Oliver dari dapur. Mendengar tak ada sahutan, ia pun berjalan ke ruang tengah dan ternyata sang istri tengah menonton TV. Rhizu tampak fokus pada tontonannya, pantas saja dipanggil tidak menyahut.

"Hari ini sangat cerah, ayo kita keluar, Rhizu-chan." Oliver memeluk, lebih tepatnya menerjang Rhizu dari samping dengan sesekali menempelkan pipinya.

"Mau apa, sih? Aku sedang malas untuk keluar," kata Rhizu, tangannya berusaha menyingkirkan wajah Oliver agar menjauh.

Persediaan bahan kue sudah habis dan Oliver tidak bisa membiarkan itu untuk waktu yang lama. Karena tangannya terasa gatal jika tidak bereksperimen.

"Kamu tidak mau cupcake yang kubuat?" rayu sang lelaki. Rhizu tidak pernah menatapnya dengan aneh, ia tidak pernah menolak kalau soal makanan manis buatan Oliver, kenapa pula menanyakan itu. "...tapi sayangnya belum bisa," sambung Oliver.

"Kenapa pula?"

Oliver tersenyum semringah. "Karena bahan-bahannya habis. Jadi ayo kita pergi belanja!" ujarnya penuh semangat.

"Baiklah."

* * *

Tidak butuh waktu lama sebenarnya hanya untuk membeli tepung, margarin, krim, serta kawan-kawannya, jika saja Oliver tidak memperdebatkan buah apa yang akan dipilih.

"Stoberi atau kiwi, ya?" tanya Oliver sambil mengangkat kedua buah itu ke arah Rhizu dengan maksud meminta pendapat.

Bukan hal asing bagi Rhizu bila tiba-tiba Oliver bertanya seperti sekarang ini.

"Sama saja menurutku. Sama-sama dimakan."

Oliver merengut, "Beda, dong, Rhizu-chan. Ayo sekarang pilih yang mana?" manik biru mudanya menatap sang istri dengan siratan menuntut.

Rhizu berdecak pelan. "Aku pilih buah naga dengan melon saja."

Yang dijadikan pilihan apa, memilihnya malah buah apa. Sangat berbeda sekali dengan apa yang Oliver tanyakan, tapi setelah dipikir kembali itu tidak terlalu buruk.

Untuk beberapa detik Oliver hanya mengerjapkan mata. Namun, segera tersadar begitu tangan Rhizu melambai di depan wajahnya. "Ah, Rhizu-chan memang yang terbaik!" Kemudian dimasukkanlah ke dalam keranjang belanjaan.

Hari berbelanja sudah cukup dan Rhizu yakin kejutan dari Oliver tidak cukup sampai sini.

***

Sifat ia dengan suami berkebalikan, Rhizu paham bagian ini. Oliver yang begitu manja sedangkan ia malah apatis. Perbedaan yang cukup signifikan tapi nyatanya mereka berdua terikat dalam hubungan suami-istri.

"What's wrong, sweetie? Wajahmu terlihat masam sekali."

Tangan Rhizu yang tadinya dalam gerakan potong melon terhenti karena sempat melamun.

Ditangkuplah paras mungil sang istri. Oliver merasa raut suram tidak cocok terpasang di wajah Rhizu. Setelan cerah yang melekat pada badan sang perempuan terlihat redup di mata Oliver.

"Maksud kamu? Kalau mau minta dipukul, bilang saja sini."

Dengan cepat Oliver melepaskan tangannya. Banyak kemungkinan penyebab Rhizu menjadi murung, tapi Oliver untuk kali ini lebih baik diam saja.

Daripada betulan dipukul istrinya, Oliver memilih menghias cupcake yang telah mereka buat. Menaruh krim di atas serta buah-buahan yang dipotong sedimikian rupa. Rhizu tak ambil diam, ia juga melakukan hal yang sama. Dan tanpa sadar Rhizu malah membentuknya dengan rupa kepala kucing.

"Imut...," lirih Oliver. "Buatkan juga yang kelinci, dong!"

Berpikir sejenak, Rhizu pun menggeleng. "Tidak bisa, telinganya terlalu panjang jika menggunakan krim nanti meleyot."

"Kalau sekadar mukanya saja masih bisa sepertinya."

Benar juga, kenapa Rhizu tak terpikirkan sampai ke sana, ya? Memang kalau urusan menghias dengan skala keimutan tak tertandingi Oliver adalah ahlinya dan Rhizu akui itu.

The end

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top