Deep Forest - ToVier
Katanya, hutan itumenyimpan banyak cerita. Termasuk kisah cinta yang tersimpan sempurna.
By Healerellik
"Terima kasih! Silakan berbelanja kembali di sini!" ucap si pedagang dengan riang begitu menerima dua puluh koin tembaga; jumlah yang lebih untuk sekantung besar sayur dan daging yang dia berikan kepada nona dengan rambut bak arang itu.
Vier yang sudah berlalu hanya tersenyum kecil di tengah usahanya yang menahan roti dengan gigitan, sebab kedua tangannya harus memeluk erat kantung berisikan bahan makanan tersebut. Pelan tapi pasti, dia kemudian menyusuri pasar. Sesekali melirik kala ada sesuatu yang membuatnya tertarik. Hingga dia tiba di sebuah gang di pengujung jalan yang harus dia lewati sebelum masuk ke hutan.
Namun, kali ini gang tersebut tidak sepi. Ada beberapa lelaki yang bersandar pada kedua sisi tembok. Walau tahu itu apa, Vier dengan sopan meminta izin untuk lewat di antara mereka.
"Hei, Nona! Kalau mau lewat jalan ini, harus bayar pajak!" sahut salah seorang yang baru dilewatinya. Membuat Vier menoleh dengan tatapan heran.
"Eh? Sejak kapan? Aku selalu melewati jalan ini, tapi tidak ada yang seperti itu."
"Karena berlakunya mulai hari ini! Muahaha!" Sosok dengan kumis menyambut dengan tawa menggelegar. Tak ayal membuat si wanita menunjukkan wajah kesal.
"Menurut peraturan kerajaan, pungutan liar seperti ini tidak boleh. Atau kalian mau aku laporkan ke penjaga gerbang?" jawab Vier. Matanya menatap tajam, undang balasan serupa dari lawan.
"Wah, wah, kau seharusnya menurut saja, Nona. Jadi kau bisa lewat dengan selamat," kali ini lelaki dengan topi yang menimpali; sepertinya dia adalah ketuanya, "tapi karena kau mengoceh tak karuan, sepertinya kau harus membayar lebih."
Total lima orang bergerak begitu lirikan si ketua mereka dapatkan. Lorong dengan lebar hanya 3 meter itu seketika sesak karena Vier dikelilingi oleh mereka. Walau demikian, Vier tidak gentar. Menahan kantung belanjaan dengan satu tangan, tangan satunya bersikap defensif. Di saat bersamaan dia pun mulai merapalkan sesuatu dengan cepat, seiring dengan orang-orang itu yang kian mendekat.
Namun, ketika rapalannya akan selesai, tiba-tiba sebuah burung gagak melesat laiknya kilat di antara kerumunan. Burung sewarna malam itu tanpa takut langsung menancapkan kakinya pada salah satu wajah lelaki yang menatapnya dengan kaget. Tak lupa juga kepakan sayapnya yang cepat dan kuat, berkali-kali lipat daripada kepakan gagak biasa. Cukup untuk membuat semua orang jahat tersebut berlari tunggang-langgang dari gang itu. Meninggalkan si wanita yang menghela napas lega.
"Terima kasih, Tobio. Kau datang di saat yang tepat," ucapnya dengan senyum di wajah.
"Caw! Caw!" Seolah membalas, burung gagak itu pun kemudian bertengger pada bahu Vier. Buat si wanita tertawa kecil, sebelum mereka melanjutkan perjalanan yang tertunda menuju hutan.
***
Krieet
Suara pintu kayu dari sebuah rumah di tengah hutan terdengar menggema begitu si pemilik membuka dan menutupnya dalam waktu singkat. Di dalam, setelah meletakkan belanjaannya pada meja, Vier pun menyisir rambutnya dengan jemari. Mengakibatkan helaian hitam legam itu berubah warna menjadi perak dengan merah muda pada ujungnya.
"Akhirnya, sampai juga," ucapnya. "Oh ya, Tobio. Hari ini aku mendapatkan susu rasa buah kesukaanmu lho," lanjutnya yang kini sibuk membongkar kantung untuk mencari barang yang dimaksud.
Seolah ada angin berembus kencang, sosok gagak yang semula bertengger di sandaran kursi kini menjelma menjadi sosok menjulang tinggi. Manik biru tuanya hanya menatap datar punggung lawan. Dia pun mendekat begitu Vier berbalik dengan sebotol susu yang dijulurkan kepadanya.
"Tobio, ini—"
"Apakah kau sudah gila?!"
"Eh?"
Vier mengerjapkan mata dengan cepat karena mendengar si lelaki, Tobio, yang menaikkan suara kepadanya. Apalagi ketika manik merah-violetnya menatap wajah yang kian masam di depannya itu.
"Bukannya sudah kubilang kalau ke kota itu harus kutemani?! Kau juga tadi seharusnya langsung saja memberikan mereka beberapa koin tembaga! Tapi kau malah melawan seperti itu! Lihat apa yang terjadi! Bagaimana kalau aku tidak datang?! Kau akan menyerang mereka dengan mantra! Bagaimana kalau identitasmu sebagai penyihir ketahuan?!"
Vier seketika menunduk mendengarkan rentetan kalimat penuh amarah tersebut. Biasanya dia akan melawan, tapi kali ini apa yang Tobio katakan adalah benar. Jadi dia tidak memiliki pembelaan apapun.
Tobio mendengkus kesal seraya menarik salah satu kursi yang ada. Dia pun duduk, meneguk susu di botol kaca dengan cepat, kemudian menenangkan diri. Dia sudah sadar kalau kalimatnya tadi seharusnya tidak dia lontarkan, terlebih pada sosok yang merupakan tuannya.
"Maaf." Satu kata itu lolos dari Vier yang kini duduk di samping Tobio. "Lalu aku juga harus ke kota secepat mungkin untuk membeli bahan makanan karena persediaan kita sudah habis. Aku tidak mungkin membiarkanmu yang baru pulang dari kota sebelah kelaparan ... kan?" lanjutnya pelan.
Giliran Tobio yang terdiam. Memang benar hari ini dia akan pulang setelah dua hari terbang untuk mengantarkan informasi pada kolega Vier di kota sebelah. Dua hari dalam bentuk gagak tentu menguras energi dan mananya. Jadi ada kemungkinan dia juga tidak bisa langsung menemani wanita itu ke kota. 'Padahal aku tidak masalah kalau hanya makan buah dari hutan ... tapi tentu Nona Vier akan menolaknya,' pikir Tobio.
Lelaki itu segera mengacak rambut hitamnya, bingung dengan pemikiran sendiri. Setelah mengembuskan napas dengan sedikit keras, dia pun kemudian berdiri dan menunduk sedikit pada Vier.
"Maafkan aku juga yang sudah memarahimu tanpa tahu kondisimu, Nona Vier. Aku sebagai familiarmu seharusnya tidak lancang seperti itu." Tobio tetap seperti itu, hingga dia merasakan elusan lembut pada surai bak gagak tersebut.
"Hei, kau tidak perlu minta maaf. Kau sudah melakukan tugasmu dengan baik dan aku justru harus berterima kasih. Kau adalah familiar terbaik yang kumiliki, Tobio," balas Vier dengan senyum lebar yang dibalas dengan senyum tipis milik si lelaki; ada sesak yang tidak bisa dia jelaskan mendengar kalimat terakhir.
'Benar, hubungan kami hanya sebatas tuan dan familiar saja. Sadar diri, Tobio.'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top