Claim - SamaRain
Karena bagi Samatoki, Rain seutuhnya adalah miliknya sendiri
By Healerellik
"Kau sudah melakukan yang terbaik. Good job, Rain."
Rain hanya tersenyum kecil begitu Jakurai menepuk pundaknya pelan. Ada sebuah peningkatan karena dia tidak terlonjak akibat kontak fisik tersebut. Terapi yang dia lakukan secara bertahap sampai di titik ini sudah membantunya untuk meringankan efek samping fobianya. Walau hasilnya pun masih terbatas pada orang-orang yang dia kenal; anggota Matenrou misalnya.
"Oh ya, bagaimana kabar Samatoki-kun?"
"Dia baik-baik saja, Sensei. Walau sepertinya belakangan ini dia sering marah karena masalah di dalam organisasinya," jawab Rain menyejajarkan langkahnya dengan Jakurai begitu mereka keluar dari ruangan. Keduanya terus bercerita, sampai sesosok lelaki dengan kemeja necis menghampiri mereka.
"Sensei! Oh, ada Rain juga!" Senyum secerah mentari itu membuat keduanya turut tersenyum. Tak butuh waktu lama untuk Hifumi turut serta dalam topik pembicaraan mereka. Hingga Jakurai kemudian menanyakan perihal lelaki bermata madu emas itu datang.
"Ah, aku niatnya mencari Doppochin. Kupikir dia mengunjungi Sensei, tapi aku baru dapat pesan kalau dia ada rapat mendadak."
"Berarti kau sekarang free kan?" Hifumi mengangguk.
"Kalau begitu, bisa kau antar Rain kembali ke Yokohama? Karena suatu masalah, dia hari ini datang sendiri tanpa didampingi pengawalnya."
Tentu saja Rain dan Hifumi sama-sama terkejut mendengar permintaan Jakurai. Namun, melihat sosok yang jauh lebih tua dari mereka itu hanya tersenyum ramah, maka keduanya saling pandang sebelum mengangguk.
*****
Perjalanan selama tiga perempat jam itu hanya diisi oleh basa-basi singkat yang dilanjutkan oleh keheningan panjang. Sejarah di antara mereka berdua mau tidak mau membuat penyekat tak kasat mata. Walau demikian, keduanya tidak mempermasalahkan itu sama sekali.
"Terima kasih atas tumpanganmu, Hifumi."
"Haha, sama-sama, Rain. Kalau begitu aku langsung kembali. Kebetulan aku diminta ganti shift. So yeah, bye bye!" Senyum lebar beserta lambaian tangan singkat itu dibalas oleh Rain, sebelum menghilang di balik kaca hitam dan mobil yang melaju meninggalkan halaman kediaman Aohitsugi.
Setelah yakin mobil Hifumi tidak terlihat lagi, Rain berbalik dan segera bergegas menuju dalam. Namun, begitu pintu terbuka, dia terhenyak. Sudah ada Samatoki dengan tangan bersedekap di dada serta mata merahnya yang menatap tajam.
"Aku sudah bilang akan mengunjungi Jakurai-sensei kan?"
"Aku tahu. Kau juga sudah bilang kalau kau pergi sendiri karena para asistenmu absen. Tapi ..." Samatoki mendekat, perangkap Rain pada pintu yang dia tutup agak keras. "Kau sama sekali tidak menyebutkan akan pulang bersama host itu."
Rain mengembuskan napas. Lantas mengeluarkan ponselnya yang berlayar hitam. "Ponselku mati ketika aku akan mengirimimu pesan. Jika kau tidak percaya, akan kulihatkan setelah menyala. Masih ada bukti pesan tidak terkirim, Kusogaki"
"Hah ..." Samatoki menjauhkan diri, lantas mengacak rambutnya sedikit kasar. "Aku percaya padamu, Kuso onna," sempatkan diri mengalihkan pandang lalu menarik napas, dia pun melanjutkan, "tapi tetap saja ..."
"Tetap saja apa?" Rain menelengkan kepala. Senyum di wajahnya pun dikulum begitu menyadari raut wajah Samatoki yang menguatkan dugaannya; sang suami tengah cemburu buta.
Melihat ekspresi jail Rain yang di mata Samatoki begitu menggemaskan, buat si lelaki langsung menarik tangan si puan. Bawa manik biru yang melebar tersebut menghilang di dadanya, sebelum dibuat mendongak dan ditatap sedalam mungkin. Lantas dia hapuskan jarak di antara mereka guna mengecup bilah bibir sang istri.
"Aku cemburu. Puas?" ujar Samatoki begitu dia kembali memerangkap Rain dalam pelukannya, sementara dia menunduk. Sandarkan wajah pada bahu si perempuan dengan jemari yang mainkan surai keemasan tersebut.
Rain menahan tawa, melihat betapa lucunya Samatoki yang merajuk seperti ini. Maka ditepuknya berulang kali punggung berlapis kaos putih itu, yakinkan bahwa Samatoki tidak perlu khawatir.
"Itu semua hanya masa lalu, okay? Tapi terima kasih ...."
Lepaskan pelukan, Samatoki melihat bagaimana senyum Rain mengembang untuknya. Ah, sial. Jika begini terus rasanya otak di balik surai putih itu akan menggila. Maka untuk ke sekian kali, dia pun menunduk. Hirup dalam wangi khas Rain yang kian membuatnya di ambang batas, lantas membalas dengan menelusuri pelan tulang belakang sang istri.
"But of course. We need your pretty little head to know you're mine, shouldn't we?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top