Attention - LuciRhe

Attention
[LuciRhe]

---

Seorang pria yang lelah bekerja ingin mendapat perhatian dari pasangannya. Tidak bolehkah?

---

by Wizardcookie

Sebagai seorang peneliti, Lucien disibukkan dengan berbagai macam data dari A-Z, laporan dari rekan-rekan kerja, pula atasan yang menuntutnya untuk menuntaskan pekerjaan hingga sempurna membuatnya lelah—lelah pikiran dan fisik bahkan tidur selama beberapa jam pun tidak mengikis letih yang dialami.

Sepulang kerja—tepatnya saat akhir pekan pada pagi hari—ia memutuskan untuk istirahat di rumah setelah seminggu lebih berada di tempat kerja. Lucien memang jarang pulang ke rumah, terlebih saat pekerjaannya sedang digalakkan seperti sekarang mengenai projek yang sudah dikerjakan hampir satu bulan. Ia berharap projek yang dikerjakannya bersama rekan-rekannya selesai tepat waktu atau mungkin beberapa hari sebelum deadline. Ia tak mau terlalu lama berkutat pada tumpukkan laporan dan berhadapan dengan orang-orang.

"Lucien, kau sudah pulang?"

Pertanyaan seorang hawa masuk ke indera pendengaran tatkala derik suara pintu rumah berbunyi. Wanita pemilik mahkota lembayung menyambut diiringi senyuman, mengambil tas milik Lucien dan membantunya melepaskan jaket yang dikenakan sang pria. Kedua ujung bibir ditarik membentuk senyum, meski merasa lelah Lucien tidak ingin menunjukkan wajah kusutnya di hadapan sang istri.

"Maaf tak memberimu kabar."

"Aku tahu kau sibuk, jadi aku tidak berani mengganggu," ucap sang istri sembari menggantung jaket milik prianya pada standing hanger.

Senyum tetap tertampil di wajah Lucien, melihat wanitanya yang telah berlalu meninggalkannya. Sejenak wanita itu berbalik dan bertanya, tetapi karena Lucien tak fokus—terlalu sibuk memerhatikan sang istri dengan balutan kaos oblong putih dan rok hitam selutut—membuatnya tak merespon.

"Lu~ci~en?"

"Yes, honey?" Lucien menjawab ketika kesadarannya kembali. Mendengar respon dari sang pria membuat telinga wanita itu memerah. Buru-buru ia menutup kedua telinganya karena merasa panas juga agar tidak terlihat bahwa dirinya sedang malu.

"K ... Kau sudah sarapan belum?" Ia mengulang pertanyaannya. "Aku ... sudah membuat roti bakar kalau kau mau."

"Ah, aku akan memakannya," jawab sang pria diiringi senyuman. "Terima kasih ya, Rhea."

"S-Sebagai seorang istri 'kan wajar memasak untuk suami." Wanita yang dipanggil Rhea itu membalas, masih menutup kedua telinganya. Namun rasa-rasanya pipi Rhea pun ikut memanas. Padahal sudah hampir setiap hari ia melihat wajah pria itu juga senyumannya, tetapi sampai detik ini ia masih ketar-ketir terlebih mendengar suara lembut Lucien. Maksudnya, kalau pun sang suami lelah, tidak perlu sampai memasang wajah mempesona seperti itu 'kan?

Lucien terkekeh melihat reaksi istrinya. Ia lalu mengangguk, berjalan menghampiri Rhea. "Wajar juga kalau seorang suami mengucap terima kasih bukan?" tanyanya, membuka kedua tangan dan mendekap Rhea. Dapat tercium aroma vanilla yang begitu manis saat tubuh wanita itu menempel padanya, membuat Lucien mencium puncak kepala sang istri lalu menyusupkan tangannya ke dalam kaos Rhea. Wanita itu dapat merasakan geli saat tangan suaminya berada di punggung bawah membuatnya melepas pelukan dan memasang wajah masam.

Rhea bertanya, "Kau mau ngapain?!"

Pihak yang ditanya tak melepas senyumnya, mengangkat kedua tangan seolah-olah dirinya tak bersalah. "Maaf, aku kelepasan," elaknya membuat Rhea mendengkus.

"Kau mau melakukannya?"

"Hm? Melakukan apa?"

Seperti biasa, Lucien sangat suka memutar-mutar pertanyaan yang sebenarnya sudah ia tahu ke mana topik yang mereka bicarakan. Wajahnya benar-benar menipu, bak orang yang tidak tahu apa-apa. Hal tersebut membuat Rhea kesal karena harus menjelaskannya, tapi kalau hal seperti ini tidak perlu dijelaskan lagi bukan?

"Kau pura-pura bodoh ya setelah menyusupkan tanganmu ke bajuku?" Rhea menukas, membuat Lucien tertawa geli. "Jangan ketawa!"

"Seorang pria yang lelah bekerja ingin mendapat perhatian dari pasangannya," ujar sang pria. "Tidak bolehkah?"

"Bukannya tidak boleh—lagipula aku sudah memberi perhatianku padamu—" Rhea berusaha untuk menjelaskan, tetapi sekali lagi wajah Lucien yang sulit ditebak membuatnya bungkam. Pria itu tak lelah tersenyum dan diulangi, Rhea hampir tak bisa membedakan mana senyum tulus mana senyum mencurigakan. "Y-Ya sudah, kau bersih-bersih dulu."

"Bagaimana kalau kita lakukan di kamar mandi?"

"Hah?!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top