A Moment - SamaRain
Sebisa mungkin Samatoki akan menghabiskan waktunya bersama Rain.
By Healerellik
Jika dibandingkan dengan keadaan seminggu lalu, kediaman Aohitsugi kali ini lebih hidup. Sebab aktivitas yang dilakukan oleh sepasang insan di dalamnya sudah mulai sejak mentari belum menyingsing sempurna. Lebih tepat lagi jika dikatakan mereka sama sekali belum beristirahat.
Layar laptop yang terbagi antara laporan tertulis dan diagram penuh warna terus sudah ditatap oleh Rain selama satu jam belakangan. Bahkan semakin intens kala asistennya memberitahukan bahwa dia sudah mengirimkan berkas terbaru ke surel pemimpinnya tersebut. Membuat si hawa sama sekali tidak mempedulikan Samatoki yang memeluk pinggangnya erat; alasan dia harus mengerjakan itu semua di atas kasur.
"Hei, apa tenagamu tidak habis-habis? Kau langsung mengerjakan itu tepat setelah kita—aw!" Samatoki refleks melepaskan diri kala Rain meninju pucuk kepalanya. Si lelaki mendecih keras, sementara si puan tidak terganggu sama sekali.
"Proyek yang sudah kutandatangani di Okinawa kemarin itu adalah proyek besar. Jadi aku harus maksimal mengerjakannya," ujar Rain tanpa mengalihkan pandang. Melihat sikap Rain, Samatoki akhirnya mengalah sebelum akhirnya dia beringsut dari kasur.
Fokus yang luar biasa membuat Rain tidak menyadari sudah berapa lama waktu yang terlewati. Dia hanya mendengar suara air di kamar mandi, tak lama kemudian lemari yang diacak-acak, lalu terakhir adalah kegaduhan dari luar kamar.
"Oke, jadi tinggal memasukkan ini—shit," umpat Rain kala dia mengubah posisi duduk yang sudah bertahan sekian jam. Selain karena kakinya yang kebas, dia yakin dia mendengar suara samar dari pinggangnya. Daripada faktor usia, sepertinya itu disebabkan karena kejadian tadi malam.
Samatoki benar-benar menumpahkan semua rindunya selama seminggu tidak bertemu Rain.
Jadi masuk akal jika sang suami heran kepada dirinya yang langsung membuka laptop dan memasuki mode kerja daripada mengistirahatkan diri. Salahkan adrenalin yang mendadak tinggi kala dia mengingat bagaimana euforia timnya kala memenangkan proyek skala besar di Okinawa kemarin.
Yakin bahwa laporannya tidak memiliki kekurangan, dia pun segera mengirimkannya ke pihak tim. Tak lupa juga untuk memberitahukan asistennya. Baru setelah itu Rain pun mematikan laptop dan beranjak untuk membersihkan diri.
*****
"Akhirnya kau selesai juga, huh?"
Rain mengeryitkan dahi begitu masuk ke ruang makan dan mendapati Samatoki yang meletakkan ponselnya di atas meja. "Oyabun tadi meneleponku," lanjutnya, tapi tidak mengubah ekspresi Rain.
"Mengapa kau tidak sarapan terlebih dahulu?" tanya Rain seraya menarik kursi dan mendudukinya. Manik birunya berbinar melihat menu sarapan pagi ini.
"Tentu saja karena aku menunggumu."
"Padahal kau bisa makan duluan, Kusogaki."
"Dan mengulangi tujuh hariku yang kemarin padahal kau ada di sini? Yang benar saja, Kuso onna."
Walau kalimat mereka berisi panggilan yang sedikit kasar, tetapi itulah yang dirindukan oleh Rain selama kepergiannya. Jadi dia hanya mengulum senyum kala Samatoki menyodorinya semangkuk nasi yang masih mengepulkan asap.
"Selamat makan!" seru keduanya serentak, sebelum mulai mengambil lauk masing-masing. Suasana di ruangan itu semula hanya berisikan dentingan alat-alat makan yang beradu, sebelum Samatoki memilih untuk memulaikan percakapan.
"Jadi ... apa saja hal yang terjadi selama kau di Okinawa?"
Setelah menelan makanan yang ada, Rain pun meneguk jus jeruk di sampingnya, sebelum menjawab pertanyaan Samatoki. "Seperti yang sudah aku ceritakan jauh hari. Ada sebuah perusahaan asing yang tertarik untuk membuat cabang di Jepang. Jadi perusahaan tersebut mencari mitra bisnis yang sesuai untuk itu. Melihat penawaran dan kesepakatan yang diajukan, timku tidak ingin melepaskannya."
"Dan kalian menang?"
"Tentu saja! Aku percaya bahwa perusahaanku mampu untuk menjalankan posisi tersebut. Lalu ..." Saking antusiasnya bercerita sambil sesekali menyuap makanan, fakta bahwa Samatoki yang mengulum senyum selama mendengarkan itu luput dari mata Rain.
" ... kemudian, hari terakhir kami habiskan dengan berlibur bersama. Pihak mereka mengundang kami untuk melakukan tur sehari keliling pulau."
"Sepertinya seru sekali."
"Memang! Keadaan di Okinawa jauh sekali berbeda dengan yang di sini~"
Kala akan menyuapkan nasi terakhir, Rain tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh ya, ada yang unik dari perusahaan asing tersebut."
"Hm? Unik bagaimana?"
"Nama dan logonya. Perusahaan induk mereka bernama Walhalla, sementara logonya jika diperhatikan baik-baik, seperti malaikat tanpa kepala."
Mendengar itu tentu saja Samatoki berhenti. Ditatapnya Rain dengan serius, seraya berujar, "kau yakin itu bukan perusahaan aneh-aneh? Logonya terlalu seram untuk dijadikan sebagai logo perusahaan."
"Kau kira timku tidak akan melakukan pengecekan menyeluruh? Mereka bersih kok. Lagipula pusatnya berada di Denmark dan setahuku nama serta logo mereka terinspirasi dari mitos Nordik."
Setelahnya adalah diam. Rain memakan buah yang ada, sementara Samatoki mulai membereskan meja makan. Bertahan sementara sampai si puan menyeletukkan sebuah tanya.
"Samatoki, do you believe in angel?"
"So sudden?" tanya balik Samatoki yang hanya menoleh karena meletakkan piring-piring di wastafel.
"Just answer it, Kusogaki."
"Rather than angel," Samatoki berbalik lantas tatap Rain tepat di mata, "I believe in you, Rain."
"Huh? Why?"
"Karena aku ingat kesan pertama Nemu yang bilang kau mirip dengan penggambaran malaikat dari serial kartun kesukaannya ketika masih kecil," ujar Samatoki, kian mendekati Rain.
"Aah, I see~ Memang sih kalau dari kartun. Malaikat sering digambarkan dengan rambut pirang dan mata biru." Rain mengangguk-angguk, setuju dengan apa yang Samatoki lontarkan.
"But on serious note," Samatoki menunduk, berbisik di telinga sang kasih, "you are my angel. You've changed my life for way better than before, Rain."
Samatoki mengulum senyum, lantas mengambil piring yang ada di depan Rain. Menahan tawa kala melihat semburat kemerahan di wajah istrinya tersebut. Dia pun menjulurkan lidah, berniat untuk mengoloknya. Hingga tawanya lepas sebab Rain yang melemparinya dengan kulit buah.
"Dasar buaya albino," cicit Rain dengan wajah sudah memerah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top