5 - Bercanda

22 Desember 2019

(Name) memandang kota Osaka, lalu terkekeh pelan. Dadanya terasa sesak saat mengingat kejadian kemarin.

'Apa yang aku harapkan?'

[*][*][*]

"Setelah membantumu, bisakah kau tidak membenciku lagi?"

Pertanyaan terlontar, dan (Name) menunggu jawaban Samatoki dengan antisipasi. Namun (Name) tidak mendapati perubahan berarti dari Samatoki, dan dari sini (Name) tahu apa jawaban Samatoki.

"Kau—"

"Bercanda! Bercanda!" potong (Name) mengibaskan sebelah tangannya, "mana mungkin kau tidak membenciku setelah semua ini, kan? Apalagi menghapus rasa bencimu padaku."

Samatoki tidak mengatakan apa-apa lagi, kemudian dia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.

"Tunjukkan saja tempat-tempat yang akan kutuju besok, setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi."

"Tapi kau masih harus membayarku loh~"

"Iya-iya."

[*][*][*]

Tangan (Name) terangkat, menyentuh dadanya—entah jantung atau paru-parunya yang sakit, dia tidak tahu. (Name) menghela napas panjang, kemudian mengangkat kepalanya, melihat bangunan besar di depannya.

"Dan ini tempat terakhir—huh, mall?"

(Name) spontan menutup mulutnya—walaupun sudah ditutupi oleh masker, kemudian menoleh ke belakang, melihat Samatoki sedang memandang gedung besar di depannya.

'Aku tidak punya hak untuk tahu urusan Samatoki,' pikir (Name) sejenak.

"Ini tempat terakhir yang kutunjukkan, semuanya sudah, kan?"

"Mhm, terima kasih, (Name)."

"Sama-sama~ Jangan lupa bayarannya~" sahut (Name) melambaikan tangannya, berencana untuk pulang.

"Oh, mengenai bayarannya, luangkan waktumu tanggal 25 nanti."

Mendengar itu spontan (Name) menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Samatoki dengan ekspresi terkejut.

"Eh?"

"Kau dengar aku."

Beruntung (Name) sedang memakai masker, karena sekarang pipinya sedang merona hebat—sampai (Name) mengira dia akan demam.

"Kau mengajakku date?"

"Terserah padamu ingin menganggapnya apa, sebagai bayaran hari ini, luangkan waktumu pada tanggal 25, kau akan tahu nanti apa bayarannya."

"Aku pikir kau bukan tipe laki-laki yang mau date dengan orang yang kau benci, Samatoki," komentar (Name) terkekeh.

"Tidak ada aturan bahwa date itu harus dengan orang yang dicintai, kan? Tidak ada aturan yang melarang date dengan orang yang dibenci juga."

Ah ....

'Seharusnya aku tidak bilang apa-apa,' pikir (Name) kembali merasa sesak.

Pandangan (Name) berubah sendu, lalu dia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

"Tanggal 25, ya?"

Samatoki menoleh ke arah (Name).

"Aku tidak bisa, maaf."

Samatoki memandang (Name) yang tampak bersalah, kemudian menghela napas.

"Dia, ya?"

(Name) mengangguk kecil.

"Rencana awal kami pergi tanggal 24, tapi dia sibuk saat itu, jadi ...," (Name) menoleh ke arah lain, "... dipindah tanggal 25."

"Kalau begitu lain hari saja," sahut Samatoki.

(Name) kembali mengangguk.

"Sekali lagi, maaf—"

"Berhenti meminta maaf, kau tahu aku tidak suka mendengar kata yang sama berulang-ulang, kan?"

(Name) spontan menutup mulutnya. Setelah itu (Name) memutar tubuhnya dan berencana pulang.

"Kalau begitu sampai ketemu lagi, Samatoki."

Tidak ada balasan, dan (Name) hanya bisa tertawa hambar.

"Bagaimana caranya untuk berhenti berharap?"

Namun, bagaimanapun caranya.

Pada akhirnya (Name) akan kembali berharap.

Berharap bahwa perhatian sekecil apa pun dari Samatoki, adalah afeksi tersembunyi dari sang laki-laki.

Berharap bahwa sang laki-laki sebenarnya tidak membencinya.

Tapi sekali lagi, pada akhirnya.

Sang perempuan akan terluka oleh ekspektasinya sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top