3 - Tugas
26 November 2019
"Maaf terlambat, apa kau menunggu lama?"
Samatoki menoleh ke sumber suara, melihat (Name) melambai ke arahnya sambil tersenyum kecil.
"Ya, aku sudah menunggu lama. Sepuluh menit. Bisa-bisanya kau datang terlambat dan bertanya dengan wajah tak berdosa seperti itu," jawab Samatoki menjitak kening (Name).
(Name) mengaduh kesakitan, namun memilih untuk tidak mengatakan apa-apa selain mengembungkan kedua pipinya.
"Apa?" tanya Samatoki menyadari tatapan tak senang (Name).
"Tidak romantis! Itu bukan jawaban yang seharusnya," jawab (Name), "dan ini bukan salahku, salahmu yang datang sepuluh menit lebih awal dari yang dijanjikan."
Samatoki hanya memutar matanya dengan bosan, lalu mulai berjalan. (Name) sendiri kemudian mengikuti Samatoki dengan berjalan di sebelahnya.
"Lalu ada apa urusanmu datang ke Yokohama?"
"Dingin sekali~" sahut (Name) menggelengkan kepalanya.
Samatoki mengerutkan alisnya, kemudian menghela napas kasar.
"Kau tahu pasti kenapa aku bersikap seperti ini padamu, (Name)."
(Name) memandang lama Samatoki, sebelum akhirnya terkekeh pelan. Ekspresi canggung terlukis di wajahnya.
"Benar, maafkan aku."
"Kau belum menjawab pertanyaanku, (Name)."
"Aku mendapat tugas untuk mengunjungi beberapa tempat."
Samatoki memandang heran (Name).
"Bukannya itu tugasmu seminggu yang lalu?"
(Name) berkedip beberapa kali, kemudian menatap Samatoki.
"Eh? Dari mana kau tahu?"
"Minggu lalu Jyuto bilang padaku untuk menemanimu bertugas," jelas Samatoki, "tapi minggu lalu kau tidak muncul menemuiku jadi kupikir kau sudah menyelesaikan misimu bersama Jyuto atau Riou."
"A-aah," (Name) membuang pandangannya, "untuk beberapa alasan aku tidak bisa mengerjakannya minggu lalu, oleh karena itu aku melakukannya sekarang."
Samatoki bergumam panjang, kemudian melirik ke arah (Name) sejenak sebelum akhirnya kembali fokus ke depan.
"Apa beberapa alasanmu itu ada hubungannya dengan kau yang memakai masker?"
Tangan (Name) spontan terangkat untuk menyentuh masker yang menutupi mulut dan hidungnya, dan dibalik masker tersebut (Name) menggigit bibirnya.
"Um—"
"Kau tidak perlu menjawabnya," potong Samatoki, "jelas terlihat di matamu kalau kau merasa tidak nyaman setelah kutanya seperti itu."
(Name) hanya terkekeh, masih tidak menoleh ke arah Samatoki.
[][][]
"Jadi ini tugasmu minggu lalu?"
(Name) mengangguk kecil.
"Dan di sini tugasmu?"
(Name) kembali mengangguk.
"Yang benar saja, (Name)," sambar Samatoki berbalik, "aku pulang."
"Eh, jangan begitu dong~" protes (Name) memegang tangan Samatoki, mencegah sang laki-laki itu pergi.
"Tanpa pengawalan dariku pun kau masih aman (Name)," sahut Samatoki, "ini di mall, dan kau ini—bagaimana pun aku melihatnya, kau sedang berbelanja baju."
Pegangan tangan (Name) perlahan melonggar, dan dia hanya bisa terkekeh.
"Benar," gumam (Name) melepaskan pegangan tangannya dari Samatoki.
'Aku juga bisa membeli masker pengganti, dan beberapa masker baru tanpa harus ditanya olehnya,' pikir (Name) menyadari masker yang dia pakai mulai menunjukkan warna merah—darah dari penyakitnya.
Selama perjalanan kemari, (Name) harus sering 'izin ke toilet' karena penyakitnya ini.
"Salahku baru bisa mengerjakan tugasku minggu ini," sahut (Name) melambai pada Samatoki, "kau pasti sedang sibuk, ya? Terima kasih sudah sempat menemuiku, maaf sudah mengganggumu, sampai ketemu lagi."
(Name) hendak berbalik dan kembali melanjutkan kegiatannya, namun tiba-tiba Samatoki memegang tangannya dan memutar tubuh (Name), membuat sang perempuan tersentak.
"Samatoki?"
Sementara yang dipanggil tidak membalas, hanya menatap lama (Name).
"Apa tidak ada lagi yang ingin kau katakan padaku?"
(Name) berkedip beberapa kali, langsung menarik tangannya dari Samatoki.
"Em, tidak ada."
'Apa yang dia maksud adalah aku yang terlalu sering ke toilet? Atau tentang penyakitku?'
"Kalau begitu aku akan bertanya, apa kau sedang sakit?"
Napas (Name) tercekat, dan sesegera mungkin (Name) mencoba kembali normal.
"Ya," jawab (Name) sambil mengangguk pelan, "aku sedang batuk, oleh karena itu aku memakai masker."
Samatoki memandang lama (Name), sebelum akhirnya menghela napas lalu berbalik.
"Batuk, ya?"
"Mhm."
'Hanya Sasara yang tahu tentang ini, dan aku sudah membuatnya berjanji untuk tak mengatakan hal ini kepada siapa pun.'
Setelah itu Samatoki berjalan meninggalkan (Name). Walaupun (Name) sendiri tahu bahwa ucapan Samatoki yang akan pergi itu serius, tetap saja dirinya sempat berharap sang laki-laki hanya bercanda dan masih mau menemaninya.
Menyadari itu justru mengundang tawa kecil dari (Name).
'Sejak menderita penyakit ini, aku jadi sering berharap padanya.'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top