19 - Penyesalan

2 Juli 2020

"Apa semuanya sudah siap?" tanya Naruhiko.

"Kau sudah menanyakannya tiga kali," jawab (Name) menghela napas, "dan ya—semuanya sudah siap."

"Apa kau yakin tidak ingin ditemani, (Name)?" tanya Sasara.

"Tidak apa-apa," jawab (Name), "lagi pula kalian sibuk kan?"

"Kalau begitu—"

"Dan aku tidak mau merepotkanmu lebih dari ini, Samatoki," potong (Name), "bagaimana jika kau tiba-tiba dipanggil bosmu?"

Ketiga laki-laki yang berdiri di depan (Name) hanya diam, tampak tak bisa membalas ucapan sang perempuan. (Name) sendiri hanya terkekeh melihat mereka, sebelum akhirnya menepuk kedua tangannya.

"Sudah-sudah, lagi pula aku akan diantar oleh taksi yang sudah disiapkan," jelas (Name) menunjuk mobil yang ada di belakangnya.

"Hati-hati saat di sana, (Name)," ucap Sasara.

"Beritahu jika kau sudah sampai di Amerika," sahut Naruhiko.

(Name) hanya tersenyum mendengar ucapan dua laki-laki di depannya, sampai sebuah tangan mendarat di atas kepalanya. (Name) sedikit mengangkat kepalanya, mendapati Samatoki sedang menatapnya.

"Take care yourself, (Name)."

"Merry christmas, (Name). Take care yourself."

Iris (Name) melebar saat ingatannya saat Natal tahun lalu terlintas dalam ingatannya, karena tangan Samatoki yang mengelus kepalanya sekarang—rasanya sama saat Natal tahun lalu, tangan yang mengelusnya dengan lembut.

(Name) tersadar saat tangan Samatoki menjauh dari kepalanya, dan dengan cepat (Name) menutup setengah wajahnya dengan punggung tangan.

"Kalau begitu aku pergi dulu, semuanya."

Setelah melihat mereka mengangguk, (Name) berbalik lalu masuk ke dalam mobil.

'Ada apa denganku?' pikir (Name) menghela napas kasar, saat mobilnya sudah jauh dari rumah sakit tempat dirinya dirawat selama beberapa bulan terakhir.

(Name) menyandarkan kepalanya ke jendela mobil, menatap kosong ke pemandangan yang berganti begitu cepat.

'Akhirnya,' pikir (Name) menutup matanya, 'aku bisa menghilangkan perasaan ini untuk selamanya.'

Pada akhirnya, perasaan yang selalu ada sejak dulu.

Sejak dirinya bertemu dengan Samatoki.

Sejak dirinya menjadi kekasih Samatoki.

Sejak hubungan mereka sebagai kekasih berakhir.

Semua itu, pada akhirnya akan hilang tanpa jejak.

'Ya,' (Name) tersenyum, 'dan aku bisa bernapas dengan bebas.'

"Kau tidak menyesalinya, kan?"

Alis (Name) berkerut.

'Lagi-lagi pertanyaan ini,' (Name) mengepalkan kedua tangannya.

Tapi aneh, (Name) tidak bisa menjawab pertanyaan Naruhiko.

Tidak dengan jawaban yang ada di kepalanya.

'Berhentilah,' pikir (Name) semakin kuat menutup matanya.

Sudah lebih dari setengah tahun dia merasa seperti ini.

Berharap, berharap dan berharap.

Berharap hubungannya dengan Samatoki membaik.

Berharap Samatoki tak lagi membencinya.

Berharap hubungan mereka bisa kembali seperti dulu.

Namun semuanya selalu berakhir sama: hancur.

'Aku tidak mau merasa seperti ini lagi, lebih baik perasaan ini hilang.'

(Name) tersentak kaget.

Hilang?

"Oh, dan satu lagi. Pasca operasi khusus ini, perasaan Anda kepada orang ini akan hilang, dengan kata lain—Anda tidak bisa mencintainya, baik sebagai lawan jenis ataupun sebagai teman."

(Name) membuka matanya, menyadari air mata sudah mengalir di pipinya.

Tidak akan bisa mencintainya lagi?

Untuk selamanya?

Tangan (Name) berpindah ke mulutnya.

"Aku ... tidak mau—"

(Name) tersadar saat ada suara keras menginterupsi. Saat (Name) menoleh ke arah jendela mobilnya, dia dihadapkan oleh sebuah truk yang melaju ke arahnya.

'Ah ....'

Senyum sedih muncul di wajah (Name).

'Aku mati di hari aku menyesali keputusanku.'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top