14.5 - Special Chapter

- Samatoki's POV -

Samatoki tidak tahu sejak kapan dia bersikap seperti ini.

"Kau tahu, jika kau ingin membalas Valentine bulan lalu, kau harusnya melakukannya saat White Day, dan aku rasa aku sudah mengatakannya bulan lalu."

Oh ralat, sebenarnya dia tahu—dia sudah bersikap seperti ini sejak kepulangan (Name) dari Amerika.

"Untuk seorang yang ditraktir, kau banyak omong," sahut Samatoki.

"Hei!"

Samatoki tidak merasa asing dengan dirinya yang bersikap seperti ini.

Dia ingat dia pernah bersikap seperti ini pada (Name) dulu.

"Sampai kapan kau akan terus berdiam diri di sana, (Name)?" tanya Samatoki saat mereka sudah sampai di pelabuhan, melihat (Name) sudah mendekati tepi pelabuhan—untuk menikmati langit sore, pastinya.

"Kenapa kau terburu-buru sekali?"

"Karena—"

Samatoki menghentikan ucapannya, begitu juga langkahnya. Dia menyadari bahwa dia melangkah mendekati (Name), dengan rokok yang sedang menyala berada di mulutnya.

'Aku ingat dia sempat batuk-batuk, dan aku rasa ini ada hubungannya dengan penyakit yang sempat dia derita sebelum pergi ke Amerika.'

Samatoki kembali mundur, kini bersandar pada mobil yang dia bawa.

'Lagipula kami tidak terburu-buru.'

[][][]

"Apa kau sadar kenapa sikapku tidak berubah sejak tahun lalu?"

(Name) berdiri dari kursinya. Samatoki menatap kaget (Name). Mata perempuan itu berkaca-kaca, seperti hendak menangis. Samatoki refleks mengangkat tangannya, namun segera dia tarik saat melihat mulut (Name) terbuka untuk mengatakan sesuatu.

"Sikapku sama seperti dulu karena aku masih—"

Iris Samatoki melebar saat mendengar suara batuk yang berasal dari (Name). Dia melihat (Name) menutup mulutnya, dan saat (Name) menjauhkan tangannya dari mulut, Samatoki mendengar dengan samar suara napas (Name) tercekat.

Namun detik itu juga sang perempuan jatuh pingsan.

Seketika Samatoki merasa seluruh darah yang mengalir di tubuhnya berhenti. Dirinya tidak bergerak—dia terlalu syok melihat (Name) pingsan di depannya.

Namun saat dia tersadar, Samatoki tak menyia-nyiakan satu detik pun.

Samatoki dengan cekatan mengangkat tubuh (Name)—diam-diam merasa sedikit tenang saat melihat sang perempuan masih bernapas, kemudian menyadari bahwa kini mereka dikerumuni oleh pengunjung restoran.

"MINGGIR!" teriak Samatoki berhasil membuat orang-orang menepi untuk membuat jalan.

Dia tidak perlu memanggil ambulans.

Mereka terlalu lama.

Samatoki tidak bisa menjamin (Name) akan baik-baik saja selama itu.

Jadi dia harus cepat membawa (Name) ke rumah sakit terdekat.

[][][]

Iris merah Samatoki memerhatikan (Name) yang terlelap setelah dilakukan perawatan oleh pihak rumah sakit.

"Untuk seseorang yang pingsan setelah batuk darah, kau tidur dengan nyenyak, ya?" gumam Samatoki duduk di kursi yang berada di sebelah kasur (Name).

Tangan Samatoki terangkat, kemudian menyentuh wajah (Name)—menyingkirkan rambut (h/c) (Name) dari wajahnya. Samatoki melirik ke arah jam dinding, yang sudah menunjukkan pukul 3 pagi.

Hampir 6 jam berlalu sejak (Name) pingsan di hadapannya.

Samatoki baru saja selesai menghubungi Sasara dan Naruhiko, dan mereka langsung pergi kemari—paling cepat mereka akan datang nanti pagi. Samatoki kembali menoleh ke arah (Name), lalu mengerutkan alisnya dan membuang pandangannya. Tangannya kembali terangkat—tapi kali ini mengacak rambutnya dengan gusar.

Apa yang terjadi pada (Name)?

"Bukannya kau pergi ke Amerika untuk mengobati penyakitmu?"

Samatoki menghela napas, kemudian menatap (Name) yang terlelap.

"Banyak pertanyaan yang harus kau jawab, (Name)."

Samatoki berdiri dari kursinya, lalu mendekati (Name). Tangannya mengusap kening (Name) untuk sejenak.

"Tapi untuk sekarang, cepatlah sadar dan buka matamu itu."

Setelah itu Samatoki mencium kening (Name).

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top