Part 1 - Bertukar Jiwa
Pusing, rasanya kepalanya mau pecah.
'Uh,' rintihan kesakitan keluar dari mulutnya, 'apa gejala awal Hanahaki sesakit ini?'
[name] membuka matanya, dan kedua alisnya berkerut menyadari bahwa dia sedang terbaring di atas sofa.
"Yang benar saja, Sasara, setelah melihatku muntah darah dan pingsan, setidaknya bawa aku ke kasurku—"
[name] menghentikan ucapannya, menyadari ada yang aneh. Dirinya langsung bangkit dari posisi tidurnya dan melihat ke sekitarnya, mendapati dirinya bukan berada di apartemen yang dia tempati bersama Sasara. Walaupun bukan tempat tinggalnya tapi [name] tahu di mana dia berada sekarang.
Rumah Samatoki.
"Apa ...," sebelah tangan [name] langsung menutup mulutnya dan tanpa berpikir dua kali dirinya segera bangkit dari sofa untuk pergi ke kamar mandi.
Apa yang [name] lihat di cermin bukanlah dirinya, melainkan Samatoki.
"Apa-apaan ini!?"
[name] meremas kepalanya (atau kepala Samatoki?) dengan panik. Dirinya keluar dari kamar mandi, mencoba mencari ponsel sang laki-laki atau petunjuk yang membantunya sekarang namun dirinya segera berhenti saat sampai di ruang TV, tempat [name] terbangun sebelumnya.
"Kenapa ada banyak kaleng bir di sini," heran [name] mengerutkan alisnya—bersamaan dengan datangnya rasa pusing kepala yang dia keluhkan tadi, "sakit kepalaku bukan karena Hanahaki, tapi hangover."
[name] membuka matanya yang sempat tertutup karena menahan pusing, kemudian ekspresinya berubah menjadi sendu.
"Apa kau membeli semua bir ini lalu mabuk setelah putus? Kupikir hanya aku yang berantakan karena ini?"
Malam itu, [name] dan Samatoki mengakhiri hubungan yang sudah mereka jalin selama empat tahun, yang seharusnya sudah berakhir satu tahun yang lalu. Mengingat alasan kenapa mereka bisa mengakhiri hubungan yang begitu lama itu membuat [name] meringis dan menggeleng agar dirinya fokus pada tujuan utamanya sekarang.
"Pikirkan itu nanti, sekarang di mana dia menyimpan ponselnya," gumam [name] melihat ke sekitar ruangan.
Saat melihat ponsel Samatoki berada di lantai dekat sofa, [name] langsung mengambilnya. Dirinya mencoba sekuat tenaga mengabaikan wallpaper ponsel sang laki-laki, foto saat mereka berdua berada di pelabuhan Yokohama, juga password ponsel Samatoki yang masih memakai tanggal anniversary mereka. Begitu membuka kontak, [name] langsung menghubungi Sasara dan panggilan terangkat di dering kedua.
"Ada apa, Samatoki?"
"Di mana kalian sekarang?"
"Kalian?"
"Kau dan [name]. Apa kalian masih di Yokohama?"
Tidak ada balasan dari Sasara, membuat [name] menarik napas panjang.
"[name], dia pingsan kan? Beritahu aku ke rumah sakit mana kau membawanya, dan akan kujelaskan semuanya saat aku sampai di sana," ucap [name] menutup matanya berharap Sasara mau menjawab pertanyaannya.
'Aku bahkan belum cerita perihal putusku dengan Samatoki, tapi dari kedatangan Sasara sebelum aku pingsan, sepertinya dia sudah tahu,' pikir [name].
"Baiklah."
Jawaban Sasara sukses membuat [name] membuka matanya kaget, dan ucapan Sasara yang selanjutnya adalah lokasi rumah sakit. Setelah mematikan panggilan dari Sasara, [name] langsung pergi ke tempat tubuhnya berada dan menghela napas panjang memikirkan penjelasan yang harus dia beritahukan pada Sasara saat sampai nanti.
"Aku yakin Sasara akan mengataiku gila setelah menjelaskan semuanya."
***
"Samatoki, aku terkejut kau jadi gila setelah putus dengan [name]."
"Aku sudah menduga bagian gilanya, tapi tidak dengan sangkut pautnya denganku," sahut [name] memijit batang hidungnya dengan frustrasi.
"Lihat, aku tahu kau dan [name] sudah bersama bahkan sebelum Mad Comic Dialogue terbentuk, tapi aku tidak pernah melihatmu pura-pura menjadi [name] walaupun dari cara bicaramu sangat mirip dengannya sekarang."
"Lalu apa yang bisa membuatmu percaya pada penjelasanku?" sahut [name] menatap kesal Sasara.
"Entahlah, penjelasan 'jiwa yang tertukar' itu hanya ada di dalam dunia fiksi, Samatoki."
[name] menarik napas panjang lalu melirik ke arah kasur rumah sakit, melihat tubuhnya terbaring tak berdaya di sana. Dirinya menduga jiwa Samatoki pasti berada di tubuhnya, atau bisa saja jiwa sang laki-laki pergi entah ke mana dan kini tubuhnya hanya cangkang kosong tanpa jiwa. [name] akan tahu kebenarannya saat kedua matanya terbuka dan dilihat dari kondisinya, tubuhnya tidak merespons apa-apa sejak pingsan kemarin malam di pelabuhan Yokohama.
"Hanahaki," [name] melihat perubahan ekspresi Sasara saat nama penyakit misterius itu keluar dari mulutnya, "jika aku memang Samatoki, mana mungkin aku tahu kondisi [name] sekarang, terlebih lagi penyebab utama kenapa dia terbaring di kasur sekarang."
Sasara menatap [name] cukup lama, sebelum akhirnya menggerutu.
"Ugh, baiklah untuk sekarang aku percaya," ucap Sasara, "lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Jika memang Samatoki ada di dalam tubuhku, maka kita harus menunggunya sadar," ucap [name] kemudian tersenyum miring, "aku bahkan bisa menebak apa yang akan Samatoki ucapkan saat dia terbangun nanti."
"Oh ya?"
"Pertama dia akan mengeluhkan dadanya terasa seperti dibakar," ucap [name] mengacungkan jari pertama, "kedua, dia akan melihat ke sekitar ruangan dan berhenti saat menatapku lalu bilang: Aku pasti masih mabuk karena aku melihat kloning diriku sendiri," tutupnya mengacungkan jari kedua.
Selesainya [name] bicara, dirinya dan Sasara mendengar suara erangan dari kasur. Mereka berdua melihat bagaimana Samatoki (yang ada di tubuh [name]) membuka kedua matanya dengan perlahan.
"Sialan, kenapa dadaku terasa panas seperti dibakar," gerutunya bangkit dari kasur lalu melihat ke sekitar ruangan dan melakukan hal seperti dugaan [name], "...aku pasti masih mabuk karena aku melihat kloning diriku sendiri."
"Tuh kan," sahut [name] menatap Sasara yang membelalak kaget.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top