Bab 7
Hari ini adalah hari Yohanes dan Paulus, ibu Miguel bersama tetangga lainnya pergi ke gereja. Sedangkan anak-anak sepertinya enggan ikut ke sana, begitu juga dengan Miguel.
Bocah berambut cokelat dan agak ikal itu hanya bermain bersama Kuro——yang disebut Micky.
Awalnya mereka bermain di halaman, karena ibu Miguel berpesan untuk tidak boleh bermain terlalu jauh. tapi teman-teman Miguel tidak ada yang mau bermain dengannya. Ditambah Miguel yang dianggap aneh karena bermain bersama kucing hitam.
Miguel tidak masalah, akhirnya ia membawa Kuro ke dalam rumah. Miguel bercerita jika teman-temannya itu memang sering mengganggunya dan membuat Miguel tidak nyaman. Bahkan jika mereka bertemu di tempat ibadah pun, teman-teman Miguel masih sering jahil. Namun, Miguel tidak pernah sekali pun menceritakannya pada sang Ibu.
Rupanya bermain kejar-kejaran di dalam rumah itu tidak baik. Terbukti ketika beberapa saat kemudian Miguel memekik kesakitan
"Aduh...." Miguel memegangi kakinya yang membentur sudut meja saat ia mengejar Kuro tadi.
Anak itu terduduk, raut wajahnya tampak menahan air mata. Kuro menatap kaki Miguel yang memang langsung terlihat membiru lebam.
Kuro merasa khawatir, pasti itu sakit sekali.
"Tidak apa-apa, Micky. Nanti, saat ibu pulang, dia bisa menyembuhkanku dengan mantranya lagi," tutur Miguel seakan mengetahui kekhawatiran Kuro.
Bocah laki-laki itu mencoba bangun namun tampak kepayahan. Kuro berinisiatif akan membantu menyembuhkan luka Miguel lagi saat bocah itu tertidur nanti.
Sayup-sayup, Kuro mendengar ada suara seruling nan merdu. Entah dari mana asalnya. Tapi ia dan Miguel merasa sangat panasaran.
Dengan tertatih Miguel bangkit dari duduknya lalu membuka pintu. Kuro melihat banyak sekali anak-anak yang menari bahagia, di depannya seorang pria dengan baju warna-warni memainkan seruling di mulutnya.
Suara yang dihasilkan begitu merdu dan menyenangkan, pantas saja banyak anak-anak kecil yang ikut menari bahagia. Miguel pun ikut bergabung, meski dengan tertatih-tatih karena kakinya yang masih sakit.
Kucing anggora hitam itu juga tidak ketinggalan ia menemani Miguel yang berada paling belakang. Alunan seruling ini benar-benar indah, membuat Kuro dan Miguel menghayati dengan hati gembira.
Ya setidaknya begitu, sampai satu ketika kaki Kuro menginjak genangan air kotor yang begitu ia benci. Saking tidak sukanya dengan kesialannya ini, membuat Kuro sadar bahwa ia sudah berada di tempat yang jauh dari rumah.
Sepasang mata kuning Kuro mencari sosok Miguel, anak itu ada di paling belakang. Mungkin karena kakinya yang masih sakit itulah yang membuat Miguel agak tertinggal dengan rombongan di depan. Namun bukan itu, Kuro harus mengingatkan Miguel bahwa mereka harus kembali ke rumah atau Ibu akan memarahinya.
Dengan cepat Kuro mengigit ujung celana panjang Miguel, menahan anak itu untuk berhenti, tapi yang ada, justru Kuro terseret langkah Miguel. Kuro mencoba mengeong nyaring pun juga tidak berhasil.
Tatapan mata Miguel terlihat berbinar dan bocah itu terus tersenyum memandangan rombongan di depan. Tidak ada sedikit pun tanda-tanda anak ini akan berhenti.
Firasat Kuro mengatakan ini tidak baik, ia harus melakukan sesuatu.
Kucing betina itu memutuskan bersembunyi di balik pohon besar. Ia memutar tubuhnya hingga mengeluarkan asap dan bunyi letupan.
Kuro merubah wujud menjadi bocah perempuan berambut hitam dan kuncir dua.
Tanpa menunggu waktu, Kuro segera menyusul Miguel sambil memanggil-manggil nama anak itu.
"Miguel! Miguel!" Yang dipanggil bahkan tidak menoleh.
"Miguel, berhenti." Miguel tetap berjalan meski tertatih-tatih.
"Miguel, nanti ibu marah. Kita sudah terlalu jauh dari rumah." Kuro menarik tangan Miguel, namun bocah itu terus mencoba berjalan.
"Miguel, ayo pulang!" sentak Kuro yang tidak berpengaruh apa pun.
Terjadi tarik menarik antara Kuro dan Miguel.
Kuro yang dalam wujud bocah perempuan itu terus menyeret Miguel agar berhenti, sedangkan Miguel memaksakan diri untuk mengikuti rombongan yang semakin menjauh.
Begitulah sampai suara seruling itu tidak terdengar lagi dan rombongan bocah yang bersamanya sudah tidak terlihat juga.
"Miguel, ayo pulang!"
Miguel menengok dan tampak bingung melihat Kuro yang menarik tangannya.
"Kau siapa?"
Kuro mendesah lega, sebelum kemudian memperkenalkan diri. "Aku Kuro. Sekarang ayo kita pulang! Ibumu bisa marah jika tahu kau bermain terlalu jauh dari rumah."
"Oh iya...," pekik Miguel sambil menepuk jidatnya.
"Ayo!" Lagi-lagi Kuro menarik tangan Miguel agar anak itu tidak lepas. Namun Miguel kembali menahan tarikan Kuro.
"Kenapa?" tanya Kuro heran melihat wajah Miguel yang terlihat malu-malu sambil memperhatikan tangannya.
Tidak ada ucapan yang keluar dari mulut Miguel. Bocah itu hanya mengedikan kepalanya dan menurut saja ketika Kuro kembali menuntunnya pulang.
***
"Miguueeeellll...!!" teriak Ibu ketika melihat anaknya jalan menghampiri dengan terpincang-pincang.
Sang bunda segera menyambut Miguel ke dalam pelukan, suaranya terdengar serak diiringi sesegukan.
"Kamu kemana aja, Nak?"
"Maaf, Ibu tadi aku——"
"Miguel apa kamu melihat Jessy dan Pablo?" tanya seorang ibu paruh yang tampak cemas.
"Bagaimana dengan Rafles? Apa kau melihatnya?" Wanita lain bertanya bahkan sebelum Miguel menjawab.
"Kau kenal Cylis?"
Ibu-ibu lain ikut menggerubungi Miguel dan menanyakan anak mereka dengan panik.
Kuro kasian melihat Miguel yang kebingungan. "Aku melihat mereka," sahut Kuro tiba-tiba. Membuat semua mata mengarah padanya.
"Aku memang tidak mengenal anak-anak itu. Tapi aku melihat banyak sekali anak-anak yang bernyanyi dan menari mengikuti seorang paman yang bermain seruling dengan pakaian warna-warna."
"Kemana? Kemana mereka pergi?" Salah satu ibu itu bertanya semakin cemas.
"Ke sana." Tunjuk Kuro ke arah yang dilaluinya tadi. "Miguel tidak bisa ikut karna kakinya sakit. Jadi ia tertinggal."
Para orang tua semakin ribut, mereka bingung harus melakukan tindakan apa? Harusnya menyusul langsung? Atau melaporkannya pada walikota?
"Ini pasti karna Pak Walikota tidak membayar jasa pengusir tikus itu." Duga salah satunya.
"Iya benar, pasti pria itu yang menculik anak-anak kita," sahut yang lain, diringi anggukan setuju. Akhirnya mereka ramai-ramai berniat mendatangi rumah Walikota. Para ayah akan mencoba menyusul dan mencari anak-anak mereka.
"Ibu, sebenarnya ada apa?" tanya Miguel yang masih tidak mengerti dengan keadaan sekitar. Ibu berjongkok untuk menggendong Miguel.
"Ibu yang seharusnya bertanya. Sepulang dari gereja, ibu bersama orang tua yang lain tidak mendapati anak-anak ada di rumah dan dimana pun. Tentu saja kami panik. Ibu bingung harus mencari kalian kemana, eh ngomong-ngomong kau siapa?"
Pertanyaan itu ditunjukan untuk bocah perempuan berambut hitam dan kuncir dua. "Halo, saya Kuro. Saya... teman Miguel." Kuro menampilkan senyum canggungnya.
"Benarkah?" Ibu Miguel tampak berpikir dan mengingat. Kuro sudah gugup, kali ini ia pasti akan ketahuan berbohong.
"Ibu aku lapar," rengek Miguel yang berada dalam gendongan ibunya.
"Ah, iya iya. Ayo kita pulang. Oh, Kuro kau mampirlah dulu ke rumah kami. Kita bisa makan bersama. Anggap saja sebagai rasa terima kasihku, bagaimana pun kau sudah membantu Miguel pulang."
Mendengar kata makan tentu sangat menyenangkan bagi Kuro. Kucing dalam wujud bocah itu tak berpikir dua kali untuk menolak.
***
Mereka bertiga tengah duduk di meja makan, Kuro menatap hidangan di depannya dengan tatapan lapar.
"Miguel, dimana Micky?" tanya sang Bunda sebelum ia duduk. Miguel terlihat kaget, sepertinya ia baru ingat kucing yang beberapa waktu bersamanya sudah tidak ada.
Bocah laki-laki itu turun dari tempat duduknya dan terus memanggil serta mencari Micky di seluruh rumah. Tanpa sadar Micky yang adalah Kuro sudah berubah wujud dan ada di sana.
"Sepertinya Micky hilang, Bu," tutur Miguel saar kembali ke meja makan dengan wajah lesu.
"Yah... sayang sekali, pada ibu baru saja membelikan sup ikan untuknya."
"Ikan?" pekik Kuro senang. Itu membuat Miguel dan Ibu menatapnya.
"Kau suka ikan ya?" tanya Ibu Miguel yang langsung dijawab dengan anggukan.
"Baiklah, kalau begitu ini untukmu saja."
"Terima kasih."
Rejeki memang tidak kemana, batin Kuro bersorak senang.
"Ibu, apa teman-temanku nanti akan ditemukan? Mereka akan kembali kan?" Mendadak Miguel melempar pertanyaan tersebut. Kuro melirik sekilas wajah Miguel yang sedih sebelum kembali menyatap ikan miliknya.
"Tentu saja. Kau juga harus berdoa agar teman-temanmu ya!" Ibu mengelus kepala Miguel dengan sayang.
Melihat itu, kerinduan Kuro kembali menyinggahi hatinya. Ia rindu Nenek Peach, ia rindu Topaz, ia rindu Mochi, Madoka——ya meskipun kakaknya sudah membuatnya kehilangan sebelah kumisnya.
Semoga mereka semua baik-baik saja.
***
Kuro tengah berjalan di pasar dengan dua kaki. Oh ya, dia masih berada dalam wujud manusianya.
Tujuannya ke sini adalah untuk membeli obat untuk Miguel. Ibu Miguel tadi hendak ke pasar, tapi Kuro melarangnya dan mengajukan diri agar dirinya saja yang pergi.
Kuro tidak ingin Miguel berada jauh dari pengawasan ibunya lagi. Toh, dia juga ke sini sekaligus ada perlu.
"Permisi," teriak Kuro di depan salah satu toko obat yang ada di pasar.
"Iya... hai anak manis. Ada perlu apa?" tanya pemilik toko obat ramah.
"Aku mau membeli beberapa obat Nyonya." Kuro menyodorkan secarik kertas yang diberikan oleh ibu Miguel tadi.
Wanita yang mungkin sedikit lebih tua dari ibu Miguel itu membetulkan letak kaca mata bundarnya. Kuro mengenal wanita ini. Hm... sebenarnya tidak juga.
Kuro tidak tahu nama wanita pemilik toko ini, tapi yang Kuro tahu Nenek Peach sering membeli beberapa bahan obat-obatan ke sini.
Ketika wanita itu sibuk mengambil beberapa botol serta bungkusan sambil membaca pesanan, Kuro merasa ini saatnya untuk bertanya.
"Nyonya, apa anda mengenal Nenek Peach?"
Pergerakan wanita itu terhenti di udara, ia menengok ke arah Kuro sambil membetulkan letak kaca matanya. Menatap lekat bocah berkuncir dua itu.
"Ya, aku mengenalnya. Kau siapa? Apa kau cucunya?"
Kuro tidak tahu harus menjawab apa, tapi dia hanya mengangguk samar dan kembali melempar pertanyaan. "Apa beberapa hari ini Nenek Peach ada kemari?"
Wanita itu tampak mengingat-ngingat, dalam hati Kuro berdoa semoga wanita ini mempunyai ingatan yang bagus. Karena menurut pengamatan Kuro, wajahnya belum setua Nenek Peach.
"Iya...," jawabnya, Kuro tidak bisa menutupi rasa syukur dan binar bahagianya.
"Sekitar sepekan yang lalu beliau kemari untuk membeli beberapa obat dalam jumlah banyak. Katanya orang yang akan dia obati adalah orang yang besar dan berada di tempat yang tinggi. Dia juga membayarku dengan sebuah telur emas."
Telur emas? Orang yang sangat besar dan tinggal di tempat yang tinggi?
*****
To be continue...
Siapakah orang yang besar, tinggal di tempat yang tinggi, bahkan mampu memberi Nenek Peach telur emas?
Baca juga kisah kucing lainnya.
😻 Topaz wattpad @benitobonita / joylada @wulan benitobonita
😻 Kuro Wattpad @hannimaharani / joylada @Hanni Maharani
😻 Chiya wattpad @harianimey/ joylada @harianimey
😻 Chocola wattpad @Pyorong07/ joylada @reinke
😻 Purple wattpad @ree_puspita/ joylada @Reepuspita
😻 Mochi wattpad @Dyah_Putri19/ joylada @Dyahputri
😻 Madoka wattpad @kanonaiko/ joylada @kanonaiko
😻😻😻😻😻
Thank you for reading
Don't forget to vote & coment^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top