Bab 3
Seekor kucing hitam berbulu lebat dengan kumisnya yang tinggal sebelah, tengah menyusuri jalan ibu kota. Ialah Kuro, yang sedang kesal karena lagi-lagi ia melewati jalan yang sama.
Beginilah akibatnya jika kumis milik Kuro teriris, dia seperti sedang kehilangan arah. Entah sudah berapa kali ia melewati toko dan rumah yang sama. Kucing itu mendesah, ini semua karena ulah kakak tertuanya, Madoka.
Semalam Kuro menjerit histeris seraya menangis keras saat Madoka tanpa sengaja mengiris sebelah kumisnya. Kucing belang hitam itu terus mencoba menenangkan.
"Huwaaaa... Aku tidak mau tahu, kau harus mengantarkanku sampai keluar hutan!" rengek Kuro setengah marah, setengah merajuk.
"Baik-baik. Aku akan mengantarmu sampai keluar hutan."
Sebenarnya Kuro lebih suka jika Madoka mengantarnya sampai tujuan, tapi untuk lebih menghemat waktu, mereka harus berpencar untuk mencari Nenek Peach. Dan di sini lah ia sekarang, berputar-putar di rute yang sama.
Tujuan Kuro kali ini adalah menemui salah satu teman kucing ajaibnya terlebih dahulu, sebelum melanjutkan penjalanan mencari Nenek.
Dengan keadaannya yang seperti ini, jangan kan untuk mencari Nenek Peach, jalan saja dia terus kesasar. Maka dari itu, ia harus segera menemukan seekor kucing belang berwarna ungu, yang mempunyai kemampuan melayang dan menghilang. Cashire, nama kucing tersebut.
Bagaimana pun caranya ia harus menemukan Cashire, karena Kuro yakin selain Nenek Peach, hanya Cashire yang bisa dipastikan mempunyai ramuan atau pun tumbuhan yang bisa mempercepat pertumbuhan kumisnya.
Namun, keberadaan Cashire memang agak sulit untuk ditemukan. Sahabat lamanya itu tinggal di sebuah dimensi lain. Dan untuk menuju ke sana ia harus menemukan sebuah portal yang mampu menghubungkan dunia tersebut dengan belahan dunia yang ia tinggali.
Hari sudah menjelang siang, terik matahari membuat Kuro sedikit kepanasan. Dengan segera, ia menggerakan kakinya mencari tempat yang sejuk.
Telinga runcingnya menegak tatkala mendengar riakan air, Kuro mempercepat langkahnya.
Pagi ini dia belum sarapan, dan perutnya mulai berbunyi. Setidaknya minum bisa sedikit menyegarkan tenggorokannya, urusan lapar, ia akan memikirkannya lagi nanti.
Kuro berdiri di pinggir sungai kecil, ia sempat memandang wajahnya dari pantulan air. Rasa jengkel kembali menyeruak tatkala sepasang mata kuning itu menatap wajahnya yang aneh. Ia mendesah sebelum akhirnya menunduk guna ngisi tenggorokannya yang kering. Air sungai ini benar-benar menyegarkan terlebih dengan banyak pohon rindang nan sejuk yang berada di pinggirannya.
Kuro sempat tidak menyangka ada sungai di wilayah yang sudah termasuk kawasan ibukota ini. Sekarang ia harus mencari makan, agar bisa mempunyai tenaga dalam perjalanannya. Tapi di mana ia bisa mendapatkan makanan?
Saat Kuro sedang berpikir bagaimana cara ia bisa mendapatkan makanan lagi, sepasang netra milik sang betina ini melihat seorang gadis berambut pirang dengan gaun biru yang sedang berteduh di bawah pohon tak jauh dari tempatnya.
Gadis cantik dengan rambut berhiaskan bandana berwarna senada itu sedang asik membaca buku sambil mengunyah roti. Kuro meneguk ludah, ia mungkin bisa sedikit memasang wajah memelasnya agar gadis tersebut mau membagi roti untuknya yang tengah di landa kelaparan ini.
Belum juga langkah kaki mungil Kuro mencapai tempat yang di tuju, gadis itu bangkit berdiri meninggalkan bukunya begitu saja. Kuro mengikuti gadis tersebut dengan sedikit kesal.
Kenapa dia tidak meninggalkan rotinya juga? Batin Kuro meruntuk.
Namun, ia tetap mengikuti kemana gadis pirang itu pergi. Sampai kemudian Kuro melihat anak perempuan yang dikejarnya masuk ke sebuah lubang yang berada di bawah pohon besar.
Kucing lapar itu melongok ke dalam lubang besar nan gelap tersebut, ia mendengar suara jeritan si gadis pirang tadi. Jika firasatnya benar, maka ini memang portal yang sejak tadi ia cari-cari. Tanpa menunggu lama, Kuro pun ikut meluncur masuk.
***
Entah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merasakan pijakkan. Kuro bahkan sempat berpikir ia sudah mati karena sejak tadi terasa melayang. Namun, itu belum seberapa saat ia dengan kesal mengintip si gadis pirang yang tadi sudah lebih dulu sampai di sana tengah frustasi karena tidak bisa masuk ke sebuah pintu kecil.
Gadis dengan gaun biru putihnya itu menghentakan kakinya kesal. Ia kemudian meminum air yang tersedia di sana, lalu tak lama kemudian tubuh bocah itu menyusut sesuai untuk ukuran pintu masuk.
Namun, dengan bodohnya gadis berusia sekitar sepuluh hingga duabelas tahun itu lupa, jika tadi dirinya meletakan kunci pintu tersebut di atas meja yang kini tingginya seperti menuju langit untuk ukuran tubuh yang sudah menyusut.
Maka, dengan sedikit kekuatan sihirnya yang masih berfungsi, Kuro berinisiatif membantu gadis itu untuk menggerakan kunci tersebut hingga terjatuh di lantai. Bagaimana pun, lebih cepat gadis itu masuk lebih cepat pula Kuro menemukan Cashire.
Setelah gadis pirang itu masuk, Kuro segera menjilatin tetesan air yang tersisa di botol maupun di lantai. Dalam keadaan kumisnya yang tertebas sebelah dan perut lapar, sihirnya tidak bisa membantu banyak, ia harus menghemat energinya.
Ketika kucing hitam itu sudah melangkah masuk ke dalam sana, mata kuningnya berbinar menatap pemandangan yang menyambut indra pengelihatannya.
Pohon-pohon subur yang meneduhkan, angin sepoy yang membelai wajahnya, langitnya juga cerah, tapi tidak terasa menyengat. Semua terlihat masih sama seperti terakhir kali ia ke sini, kecuali bunga-bunga yang kini berwarna merah semua.
Kuro tidak tahu sejak kapan bunga di sana menjadi merah semua, karena yang ia ingat saat kemari bersama Cashire, bunga di sana penuh dengan warna-warni.
Ah, Cashire... nama itu seakan mengingatkan kembali tujuan awalnya datang kemari. Kuro tidak boleh terlalu lama terpesona dengan alam asri di sini, ia harus segera menemukan Cashire. Lebih cepat lebih baik.
Mata Kuro kembali memantau keadaan sekitarnya. Ia tidak menemukan gadis berambut pirang serta bergaun biru yang tadi sudah masuk terlebih dahulu. Berbekal insting semata juga mengingat-ingat di mana kebiasaan kucing belang ungu itu biasa menghabiskan waktunya, Kuro melangkahkan ke empat kakinya.
Beberapa kali Kuro meloncat guna melewati pohon tumbang yang menghalangi jalan.
Ini semua masih karena kumisnya. Jika nanti Kuro sudah bertemu dengan Nenek Peach, ia harus meminta Nenek membuatkan ramuan yang bisa memperkuat kumisnya agar tidak mudah terpotong.
Dalam pemikirannya itu, indera penciumannya mengendus aroma lezat nan mengiurkan. Perutnya turut bergemuruh meminta diisi. Kuro dengan keempat kakinya melangkah lebih cepat. Namun, baru berlari beberapa langkah, Kuro terjatuh. Sesuatu menabraknya dari sisi sebelah kiri sehingga menimbulkan bunyi berdebun dan mereka berdua terjatuh.
Kuro menggelengkan kepalanya beberapa kali untuk menghilangkan burung-burung imajinasi yang berputar memusingkan di atas kepalanya. Dan ia melihat tersangka yang menyebabkan dirinya terjatuh.
"Maaf... maaf... aku sedang terburu-buru, kau tidak apa-apa?" tanya seseorang yang menabraknya.
Atau seekor...
Ditatapnya dari bawah ke atas. Dua kaki belakangnya tampak kuat menopang tubuh yang berbalut bulu putih bersih berlapis sebuah jas merah. Kaki depannya memegang arlogi bundar kuno yang terantai ke saku.
Dia juga mempunyai kumis, mata yang merah dab telinga yang sangat panjang.
"Kau—"
"Kau Kuro, kan?" tanya kelinci tersebut memotong ucapan Kuro.
"Benar, kau Kuro temannya Cashire, kan?" Kelinci putih tersebut seakan menyambutnya senang. "Bagaimana kabarmu?"
"Aku sedang tidak baik, dan aku ke sini sedang mencari Cashire." jawab Kuro to the point.
"Hm... Cashire ya? Aku sudah lama tidak bertemu dia. Ada urusan apa? Mungkin aku juga bisa bantu."
Belum sempat mulutnya membuka untuk menjawab, perut Kuro berbunyi dengan memalukan.
"Aku rasa, apapun urusanmu kau harus mengisi perutmu terlebih dahulu. Ayo ikut aku!" Kelinci putih tersebut kembali meloncat cepat dan Kuro tidak punya pilihan lain selain mengikutinya.
Tak lama kemudian, tibalah mereka di sini. Sebuah meja panjang yang di isi dengan banyak hidangan serta teh di beberapa teko. Mata Kuro berpendar, banyak kursi dan beberapa makhluk di sana.
Di kursi paling ujung, ada seorang pria muda dengan topi tingginya yang berwajah pucat. Dia adalah Madheater. Kuro tahu karena dulu Cashire pernah memperkenalkannya.
Kuro juga melihat ada dua bocah laki-laki duduk berdampingan. Anak kembar itu tengah memasukan makanan dengan rakus. Bahkan gadis pirang bergaun biru yang bersamanya masuk ke Wonderland ada di sana juga sedang menikmati tehnya.
Kucing anggora betina itu dipersilakan duduk di salah satu kursi di ujung meja. Dia menatap sebelahnya, ternyata bukan hanya dia kucing di sana. Ada kucing lain berwarna kuning kecokelatan juga sedang makan dengan lahap. Dan Kuro yakin sangat mengenal kucing ini, dia adalah kucing yang beberapa hari lalu jatuh mendarat ke bawah westafel dengan kepala membentur tembok akibat kecelakaan berantai yang Kuro sebabkan.
"Chocola."
Kucing itu menoleh ke arahnya dan menampikan wajah dan mulut penuh makanan.
"Kuro? Bagaimana kau bisa di sini? Eh, kumismu?" tanya Chocola yang terkesiap melihat kumis sakral Kuro yang hilang separuh.
"Ya... aku tahu." jawab Kuro diplomatis, dia selalu kesal tiap kali diingatkan perihal kejadian semalam.
"Aku sedang mencari Cashire. Kau sedang apa di sini?"
"Aku sedang makan." sahut Chocola santai sambil memasukan beberapa kue ke mulutnya.
Sepertinya Kuro tanpa sadar sudah memutar bola matanya. Dalam keadaan biasa, mungkin Kuro akan berbicara lebih lanjut dengan Chocola. Namun, untuk keadaan sekarang mulutnya sedang lebih suka digunakan untuk mengunyah makanan dibanding memprotes jawaban Chocola.
Acara perjamuan itu terganggu ketika mendengar suara ribut-ribut yang menuju ke sana.
"Ada Ratu Merah! Ada Ratu Merah!"
seru seseorang yang langsung membuat gaduh.
Semuanya berlari dan menjauh seakan sedang menyelamatkan diri. Kuro pun ikut bersembunyi di balik semak-semak. Ia melihat beberapa prajurit yang datang langsung mengacak-ngacak tempat tersebut. Lalu ada seorang wanita bergaun merah dengan mahkota di atas kepala besarnya sedang duduk angkuh diatas tandu.
Kuro tidak tahu iring-iringan apa ini, tapi matanya membelalak kaget saat ia melihat sesosok bocah laki-laki berambut ungu dengan wajah kuyu dan tubuh lemas berada di dalam kurungan besi pada barisan terakhir.
Bukan kah itu Lian?
*****
To be continue...
Baca juga kisah kucing lainnya.
😻 Topaz wattpad @benitobonita / joylada @wulan benitobonita
😻 Kuro Wattpad @hannimaharani / joylada @Hanni Maharani
😻 Chiya wattpad @harianimey/ joylada @harianimey
😻 Fuma wattpad @Shikanoo / joylada -
😻 Chocola wattpad @Pyorong07/ joylada @reinke
😻 Purple wattpad @ree_puspita/ joylada @Reepuspita
😻 Shinju wattpad @Alvacchi_grey / joylada @Alvacchi
😻 Lian wattpad @aoihachimitsu/ joylada @Aoi_hachimitsu
😻 Mochi wattpad @Dyah_Putri19/ joylada @Dyahputri
😻 Madoka wattpad @kanonaiko/ joylada @kanonaiko
😻 Erlenmeyer wattpad @William_Most / joylada @WilliamMost
😻😻😻
Thank you for reading
Dont forget to vote & coment ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top