KESEPULUH: MONSTER
Mereka berdua sudah di dalam hutan, dengan Priska yang memimpin jalan. Filk mash belum mendapatkan penjelasan apapun, namun tidak berani untuk bertanya juga, jadi perjalanan mereka tidak ada pembicaraan tentang alasan dia diajak ke dalam hutan.
Tiba-tiba Priska berhenti dan berbalik badan. "Filk, ada dua hal yang ingin aku katakan. Pertama, sebagai calon istrimu, jadi sewajarnya aku memberitahumu tentang diriku. Sebenarnya, aku bukanlah manusia... tepatnya bukan sepenuhnya manusia."
"Apa maksudmu?" heran Filk.
Priska memegang semua helai rambutnya, lalu mengangkatnya ke atas agar daun telinganya terlihat. "Aku adalah setengah elf." Dapat dilihat daun telinga Priska runcing ke atas.
"Oh ternyata itu, kupikir apa."
"Eh, Filk tidak kaget?"
"Yah aku sudah melihatnya saat aku melihatmu selesai mandi waktu itu."
Priska langsung mengalihkan wajahnya yang sudah memerah. "Da-Dasar mesum..."
"Eh, ah, i-itu tidak sengaja, kebetulan!"
"A-Apa kau tidak merasa jijik setelah mengetahuinya? Aku ini setengah elf, loh."
"Kenapa harus jijik? Malah kau terlihat manis sekali."
"A- La-Lalu yang kedua!" ucap Priska mengalihkan agar tidak diungkit lagi. "Aku akan memperlihatkanmu sesuatu, jadi berjanjilah kepadaku untuk tidak memberitahu siapapun tentang apa yang akan kutunjukkan."
"Ba-Baiklah, aku janji."
Priska kembali melihat ke arah Filk, wajahnya masih terlihat merona merah. "Ka-Kalau begitu, ikuti aku."
Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan. Mereka semakin memasuki kedalaman hutan. Sampai akhirnya mereka sampai di depan mulut gua kecil yang tersembunyi di balik semak-semak. Mereka berdua pun memasuki mulut gua kecil itu, lalu kembali berjalan.
Setelah beberapa langkah mereka berjalan, sampailah mereka di sebuah tempat yang luas sekali. Tempat ini tidak memiliki satu pun pohon yang berdiri, tapi dipenuh dengan beberapa karang mau yang kecil atau besar. Selain itu, tempat ini dipenuhi oleh beberapa cahaya-cahaya kecil sehingga membuat tempat ini tidak terlalu gelap.
"Wowww, indah sekali!" kagum Filk melihat sekitar. "I-Ini di mana?"
"Bisa dibilang, ini adalah tempat persembunyian," jawab Priska. "Filk, aku minta nanti jangan kaget dan berteriak tiba-tiba, bahkan sampai menyerangnya."
"Menyerang siapa?"
"Nanti kau akan tahu." Priska berbalik mengarah ke tempat yang gelap dan tidak terterangi oleh cahaya-cahaya kecil itu. "Keluarlah, aku sudah membawakan makanan untukmu," ucap Priska sambil mengangkat bungkusan berisi roti ke depan.
Perlahan dari balik yang gelap itu, muncul sosok monster yang besar. Monster itu berdiri dengan kedua tangannya layaknya peran kaki, mengangkat kedua kakinya seperti tangan, dua tentakel besar terpasang di punggungnya, kepalanya terbalik sehingga posisi mulutnya berada di atas dan kedua matanya di bawah.
Tentu melihat sosok monster yang aneh, besar, dan menyeramkan itu membuat Filk berdiri kaku. Dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan normal, malah yang ada tubuhnya gemetaran. Bahkan mulutnya menganga, seperti kesulitan mengucapkan sesuatu karena saking terkejutnya.
"Dimakan semuanya, ya," ucap Priska dengan nada ramah.
Monster itu pun menekukkan kedua lengan dan badannya untuk merendahkan posisinya, sehingga mulutnya yang berada di posisi atas bisa dicapai oleh Priska. Kemudian, dengan santainya Priska memasuki satu persatu roti-roti yang dia bawa.
"Oh iya, laki-laki yang di sana adalah temanku. Jadi jangan serang dia," ucap Priska setelah selesai memberi makan monster itu. "Beri dia salam."
Kedua mata menyeramkan monster itu mengamati setiap inci tubuh Filk, lalu dia pun membuka mulutnya. "Warghh..."
Filk pun langsung tersadar dari kekangan terkejutnya. "Ha-Hallo..." sapa Filk yang masih gemetar.
"Tenang saja, Filk. Dia baik, kok," terang Priska sambil mengelus-ngelus pipi monster itu.
"I-Iya..."
Monster itu memang terlihat seperti kucing yang sedang dielus-elus oleh majikannya, terlihat manja dan jinak. Tapi, karena wujudnya begitu mengerikan dan besar. Filk masih belum bisa menerima bahwa monster itu seperti hewan yang sudah jinak.
"Ja-Jadi ini yang ingin kau tunjukkan?" tanya Filk.
Priska mengangguk membenarkan. "Dulu aku menemukannya di tempat ini, saat aku tersesat mencari tanaman obat untuk dijual. Saat pertama kali aku bertemu dengannya, aku begitu ketakutan, bahkan sampai-sampai tubuhku tidak bisa digerakkan dan berpikir saat itu adalah akhir hidupku. Tapi, perlahan rasa takutku hilang karena dia sedang terluka. Aku pun mengobati lukanya dengan tanaman yang kudapat," tambah Priska. "Setelah itu, aku sering kemari dengan membawa dia makanan dan kami pun berteman."
"Oh iya, sedari tadi kau memanggilnya 'dia'. Apa kau tidak memberi dia nama?"
"Aku masih belum menemukan nama yang bagus..."
"Kasih saja nama asal, pasti dia akan suka."
"Tidak, aku tidak ingin begitu. Aku ingin memberikan nama yang bagus, sebagai tanda pertemanan kami."
Filk yang mendengar itu tersenyum kecil. "Terserah saja. Dia kan temanmu."
"Tidak, dia juga akan menjadi temanmu."
"Eh, aku juga?"
"Tentu saja. Filk kan... nantinya menjadi suamiku..."
Wajah mereka berdua langsung memerah dan saling mengalihkan pandangan. Beda dengan monster yang ada di dekat Priska, dia hanya diam tidak bereaksi sedikit pun.
"Ngo-Ngomong-ngomong, dia unik juga, makannya roti," ucap Filk mengalihkan rasa malunya.
"I-Iya... awalnya aku juga kaget!" balas Priska mengikuti Filk. "Setelah merawat lukanya, dia melihat ke arah kantong isi roti yang kubawa. Aku pun mengeluarkannya, tiba-tiba kepalanya mendekat ke arahku. Melihat hal itu, aku pun memasukkan roti ke dalam mulutnya. Langsung saja dia kunyah, aku begitu kaget!"
"Kau gadis yang baik sekali ternyata."
"Te-Terima kasih..."
Wajah mereka kembali memerah dan monster itu belum bereaksi sedikit pun. Padahal mereka ingin merubah suasana agar tidak canggung, tapi tanpa sadar mereka malah membalikkan lagi suasana menjadi canggung.
Hendak Filk ingin berbicara, tiba-tiba cermin penghubung yang ada di saku celanannya bergetar. Setelah dilihat, ada panggilan dari Ayumi. Filk pun menerima panggilan dan berbalik badan.
(Tuan, Anda ada di mana?) tanya Ayumi. (Kenapa di tempat Anda sedikit gelap?)
"A-Aku sedang jalan-jalan dengan Priska, di tempat yang cukup jauh..."
(Tu-Tuan... Sekarang Anda bersama dengan Priska sedang di tempat yang gelap?! A-Apa yang akan kalian lakukan?!)
"Eh, ke-kenapa malah jadi sa-"
(FILKKKK!! Kau... akan kubunuh kau!!) teriak keras yang memotong kalimat Filk yaitu Dinda.
"Woi, Dinda, Ayumi, kalian salah paham! Me-Memang benar kami sedang di tempat yang sedikit ge-"
Kalimat Filk terpotong lagi karena Dinda tiba-tiba muncul di layar cermin penghubungi. (Filk, cepatlah kemari! Biar aku bisa membunuhmu sekarang!!)
"Sudah kubilang itu salah paham!!"
"Warghhh!!" teriak monster itu tiba-tiba.
(Su-Suara apa itu, Filk?) kaget Dinda. (Hei, sebenarnya kau ada di mana?!)
"Ah, nanti aku hubungi. Dah!"
Filk langsung mematikan panggilannya. Kemudian dia berbalik, dapat dilihat Priska sedang mengelus-ngelus pipi monster itu untuk menenangkannya. Sedangkan monster itu melototi Filk dengan matanya yang sudah bulat sempurna dan memasang ekpresi mengerikan.
"Ma-Maaf, a-aku tiba-tiba berteriak dan membuatmu kaget! Maaf!" ucap Filk sambil menundukkan badannya.
"Sudah tenang, Filk tidak bermaksud membuatmu terkejut. Maafkan dia," ucap Priska sambil terus mengelus pipi monster itu dengan lembut.
Perlahan ekpresi monster itu menghilang, beserta dengan bulatan matanya yang mengerikan. Kemudian monster itu kembali terlihat biasa lagi.
"Se-Sebaiknya aku segera pergi kembali, mereka pasti menungguku. Selain itu kalau aku tidak segera pergi, bisa-bisa Noe datang kemari dan mengetahui tempat ini."
"I-Iya, hati-hati."
Dengan cepat Filk berlari keluar dari tempat tersebut, menuju penginapan tempat teman-temannya menunggu. Sekarang hanya tinggal Priska dan monster itu yang berada di tempat ini. Dia berbincang dengan monster itu untuk beberapa saat, sampai akhirnya Priska memutuskan untuk pergi.
"Sepertinya aku juga harus segera pergi, besok aku kembali lagi," ucap Priska ke monster itu.
Monster itu sedikit mengeluarkan suaranya, dengan volume kecil agar tidak terdengar terlalu mengerikan. Sepertinya dia memperbolehkan Priska untuk pergi dan akan menunggu kedatangannya besok.
"Baiklah, kalau begitu sampai jumpa besok."
Priska pun perlahan pergi meninggalkan monster itu sendiri. Monster itu masih terdiam melihat kepergian Priska yang perlahan semakin menjauh sampai akhirnya tidak terlihat lagi. Kemudian, monster itu pun berbalik dan berjalan memasuki kegelapan itu.
Sekarang Priska sudah ada di luar gua kecil tempat rahasianya. Priska melanjutkan jalannya untuk pulang ke rumahnya. Tapi setelah cukup jauh dari gua kecil itu, langkahnya langsung terhenti akibat seseorang memegang lengannya dengan keras dari samping. Lalu, lengan kiri Priska yang akan digunakan untuk melepaskan cengkraman tangan itu langsung dipegang sekuat-kuatnya oleh orang satu lagi.
Setelah Priska sudah ditahan oleh dua anak perempuan yang sebelumnya mengolok-olok Priska di depan toko roti, muncul satu anak perempuan lagi yang merupakan anak dari pemilik toko roti itu.
"Le-Lepaskan aku!" pinta Priska.
"Tidak akan!" jawab tegas anak perempuan yang berdiri di depan Priska. "Kau sudah mempermalukan kami, jadi kau harus dihukum!"
"Ja-Jangan... aku mohon, jangan..."
"Enaknya diapain, nih?" tanya anak perempuan itu mengabaikan permintaan Priska.
"Kita kasih aja roti buatanmu, dia kan suka sekali roti buatanmu," saran yang di sebelah kanan.
"Iya, waktu itu kan dia menghabiskan tiga roti buatanmu. Pasti dia sangat menyukainya," tambah yang di kiri.
"Benar juga. Kebetulan sekali aku bawa banyak rotinya." Anak perempuan itu merogoh kantong kain yang dibawa, lalu mengeluarkan roti kecil tak karuan dengan bintik-bintik merah menghiasinya. "Nah, ayo cepat makan. Ini gratis, kok. Kamu kan suka sekali rotiku~"
"Ti-Tidakkk!"
Tidak mempedulikan penolakan dan rontaan Priska yang menandakan ketidak inginnya memakan roti yang banyak sekali dengan potongan cabai, anak perempuan itu perlahan menggerakkan tangan yang memegang rotinya ke mulut Priska.
"TIDAKKKKK!!"
Tiba-tiba gempa kecil datang, membuat keempat gadis itu sempoyongan. Karena ingin menjaga keseimbangan, kedua anak perempuan yang memegang Priska melepaskan pegangannya dan membebaskan Priska. Beda dengan yang memegang roti, dia tidak sempat menyeimbangkan tubuhnya dan jatuh mendaratkan pantatnya di atas tanah.
Lalu muncul suara ledakan dan semburan tanah jauh dari belakang Priska, menciptakan kepulan tanah di belakangnya. Mereka berempat otomatis melihat ke arah kepulan tanah itu.
Perlahan sosok monster besar keluar dari kepulan tanah tersebut. Monster yang jalan menggunakan kedua tangannya dapat dilihat oleh mereka. Tentu ketiga anak perempuan itu diam kaku karena ketakutan sekali.
"Warghhh!!" teriak monster itu.
Dua tentakel monster itu meluncur ke arah dua anak perempuan yang sebelumnya memegang menahan Priska. Melihat itu, keduanya terdiam karena masih terdiam kaku.
"Jangaannn!" teriak Priska.
Tentakel itu pun berhenti di depan kedua anak perempuan itu. Mereka berdua langsung pingsan di tempat. Sedangkan anak perempuan yang memegang roti itu, tersadar, lalu berdiri dengan seluruh tubuh gemetar hebat.
"Monsterrrr!!" teriaknya sambil berlari pergi.
Tadinya tentakel monster itu akan menusuk anak perempuan yang lari itu, tapi berkat Priska memeluk lengan monster itu, tentakelnya berhenti di tengah jalan.
"Ja-Jangan... jangan serang dia..." pinta Priska masih memeluk lengan monster itu. "Ke-Kenapa kau malah keluar?" tanya Priska.
Monster itu hanya menjawab dengan suara 'arrr' bernada kecil. Priska tak perlu penerjemah bahaya monster, dia sudah paham maksud monster itu.
"Ayo cepat kembali, sebelum warga berdatangan!"
Monster itu diam, tidak mengikuti perintah Priska. Tentu Priska paham apa maksudnya, walau tidak ada satu pun kata yang diucapkan monster itu.
"Tidak, jangan. Memang mereka menjahatiku, tapi jangan melukai mereka. Pokoknya, sekarang kau harus segera kembali ke tempatmu sebelum warga datang!"
Monster itu tetap diam, tidak bergerak sedikit pun untuk menandakan akan melakukan perintah Priska.
"Kenapa kau tidak mau kembali lagi?" tanya Priska tidak bisa memikirkan kemungkinan maksud monster itu. "Kumohon kembali lah... Aku tidak ingin kehilanganmu..." pinta Priska dengan air mata yang mulai keluar dari kedua matanya.
Tiba-tiba monster itu mencengkram lembut tubuh Priska dengan satu tangan, lalu menyimpannya di atas pundak kanan. Kemudian monster itu berbalik dan berlari dengan kedua tangan dan kaki layaknya rusa yang kabur dari kejaran singa.
"Hei, kita akan pergi ke mana?" tanya Priska bingung dengan sikap temannya ini.
Monster itu tidak menjawab, malah larinya bertambah cepat. Sehingga Priska terpaksa harus beberapa helai rambutnya yang berada di bawah, supaya tidak jatuh terbawa angin. Terus berlari dan berlari, lurus ke depan tanpa tujuan.
Monster itu benar-benar tidak mempedulikan atau tidak bisa menjawab kebingungan Priska, sampai-sampai dia tidak sadar ada seorang gadis bersayap terbang ke arahnya. Gadis itu pun membawa Priska dari monster itu. Monster itu berhenti setelah mendengar teriakan Priska saat dibawa terbang menjauh.
"Warghhhh!!" teriak monster itu sambil meluncurkan tusukan tentakelnya.
Gadis bersayap kelalawar itu bisa menghindari dengan mudah setiap serangan menusuk tentakel monster itu. Lalu, gadis kelalawar itu menjatuhkan Priska ke bawah. Priska tentu langsung berteriak ketakutan.
Tapi, setelah beberapa saat dia menutup mata, Priska tidak merasakan sakit di sekitar tubuhnya. Dia pun membuka kelopak matanya perlahan. Priska langsung terkejut karena mendapati dirinya sedang berposisi digendong ala tuan putri oleh laki-laki calon suaminya.
"Fi-Filk..." panggil Priska lembut terkejut.
"Maaf, Priska." Filkpun menurunkan Priska. "Kami harus menyingkirkan monster itu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top