KEEMPAT: SEMANGAT

Sekarang mereka sedang berhadapan dengan monster quest, babi hutan. Babi hutan ini berukuran sedikit besar dari babi hutan pada biasanya, memiliki tanduk besar melengkung ke atas di hidungnya, berbulu coklat gelap, dan matanya menatap ke arah mereka dengan tajam. Tiba-tiba monster babi hutan itu menggesek-gesekkan kaki belakang kirinya, bisa dipastikan monster itu bersiap-siap untuk menyeruduk.

"Aku akan menahan serangan surudukkannya dari depan," ucap Dinda. "Iki, kau tahan tubuh babi hutan itu dari belakang saat aku menahannya. Jangan lupa gunakan sihir peningkat."

"Baik."

"Ayumi, kau yang serang monster itu dengan sihir apapun saat kami berhasil menahan monster itu. Nanti kami akan langsung menghindar setelah kau meluncurkan sihirmu."

"Baik."

Monster itu pun berlari, bersiap menyuruduk salah satu dari mereka. Tapi, dari arah larinya monster itu mengarah ke arah Dinda. Filk dan lainnya lari menjauh, sedangkan Dinda masih berdiam diri menatap tajam babi hutan itu sambil mengeluarkan pedang dari sarungnya. Babi hutan itu sudah dekat dengan Dinda, tanduknya yang besar siap menyeruduk tubuh Dinda. Tapi, Dinda berhasil menahan tanduk monster itu dengan pedangnya.

Namun, perlahan Dinda mulai terdorong ke belakang. Filk pun berlari ke belakang monster itu, lalu memegang tubuh monster itu. Dengan begini, mereka berhasil menahan monster itu. Selanjutnya, Ayumi menciptakan awan hitam kecil, lalu awan hitam kecil itu terbang ke arah monster itu. Setelah di atas monster itu, sebuah kilatan menyambar ke arah monster itu bersamaan dengan Filk dan Dinda meloncat menjauh. Babi hutan itu berhasil menjadi babi panggang.

Tapi, ternyata monster itu masih hidup. Dengan asap yang masih mengepul, bulu coklatnya yang sudah berubah menjadi hitam, monster itu berdiri dengan sedikit gemetar. Monster itu mengarahkan pandangannya ke arah Ayumi dengan penuh amarah, lalu mendengus kesal. Secara cepat, monster itu berlari ke arah Ayumi, bersiap untuk menyeruduk Ayumi.

"Tidak akan kubiarkan!" teriak Filk. Dia pun berlari dan menangkap tubuh monster itu.

Filk memegang tubuh monster itu, berhasil membuat monster itu tertahan. Namun, perlahan Filk tertarik, dan akhirnya terjatuh karena tidak bisa menahan monster itu. Filk masih saja terus memegang tubuh monster itu, akibatnya dia terseret terbawa oleh monster itu yang siap menyeruduk Ayumi.

"Tuan!" kaget Ayumi.

Ayumi bisa saja menyerang monster itu dengan sihirnya, tapi nantinya kemungkinan sihirnya akan mengenai Filk yang terseret oleh monster itu. Jadi, Ayumi kebingungan antara menyerang atau menghindar.

"Sudah kubilang, tidak akan kubiarkan!" Filk langsung melepaskan cengkraman tangan kirinya dari bulu monster itu, lalu menangkap kaki kiri monster itu. Akibatnya, Monter itu jatuh terseret.

Kemudian Filk memegang kaki kanan monster itu, tentu saja monster itu langsung meronta-ronta. Kedua tangan Filk harus tergesek-gesek ke tanah, karena menahan ronta-ronta dari kedua kaki monster itu. Dinda pun langsung berlari mendekati monter itu, kemudian memukul keras kepala atas monster itu berkali-kali. Monter itu pun berhenti meronta-ronta, dan mati.

"Tuan!" panggil Ayumi sambil mendekati Filk yang masih memegang kedua kaki monster itu dalam keadaan tengkurap, dengan wajah menempel di tanah. Perlahan wajah Filk diangkat, lalu dia melihat ke arah Ayumi. "Ahhhhh! Mata Tuan menghilang!"

"Aku masih bisa melihat!!" bentak Filk.

"Tapi, aku tidak bisa melihat mata Tuan... hanya ada bayangan hitam dan wajah Tuan yang terluka karena terseret."

"Ayumi, memang Filk seperti itu," ucap Dinda. "Memang sejak awal matanya tertutup oleh bayangan itu, bukannya menghilang."

"Ehhhh?!" kaget Ayumi. "Kok aku baru menyadarinya?!"

"Sudahlah, itu tidak penting," ucap Filk. "Apa kau baik-baik saja, Ayumi?" lanjut Filk.

Mendengar kekhawatiran Filk, tentu saja wajah Ayumi langsung merona memerah. "Se-Seharusnya Tuan mengkhawatrikan keadaan Tuan sendiri."

"Tenang saja, ini hanya luka ringan."

"Oh begitu. Baiklah, aku tidak akan menyembuhkan lukamu," potong Noe.

"Ta-Tapi bukan berarti aku tidak merasakan sakit. Aku mohon, Noe. Sembuhkanlah lukaku ini. Rasanya cukup sakit sekali."

Mereka bertiga pun langsung tertawa kecil, melihat tingkah plin-plan Filk. Filk yang melihat itu hanya memasang senyuman kecil, sambil menahan rasa nyeri.

Setelah disembuhkan, mereka pun kembali ke kota, dengan membawa bangkai monster itu. Tentu saja yang membawa bangkai monster itu adalah Filk, satu-satunya laki-laki di party. Filk menggendong monster itu, tentu saja dibantu dengan sihir peningkat kekuatan.

Setelah menjual dan menerima hadiah dari quest, mereka kembali ke tempat pelatihan. Di sana, Filk akan meningkatkan kemampuan sihirnya yang dibantu oleh Ayumi. Pertama, Ayumi akan mengajarkan sihir elmen tingkat dasar.

"Tuan, pusatkan sihir Tuan ke tangan dan bayangkan angin berkumpul di atas telapak tangan Tuan," terang Ayumi.

"Ternyata caranya sama saja dengan sihir peningkat kekuatan."

"Walau sama, tapi ini akan sedikit lebih sulit. Jadi, berkonsentrasilah."

"Baik."

Filk mengangkat tangannya ke depan, membuka telapak tangannya lebar-lebar. Pikirannya sekarang sedang membayangkan di atas telapak tangannya berkumpul angin membentuk sebuah kubus... karena menurutnya berbentuk bola itu sudah biasa. Namun, beberapa menit kemudian, tidak terjadi apa-apa.

"Sepertinya kita coba elmen lain dulu," ucap Ayumi.

"Bagaimana kalau api?" saran Filk.

"Tuan yakin? Itu adalah elmen terkuat, dan paling sulit."

"Tentu saja aku yakin. Guruku pernah mengatakan, 'kerjakan dulu yang tersulit'."

"Tunggu, Tuan tidak salah mendengar nasihat, kan?"

"Tidak. Karena menurut guru itu kalau mengerjakan yang sulit terlebih dahulu, hal sulit itu akan jadi mudah."

"A-Aku tidak terlalu paham... Tapi, baiklah. Kita coba sihir elmen api."

"Oke, aku siap!"

"Pertama, Tuan gosokkan kedua telapak tangan sambil memusatkan sihir dan bayangkan api akan tercipta di telapak tangan. Tapi, hati-hati, jangan terlalu berlebihan dan jangan terlalu besar memusatkan sihirnya."

Filk pun menggosok kedua telapak tangannya, memusatkan sihir dan membayangkan api akan keluar dari telapak tangannya. Kali ini, Filk berhasil, api keluar dari tangannya. Tapi, perlahan api itu semakin membesar.

Kedua pergelangan tangan Filk dimakan oleh api. "AHHHHH!! Panas-panas!!! Panassss!!" Filk mengibas-ngibaskan tangannya, berharap api itu menghilang atau terlepas dari tangannya.

Tiba-tiba butiran-butiran air mengumpul di sekeliling kedua pergelangan tangan Filk, butiran-butiran air itu pun membentuk bola dan menutupi kedua pergelangan tangan Filk yang terbakar. Filk mulai merasakan api di pergelangan tangannya perlahan menghilang, tapi panasnya masih terasa.

"Tuan, sudah kubilang hati-hati," tegas Ayumi.

Filk langsung bernafas lega karena apinya sudah padam. "Ma-Maaf, tadi aku terlalu kesenangan setelah merasakan ada panas di telapak tanganku," ucap Filk. "Mungkin kita coba yang lain."

"Tuan yakin?"

"Iya. Aku masih semangat."

"Baiklah, kalau itu keinginan Tuan. Jadi, elmen apa yang ingin Tuan coba?"

"Hmm... kurasa listrik. Oh iya, apakah dialirkan ke kaki bisa?"

"Bisa saja. Caranya sama saja dengan mengendalikan elmen api."

"Baguslah, karena di tangan sudah sering aku lihat di film." Filk pun memusatkan sihirnya ke kaki, lalu membayangkan listrik mengalir ke kakinya. Listrik berwarna kuning menyelimuti pergelangan kaki, tepatnya sepatu Filk. "Oh, berhasil! Aku tidak tersengat atau merasa sakit!"

"Dinda, kirim satu boneka," ucap Ayumi.

Dinda yang berada di ruangan pengendali bersama dengan Noe, menekan tombol memunculkan boneka latihan. Munculah satu boneka di depan Filk. Dengan penuh semangat, Filk mendaratkan tendangan dari kaki yang sudah diselimuti listrik ke arah boneka itu. Saat telapak sepatu menyentuh tubuh boneka itu, listriknya semakin membesar. Tiba-tiba Filk merasa seperti tersengat, lalu terpental bersamaan dengan boneka itu. Filk terpental cukup jauh, sedangkan boneka itu terpental sangat jauh dan langsung gosong.

Sekarang Filk terkapar kaku, ada asap mengebul dari tubuhnya. Ayumi dengan wajah cemas menghampiri Filk. "Ke-Ke-Kenapa aku tersengat? Pa-Pa-Padahal tadi tidak, rghh!"

"Tuan, berhasil mengeluarkan listriknya dan keadaanya stabil, jadi Tuan tidak tersengat. Tapi, saat Tuan tadi menendang boneka itu, sihir yang keluar jadi besar dan tidak stabil. Akibatnya, ada listrik yang terpental mengenai tubuh Tuan."

"Be-Be-Begitu, ya, rghh!"

"Sebaiknya kita sudahi dulu sampai di sini saja, Tuan."

"I-Iya, a-aku se-setuju." Filk pun menutup matanya, tertidur dengan pulas.

***

Sekarang mereka berempat berada di hutan lagi, kali ini mereka sedang mencari tanaman obat dan bahan makanan untuk dibekal saat perjalanan selanjutnya. Pertama, mereka mencari tanaman obat. Tentu saja mereka tidak akan asal mengambil, mereka mengambil sesuai petunjuk buku tentang tanaman yang bisa dijadikan obat.

"Hmm... Ayumi," ucap Filk.

"Iya, Tuan?"

"Aku baru sadar, dimana sapu terbangmu itu?"

"Tidak tahu, karena sapuku selalu kubiarkan terbang berkeliaran. Memangnya kenapa, Tuan?"

"Aku ingin merasakan terbang menggunakan sapu terbang, bisa?"

"Hahahah, kau seperti anak kecil saja, Iki," komentar Noe.

"Biarin. Lagipula, di duniaku pasti bukan hanya anak kecil saja yang ingin terbang menggunakan sapu terbang, hampir semua orang ingin juga."

"Memangnya di duniamu tidak ada sapu terbang?" tanya Dinda.

"Tidak ada. Menurut orang-orang di duniaku, itu adalah hal yang sangat mustahil. Ditambah lagi, hal berbau sihir tidak ada di duniaku."

"Aku panggil dulu sapu terbangku." Ayumi pun bersiul, dan munculah sapu terbang dari langit menghampiri Ayumi. "Nah, silahkan naik, Tuan."

"Oke." Dengan semangat Filk menaiki sapu terbang itu. "Lho, kau tidak naik, Ayumi?"

"Tidak. Tuan kan ingin sekali merasakan terbang menggunakan sapu terbang, kalau aku ikut Tuan tidak akan bisa menikmatinya sepuas hati."

"Tapi memangnya tidak apa-apa?"

"Tenang saja, Tuan. Sapu terbangku sudah terlatih."

"Eh, seperti hewan saja sudah terlatih."

"Pegang dengan erat sapu terbangnya, jangan sampai lepas. Tuan tinggal memberikan perintah saja kepada sa-"

"Ayo kita pergi!!" teriak Filk semangat. Sapu terbang itu pun dengan cepat terbang membawa Filk. "Wuuuuuu, kereennnnnn!!!" teriak Filk bahagia. Filk benar-benar senang sekali saat dibawa terbang oleh sapu terbang itu, walau entah kemana akan dibawa, yang terpenting bagi Filk adalah merasakan terbang dengan sapu terbang.

Beda dengan ketiga gadis yang melihatnya, terutama Ayumi yang tadi terpotong kalimat peringatan dan pemberitahuan tentang cara mengendalikan sapu terbang miliknya. Kalau Noe dan Dinda hanya bisa memasang senyum pahit melihat tingkah kekanak-kanakan Filk.

"Ternyata Filk itu orangnya terlalu berlebihan kalau sedang semangat," komentar Dinda. "Seperti anak kecil saja," lanjutnya.

"Kuharap Tuan akan baik-baik saja," cemas Ayumi.

"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan," balas Noe. "Kita lanjutkan mencari tanaman obat saja." Mereka bertiga pun melanjutkan mencari tanaman-tanaman obat.

Setelah mendapatkan tanaman obat yang diinginkan, selanjutnya mencari bahan makanan. Mereka mencari buah-buahan, kacang-kacangan, dan lainnya. Setelah terkumpul, mereka memancing ikan. Selesai memancing, mereka akan kembali ke kota untuk berkemas.

"Wah, kantong sihir buatan Noe luar biasa sekali," kagum Ayumi. "Padahal kelihatannya kecil, tapi bisa menampung banyak barang."

Yang dimaksud oleh Ayumi adalah tas selendang milik Noe. Di dalam tas selendang itu, terisi tanaman obat-obatan dan bahan makanan yang mereka dapatkan tadi.

"Fufufu, aku memang hebat," balas Noe.

Tiba-tiba, muncul monster babi hutan yang sama seperti mereka hadapi, hanya saja sedikit lebih kecil. Jumlah mereka ada dua. Dinda langsung maju sambil melepaskan pedang dari sarungnya, kemudian Noe dan Ayumi bersiaga dengan sihir mereka. Kedua monster babi hutan itu berlari ke arah mereka.

*DHUR DHUR

Dua tembakan berhasil mengenai kedua monster itu, langsung mati seketika dengan bersimbah darah. Melihat hal itu, Dinda dan mereka berdua hanya diam terkejut. Dinda mencari sumber tembakan itu.

"Ternyata mereka mudah sekali dibunuh," ucap seseorang.

Dari balik pohon, keluar seorang pria. Dia berjubah merah panjang sampai kaki lengan kanannya pendek sedangkan lengan kirinya panjang, sarung tangan coklat, celana coklat panjang, sepatu coklat, iris mata hijau gelap, berkumis dan berjanggut tipis, rambut putih pendek dengan poni depan menutupi mata kirinya, senjata laras panjang besar dipegang tangan kanannya. Pria itu menempelkan senjata laras panjang itu ke pundaknya, lalu berjalan mendekati kedua bangkai monster babi hutan.

"A-Ano... terima kasih karena sudah menyelamatkan kami, tuan," ucap Ayumi.

"Jangan salah paham, aku bukannya menyelamatkan kalian," balas pria itu. "Kebetulan saja aku melihat mereka, jadi aku tembak mereka." Pria itu menyimpan senjata laras panjangnya ke sarung di punggungnya, kemudian mengambil kedua bangkai itu dengan diseret.

Mereka bertiga hanya bisa diam melihat pria itu pergi membawa bangkai. "Oh iya, kenapa Filk lama sekali?" tanya Dinda memecahkan keheningan.

"Benar juga, Tuan lama sekali," sambung Ayumi.

"Mungkin dia jatuh ke suatu tempat," komentar Noe.

Lalu terlihat sapu terbang milik Ayumi dari langit, sapu terbang itu menghampiri Ayumi. "Eh, dimana Tuan?!" panik Ayumi karean ternyata sapu terbangnya tidak ada yang menaiki. "A-A-Apakah dia jatuh?! A-A-Atau dia... huhuhuhuhhhh!!" Ayumi semakin cemas, sampai-sampai air matanya keluar.

"Hah, dasar merepotkan. Aku akan teleport untuk menjemput dia," ucap Noe.

"Eh, kau kan tidak tahu dimana dia, Noe," ucap Dinda.

"Aku sudah memasang sihir pendeteksi kepadanya, dan kepada kalian berdua. Jadi, aku tahu kalian berada di mana."

"Kalau begitu, cepat jemput Filk. Kasihan Ayumi." Sekarang Ayumi duduk lemas sambil menutupi wajahnya yang sudah menangis dengan keras.

"Baik-baik." Lingkaran sihir muncul di bawah Noe, kemudian Noe pun menghilang.

Dinda mendekati Ayumi. "Tenang, Ayumi. Filk pasti baik-baik saja, dia kan kuat." Dinda mengelus-ngelus lembut punggung Ayumi.

"Ta-Ta-Tapi..."

"Percayalah, dia pasti baik-baik saja."

"I-Iya..." Ayumi mengusap air matanya, wajahnya benar-benar terlihat sangat sedih sekali. "Tuan pasti baik-baik saja..." Dinda pun memeluk Ayumi, dan Ayumi mulai tidak bersedih lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top