; Claire de Lunè

Jujutsu Kaisen Oneshoot by -AURELIE

Nanami Kento x Fem! Reader

Enjoy ! 💜

**✿❀ ❀✿**

Dari banyaknya insan di dunia.

Mengapa dirimu yang aku sangka.

Bisa temani hari-hariku yang tak selalu indah.

Walau kita tak bisa bersama?

**✿❀ ❀✿**

Netra teduh dari sang pemilik surai gelap, suara dan tawa khasnya yang selalu berhasil menggelitik kupu-kupu di perut pria blonde, serta tutur kata lembut yang menyejukan hati. Sejujurnya, Nanami merasa tidak pantas mendapat keberuntungan di hidupnya dalam bentuk bidadari dunia yang kini tak bisa lepas dari ingatan.

Pertemuan tak sengaja di toko bunga milik sang gadis, membawa Nanami dalam rutinitas baru dimana ia selalu berkunjung tak kenal waktu setiap hari. Wangi segar dari bunga yang menghiasi setiap sudut toko serta senyum lembut tak pernah gagal untuk menenangkan perasaan.

Bel yang tergantung di atas pintu masuk berbunyi, menandakan ada pelanggan yang memasuki toko. Dengan suara langkah kaki yang hanya bisa di dengar oleh sang empunya, dia berhenti tepat di belakang gadis yang tengah menyiram beberapa bunga hias menggunakan selang yang tergenggam di tangan kanan.

"Permisi."

Suara baritone memecah keheningan, menarik perhatian sang gadis yang langsung berbalik dan mempertemukan netra keduanya dalam tatapan hangat. Sebuah senyum manis yang ikut terpatri mampu membuat sang lawan bicara tak mampu mengalihkan pandangan.

Dengan anggukan singkat, dia mematikan air dan menaruh selang di tempatnya sebelum membalikan tubuh untuk berhadapan dengan sosok familiar yang masih berdiri di tempat yang sama.

"Oh, kau datang lebih cepat hari ini."

Awalnya Nanami enggan menjawab. Namun bukan karena dia tidak berniat ataupun malas, melainkan setiap kata yang sudah tersusun seolah tersangkut ditenggorokan. Senyum dan suara merdu itu... Benar-benar membuatnya tak bisa berpikir sama sekali untuk sesaat.
"Ya, ku harap aku tidak menganggu waktu mu."

Gelengan pelan dari sang gadis menghilangkan sedikit rasa tak enak yang mengganjal di hatinya. Dan teringat sesuatu, gadis itu berlari kecil kearah sisi lain toko dan mengambil segenggam bunga Lavender sebelum kembali berdiri di hadapan sang lawan bicara.

"Lihat, hari ini bunga Lavender-nya mekar. Cantik banget, kan?" Dengan kekehan polos yang keluar, sinar matahari seolah mendukung suasana dengan masuk melalui sela-sela jendela dan membasuh seluruh figur sang gadis. Menciptakan siluet keemasan disekitar tubuh kecilnya yang lagi-lagi sukses membuat Nanami seolah kehilangan akal sehatnya.

"Iya, cantik."

Tentu saja kata yang diucapkan Nanami barusan tidak tertuju pada bunga yang masih berada di genggaman (Name), melainkan untuk sosok di depannya yang masih memegang bunga Lavender.
Mengambil satu langkah mendekati Nanami, (Name) menaruh setangkai Lavender di tangannya ke kantung jas yang Nanami kenakan sebagai hiasan sebelum tatapannya kembali tertuju kepada netra terang sang lelaki.

"Bunga apalagi yang ingin kau beli hari ini? Atau ingin ku rekomendasikan bunga yang bagus?" Tawarnya.
Iris mata Nanami melirik kebawah dimana setangkai Lavender kecil kini beristirahat di kantung jas miliknya. Dan saat itu, hanya ada satu kata yang terlintas di dalam kepalanya.

'Lucu.'

Mengalihkan pandangan, Nanami mengangguk dan berdehem pelan sebelum akhirnya menjawab singkat.

"Maaf jika merepotkan."

Anehnya, jawaban singkat itu memancing senyuman lebar di wajah gadis yang langsung mengangguk tanpa basa-basi.

"Baiklah! Ini sudah saatnya aku memberitahu mu bunga kesukaan ku, ayo!"

Dengan semangat, dia menggengam lengan Nanami dan menyeretnya ke taman kecil yang berada di belakang toko. Tempat dimana (Name) menanam dan merawat segala jenis bunga untuk dijual kembali.

Sesampainya di tempat yang dituju, (Name) melepas genggaman tangannya pada lengan Nanami dan menunduk sedikit untuk menunjuk salah satu bunga yang tersimpan rapih di rak yang tersusun.

"Lihat, lihat. Ini salah satu bunga yang paling ku suka. Bentuknya unik dan memiliki kelebihan tersendiri."

Tertarik dengan perkataan sang gadis, Nanami ikut melihat kearah yang (Name) tunjuk dan bisa melihat Fuchsia berwarna ungu dengan sedikit gradasi merah tua disana. Rangkaian bunga unik yang memiliki bentuk menggantung terbalik dari tangkai. Dilihat dari beberapa embun yang masih tertempel di kelopak bunga, sepertinya (Name) baru saja menyiram bunga-bunga disini.

"Bunga Fuchsia termasuk kedalam salah satu bunga yang mekar saat musim hujan. Makanya, aku suka sekali berdiri disini saat hujan tiba, warna bunga Fuschia yang mencolok berbanding terbalik dengan awan gelap selalu membuat ku betah."

"Kau memiliki selera yang bagus." Puji Nanami.

Senang mendapat pujian sederhana, (Name) membusungkan dadanya bangga sebelum ia terbawa suasana dan menyombongkan diri. Tentu hal itu menambah kesan tersendiri bagi Nanami.

"Tentu saja, tau tidak? Karena bentuknya yang indah, banyak orang yang tertarik dengan jenis bunga seperti ini. Dan juga tidak sedikit pelanggan toko ku membeli bunga ini untuk pernikahan mereka loh." Jelas sang gadis.

Ahh... Pernikahan ya? Kata yang sakral bagi Nanami karna dalam satu kata tersebut, banyak hal yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Dan tanpa sadar, tatapannya melembut saat ia terus menatap (Name) yang masih menjelaskan tentang bunga Fuchsia. Sampai akhirnya fokus Nanami terpecah ketika (Name) membuat kontak mata dan melontarkan pertanyaan.

"Bagaimana dengan mu? Ketika kau menikah nanti, apa kau akan memakai bunga ini sebagai pelengkap?"

Keheningan langsung menyelimuti, dan saat itu juga isi kepala Nanami langsung terisi oleh banyak hal. Menikah. Menikah katanya? Dengan siapa?

Nanami sendiri sadar bahwa kata menikah seharusnya tidak pernah ada di dalam kamusnya. Hidupnya yang selalu penuh dengan hal-hal mengancam nyawa, berbanding terbalik dengan kehidupan gadis yang ingin ia nikahi. Dan Nanami pun tau bahwa mereka berdua berada di dalam dua dunia yang berbeda.

Tapi, setiap Nanami melihat senyum yang berkali-kali membuatnya jatuh hati, perasaan yang jauh tertanam dalam jiwanya seolah memberontak. Bolehkah kali ini ia memilih untuk egois?

Susah sekali rasanya menghilangkan perasaan aneh yang terus melekat di hatinya. Padahal, Nanami tidak pernah merasakan hal ini pada orang lain sebelumnya. Jadi, bukankah perasaan ini seharusnya tidak pernah ada?

"Nanami, jika kau menikah nanti. Jangan lupa untuk mengundangku, ya? Aku akan membawakan mu buket bunga yang selalu kau beli."

Dan sialnya, perkataan (Name) sama sekali tidak membantu. Dan bisa dibilang justru memperparah gejolak emosi yang kini meluap dalam dada.

Menyadari helaian rambut (Name) yang lepas dari ikatan, sebelum dirinya sendiri sadari tangan Nanami terulur dan menyelipkan beberapa helaian rambut itu ke belakang telinga sang gadis.

Jari-jarinya tanpa sengaja menyentuh pipi (Name) dan bukannya menarik tangannya kembali, Nanami terpaku pada pemandangan di depannya.
Seolah mendukung suasana, hembusan angin musim semi berhembus pelan. Dengan bunga di sekeliling serta gadis pemilik hati, Nanami yakin bahwa sosok (Name) kala itu adalah sosok yang ingin dia jaga sepenuh hati.

"Engkau cantik sekali, manisku. Tak ada cacat cela padamu."

Memaksakan diri untuk menarik kembali tangan yang sebelumnya berada di pipi (Name), Nanami melirik kearah lain dan mengambil satu langkah mundur untuk menahan dirinya sendiri.

"Bisakah kau merangkai bunga peony untuk ku? Kurasa hari ini aku akan membeli itu saja."

Iya, orang bodoh pun tau jika Nanami sengaja mengubah topik. Karna dia sendiri pun takut pada apa yang akan terjadi jika Nanami membiarkan perasannya meluap. Sedangkan (Name) yang mengangguk mantap, mengacungkan jempol kearah laki-laki di hadapannya.

"Serahkan padaku, satu buket bunga siap kau bawa pulang." Memalingkan badan untuk mempersiapkan pesanan Nanami, langkah (Name) terhenti saat Nanami tiba-tiba memegang tangannya yang membuat sang gadis kembali berbalik.

"Besok, lusa, ataupun tahun depan... Aku akan datang kesini untuk melihat bunga Fuchsia mekar bersamamu. Itu janji ku padamu."

Namun, tak ada yang mengira jika kata besok Tak akan pernah datang. Realita kejam memisahkan takdir keduanya secara paksa. Sepertinya, rutinitas Nanami mengunjungi toko bunga milik (Name) sepertinya akan berakhir hari ini.

Karena siapa sangka pekerjaan Nanami lah yang berhasil merenggut nyawanya sendiri. Tubuhnya yang sempurna kini hanya tersisa sebagian. Sungguh cara yang terlalu kejam untuk mati. Bahkan sekarang Nanami sudah tidak bisa merasakan setengah tubuhnya yang sudah terbakar habis.

Apa akhir hidupnya benar-benar akan berakhir disini? Lalu apa yang akan terjadi pada rencana indahnya untuk menikah dengan (Name)? Setelah ini, siapa yang akan menjaga gadis itu? Padahal, Nanami ingin sekali terus melihat senyum sang gadis selama sisa hidupnya. Namun sepertinya, kini semua keinginan dan mimpi itu harus terkubur.
Bahkan, hal-hal terakhir yang terlintas di dalam ingatannya hanyalah tentang sang gadis. Seluruh kejadian dari pertemuan pertama hingga senyum manis terakhir yang Nanami lihat terus berputar bagai rentetan film.

Tapi disaat yang bersamaan, entah kenapa Nanami merasa sangat damai. Seumur hidupnya, baru kali ini perasaan lega bisa mendominasi hatinya. Seolah di pikiran dan jiwanya tak ada lagi beban yang memberatkan. Dan disaat-saat terakhirnya, salah satu dari banyaknya pertanyaan yang dilontarkan (Name), ada satu pertanyaan yang kini justru terngiang-ngiang di dalam kepalanya.

"Nanami, menurut mu seni paling indah itu apa?"

Pertanyaan singkat yang memiliki banyak jawaban, karna Nanami pun tak pernah mengira pertanyaan polos seperti itu bisa tertuju padanya.
Bagi Nanami, seni paling indah adalah jatuh cinta pada sang pemilik pertanyaan.

"Kuharap segala kebaikan selalu bersama mu. Diantara rasa sepi, semoga kau tak pernah merasa sendiri. Dan aku akan selalu berdoa agar kau selalu bahagia di setiap perjalanan hidup. Karna hal yang paling ku suka dibanding apapun adalah melihat mu tersenyum manis seperti itu."

Waktu yang singkat namun terasa panjang dilewati oleh Nanami bersama (Name). Awalnya dia tidak menyangka (Name) akan mengisi sebagian kehidupannya dalam beberapa bulan terakhir.

-"Meski aku tidak pernah mengatakannya secara langsung padamu, aku akan terus mencintai mu. Bahkan hingga akhir waktu nanti, kau akan selalu menjadi pemenangnya."

End

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #pungudevent